OTT KPK di Kutai Timur

Sidang Dugaan Suap Bupati Kutim Ismunandar, Begini Kata Musyafa Saksi 2 Terdakwa Rekanan Swasta

Persidangan lanjutan kasus dugaan suap pekerjaan infrastruktur dilingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur ( Pemkab Kutim ) Kalimantan Timur.

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
Jalannya lanjutan sidang dugaan suap di lingkup Pemkab Kutim, bertempat di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Jalan M Yamin, Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, sidang dilangsungkan secara virtual. (TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY) 

Teknis Pekerjaan di Tiap SKPD

Majelis Hakim, juga meminta keterangan Musyafa terkait teknis pelaksanaan pekerjaan di setiap SKPD. 

Pemkab Kutim memiliki anggaran sebesar Rp 2 triliun yang ditransfer langsung oleh pemerintah pusat. Dari dana sebesar itu, Pemkab Kutim bebas untuk merancang anggaran. 

Penggunaan serta pembagian anggaran ke masing-masing SKPD melalui proses yang diatur oleh Bappeda dengan diketahui Sekretaris Kabupaten (Sekkab). Yang tak lain ialah Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

Musyafa mengaku bisa menitipkan sejumlah proyek pengerjaan di setiap dinas-dinas tertentu, saat pembagian anggaran. Seperti di Dinas pendidikan misalnya, yang memiliki anggaran sebesar Rp 45 milliar. 

Ia mengaku bisa meminta kepada Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) untuk menitipkan pengerajaan proyek yang nantinya akan dikerjakan oleh orang pilihannya.

"Meminta pada ibu Roma (Kadisdik) saya, kalau ada orang yang akan saya kerjakan yaitu terdakwa Deki," sebutnya.

Kedekatannya sekaligus menjadikan Musyafa menjadi orang kepercayaan sang Bupati Kutim. Setiap SKPD tidak akan berkutik apabila dia meminta sejumlah proyek.

Lantaran, sebagai tangan kanan Bupati, artinya setiap permintaannya tidak boleh ada yang ditolak.

Selain Disdik, anggaran yang turut diatur oleh Musyafa yaitu di Bagian Perlengkapan Setkab Kutim dengan anggaran sebesar Rp 6 milliar, proyek tersebut dikerjakan oleh kontraktor bernama Serinta. 

"Dia rekan saya, teman lama dibagian perlengkapan setkab," ucapnya.

Kemudian anggaran di Dinas Sosial yang dengan anggarannya sebesar Rp 2 milliar. Disana dia turut mengelola Anggaran, namun tak mengetahui pihak mana pekerja proyeknya.

"Di BPKAD itu ada sebesar Rp 4 milliar saya juga bisa mengelola, tapi tak tahu siapa yang bakan mengerjakan," tegasnya.

Untuk Anggaran di Dinas PUPR Kutim ada terdapat aspirasi bupati sebesar Rp 15 milliar sampai Rp 20 milliar. Dimana proyek aspirasi itu dikerjakan oleh terdakwa Aditya Maharani.

"Semua titipan ini saya sampaikan kepada Edward Azran selaku kepala Bappeda Kutim. Dia sudah mengetahui kalau saya akan meminta anggaran. Karena dia tau, kalau saya dekat dengan Bupati," ungkapnya

"Sejumlah titipan proyek selanjutnya saya laporkan ke Pak Ismu. Bilangnya 'atur saja'. Menurut saya itu adalah izin dari bupati," sambungnya.

Dari setiap proyek titipan tersebut, Musyafa menerima uang dengan jumlah besar dari hasil pungutan para rekanan swasta.

Aliran uang tersebut nantinya akan mengalir ke rekening miliknya apabila sudah pencarian termin.

"Tidak pernah mematok berapa besarannya, biasanya dikisaran 10 persen per proyek. Sebagai bentuk terimakasih karena telah mendapat pekerjaan, nah hasil uang itu saya kumpulkan sendiri dan saya simpan di rekening pribadi saya," tutup Musyafa.

Sidang Sempat Ditunda Majelis Hakim

Sidang yang berlangsung hingga lima jam ini terpaksa kembali ditunda Majelis Hakim.

Keterbatasan waktu pemeriksaan keterangan saksi, akhirya membuat sidang akan kembali dilanjutkan pada Selasa (5/9/2020) esok. 

Dengan memintai keterangan dari Ismunandar dan Suriansyah.

"Terimakasih atas keterangan pak Musyafa. Baik, karena keterbatasan waktu, sidang kita tunda sampai besok dengan agenda yang sama," jelas Hakim Agung Sulistiyono.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Aditya Maharani dan Deki Aryanto didakwa telah memberikan suap demi memuluskan pengerjaan sejumlah proyek bernilai puluhan miliar. 

Uang sogokan belasan miliar yang diberikan oleh kedua terdakwa itu, mengalir ke sejumlah pejabat tinggi di Pemkab Kutim. 

Nama Bupati Kutim nonaktif Ismunandar, serta istrinya, Encek Unguria Riarinda Firgasih selaku Ketua DPRD Kutim, ikut terseret.

Kemudian ada pula nama Musyaffa selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Suriansyah alias Anto sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Aswandhinie Eka Tirta sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kutim. 

Aditya Maharani, Direktur PT Turangga Triditya Perkasa serta Deki Aryanto, Direktur CV Nulaza Karya‎, didakwa JPU KPK.

Lantaran terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP. 

Dengan dakwaan kedua, Deki maupun Maharani didakwa melanggar pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP.

Deki didakwa menyogok Ismunandar dan Encek, melalui Musyaffa serta Anto dengan total uang Rp 8 miliar. 

(TribunKaltim.co/Mohammad Fairoussaniy)

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved