PDIP dan Demokrat Ribut Usai Gibran Direstui Maju Pilkada Solo, Ini Sindiran Menohok Partai Megawati

Setelah Gibran Rakabuming dapat rekomendasi maju di Pilkada Solo, Demokrat dan PDIP ribut di medsos, ini sindiran menohok partai pimpinan Megawati

Editor: Cornel Dimas Satrio Kusbiananto
Instagram / @gibran_rakabuming
Gibran Rakabuming saat mendapat rekomendasi PDIP di Pilkada Solo 

TRIBUNKALTIM.CO - Setelah putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming mendapat rekomendasi maju di Pilkada Solo, Demokrat dan PDIP ribut di medsos, partai pimpinan Megawati beri sindiran menohok.

Keputusan PDIP memberi rekomendasi putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming, mendapat respons sinis dari Partai Demokrat.

Bahkan berujung pada ribut-ribut di medsos antara Demokrat dan PDIP.

Pengamat Sarankan Jokowi Beri Saja SK Walikota Solo Jika Gibran Lawan Kotak Kosong, Alasannya Serius

Gibran Rakabuming Dapat Restu PDIP Maju Pilkada Solo, Risma Bongkar Mimpi Putra Jokowi

Partai pimpinan Megawati itu tak tinggal diam setelah mendapat respons negatif dari Demokrat.

"Kami heran dengan sejumlah pernyataan elite Demokrat yang muncul di media maupun medsos.

Kenapa petinggi Demokrat harus repot mempertanyakan soal penetapan Gibran Rakabuming sebagai calon Walikota Solo yang diusung PDI Perjuangan," ujar Wanto Sugito, Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Tangerang Selatan saat dihubungi, Senin (20/7/2020).

Diberitakan sebelumnya, Wakil Sekjen Partai Demokrat, Jansen Sitindaon menuding bahwa ada deal yang dilakukan Presiden Jokowi di istana terkait majunya Gibran di akun media sosial miliknya.

Dia pun meminta Jokowi dan para elite politik PDIP memberikan klarifikasinya.

Menanggapi itu, kata Wanto Sugito yang juga menjabat Sektetaris Jenderal Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM), organisasi sayap PDIP itu mengancam akan membongkar cara SBY melibatkan partai politik di Istana saat masih menjadi Presiden.

"Apa perlu dibuka jejak digital, saat SBY di istana kerap bicara tentang partai Demokrat?" ujar Wanto Sugito.

Pria yang akrab disapa bung Klutuk ini juga mempertanyakan, mengapa Demokrat harus capek mengurusi dapur PDIP ? sedangkan dapur Demokrat sendiri sedang bermasalah.

Yang dia maksud adalah pemberitaan bahwa penetapan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat secara aklamasi digugat pendirinya.

Diantara pendirinya adalah Subur Sembiring, Hengki Luntungan, Murtada Sinuraya yang tergabung dalam FKPD (Forum Komunikasi Pendiri dan deklarator) Partai Demokrat.

Aktivis 98 ini mengatakan sebaiknya partai milik SBY itu menyelesaikan urusan internalnya.

“Jadi lebih baik Demokrat fokus dulu di internalnya dan mempersiapkan kadernya untuk bertarung di pilkada 2020 daripada meramaikan soal penetapan Gibran Rakabuming," imbuhnya.

Wanto juga menegaskan bahwa Demokrat seharusnya sadar dan lebih mengaca diri untuk tidak banyak berkomentar sinis tentang penetapan Gibran Rakabuming, sebagai calon wali kota Solo dan akan membentuk dinasti politik.

Apalagi diketahui bahwa Demokrat tidak memiliki kursi di DPRD Surakarta.

Menurutnya, apa yang dilontarkan ke media dan medsos ibarat menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.

"Seandainya pak Jokowi membuka pintu koalisi kepada Demokrat, bisa ditebak SBY akan segera menyodorkan nama AHY masuk ke kabinet.

Jadi meributkan dan mengaitkan dinasti politik ibarat menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri,” jelasnya.

Bagi PDIP, pengumuman 45 calon kepala daerah oleh Megawati Soekarno putri adalah mandat yang harus dilaksanakan dengan kerja keras demi memenangkan suara rakyat.

Semua kader PDIP dan para calon pemimpin daerah yang diusung oartai berlambang banteng itu harus turun ke bawah bergerak bersama dalam satu rampak barisan.

"Seharusnya ada kesadaran bahwa cuitan di medsos itu tidak akan memenangkan suara rakyat.

Tapi menangis dan tertawa bersama rakyatlah yang membuat kita bahagia,” ujar mantan aktivis 98 UIN Syarif Hidayatullah ini.

Lawan Kotak Kosong

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin memprediksi pasangan Gibran Rakabuming Raka - Teguh Prakosa bisa menang mudah.

"Peluang dan kans Gibran-Teguh untuk menang sangat tinggi. Dan bahkan mungkin saja Gibran-Teguh akan lawan kotak kosong," kata Ujang kepada Kompas.com, Sabtu (18/7/2020).

PDIP saat ini menguasai DPRD Solo dengan 30 dari 45 kursi DPRD Solo.

Partai-partai lain berbagi 15 kursi.

PKS mengantongi lima kursi, Gerindra, PAN dan Golkar masing-masing tiga kursi dan PSI satu kursi.

Ujang menilai dengan peta politik seperti itu, sulit untuk memunculkan calon lain.

"Apalagi partai-partai lain juga mulai merapat dan mendukung Gibran," kata Ujang.

Sesuai mekanisme KPU, jika hanya ada calon tunggal, maka calon tersebut akan bertarung dengan kotak kosong.

Ujang meyakini skenario Gibran-Teguh melawan kotak kosong ini kemungkinan besar terjadi. "Atau ada lawan, tapi cuma boneka. Diumunculkan hanya untuk meramaikan," kata dia.

Ujang menilai sulit untuk memunculkan calon yang memang nekat ingin melawan Gibran-Teguh.

Sebab, selain menguasai mayoritas kursi parlemen lokal, Gibran juga merupakan putra Presiden Joko Widodo yang dua periode menjadi wali kota Solo.

"Gibran itu dipersiapkan untuk maju Cawalkot dan untuk menang. Bukan untuk kalah. Ini soal harga diri keluarga Presiden," kata dia.

Ponakan JK Kalah kawan kotak kosong

Adapun kemenangan kotak kosong pernah terjadi di Pilkada Kota Makasar.

Pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi (Appi-Cicu) yang mendapat dukungan dari 10 partai besar justru kalah.

Sebelumnya, pasangan Appi-Cicu menjadi calon tunggal Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar.

Dalam surat suara, gambar Appi-Cicu melawan kotak kosong.

Dalam pemungutan suara yang berlangsung, Rabu (27/6/2018), kotak kosong mengungguli perolehan suara calon tunggal berdasarkan perhitungan cepat (quick count) beberapa lembaga survei dan real count yang dilakukan Wali Kota Makassar yang mengawasi jalannya Pilkada Makassar.

Munafri Arifuddin merupakan CEO PSM Makassar dan sekaligus menantu mantan Wakil Ketua MPR RI, Aksa Mahmud. Adapun Aksa Mahmud adalah ipar dari Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Ferry Juliantono menyebut kemenangan kotak kosong dalam Pilkada serentak 2019 adalah peringatan kepada penguasa.

" Kotak kosong ini gambaran tentang perlawanan rakyat. Karena yang dilawan ialah calon yang punya kedekatan dengan pak Jusuf Kalla, bahkan menantunya pak Aksa Mahmud," kata Ferry dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (30/6/2018).

Ferry juga menyebut, kemenangan kotak kosong tersebut adalah sebuah hukuman dari masyarakat Kota Makassar atas upaya yang diduga dilakukan pasangan Appi-Cicu menjegal pasangan Mohammad Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari Paramusti (Diami) sehingga gagal berlaga di pilkada.

"Warga kota Makassar tahu dan menghukum cara-cara yang dianggap tidak tepat," kata Ferry.

Sementara itu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengaku kaget dengan kemenangan kotak kosong di Pilkada Kota Makasar tersebut.

"Pelaksanaan Pilkada dengan satu pasangan calon trennya terus meningkat. Ternyata kotak kosong bisa menang lawan pasangan calon. Ini jadi pelajaran bagi semua pihak," kata Arief.

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ribut di Medsos Soal Gibran, PDIP: Demokrat Seperti Menepuk Air di Dulang Terpecik Muka Sendiri, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/07/20/ribut-di-medsos-soal-gibran-pdip-demokrat-seperti-menepuk-air-di-dulang-terpecik-muka-sendiri?page=all.
Editor: Hasanudin Aco
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved