POLWAN CANTIK dari Yogyakarta, Briptu Hikma Penjaga Perdamaian di Afrika Tengah, Sempat Jadi Sandera

Polwan yang bertugas di Satlantas Polres Bantul tersebut bergabung dengan Formed Police Unit (FPU) bersama dengan 139 polisi lainnya.

Kolase Instagram @hikmanursyaa
Kolase foto Briptu Hikma Nur Syafa Atun. Polwan Cantik dari Yogyakarta, Briptu Hikma Penjaga Perdamaian di Afrika Tengah, Sempat Jadi Sandera 

TRIBUNKALTIM.CO - Sosok Polwan cantik dari Yogyakarta, Briptu Hikma Nur Syafa Atun yang mencuri perhatian di jagat maya.

Polwan cantik ini baru saja pulang dari tugasnya sebagai salah seorang penjaga perdamaian di Afrika Tengah.

Simak kisah Briptu Hikma Nur Syafa Atun selama menjalankan tugasnya di negeri orang.

Baca juga: Gelar Operasi Zebra, Polwan Korlantas Ingatkan Warga di Rest Area tak Bergerombol dan Patuhi Prokes

Baca juga: Aksi Tolak Omnibus Law UU Ciptaker di Tarakan, Polwan Bagi-bagi Air Minum ke Mahasiswa

Baca juga: Jejak POLWAN CANTIK, Populer di Televisi saat Tugas di NTMC, TERKINI Eka Frestya Punya Status Baru

Selain karena parasnya yang ayu, ia merupakan petugas penjaga perdamaian PBB di Afrika Tengah. Tepatnya di Bangui.

Polwan yang bertugas di Satlantas Polres Bantul tersebut bergabung dengan Formed Police Unit ( FPU) bersama dengan 139 polisi lainnya.

Dari 139 polisi, 14 di antaranya adalah Polwan.

Ima, sapaan akrabnya menceritakan, sejak menjadi Polwan 2013 lalu, ia bercita-cita untuk mendapatkan program tugas luar negeri.

Gayung bersambut, pada tahun 2018 dibuka peluang misi tersebut.

Tak ingin mengabaikan peluang, ia pun mencoba mendaftar.

Untuk menjalankan misi kemanuasiaan tersebut, perempuan berusia 26 tahun itu terpaksa berpisah dengan orangtuanya. Selama 15 bulan, Ima hanya bisa berkomunikasi via telepon.

"Dulu memang ingin ikut program internasional, ingin punya pengalaman lebih di kepolisian. Tahun 2018 dibuka peluang ini, langsung mendafatar, dan menjalani tes. Berangkat tanggal 27 Juni 2019,dari Polda DIY ada dua yang bertugas. Orangtua sangat mendukung, perasaan khawatir pasti ada, tetapi tetap mendukung,"tuturnya, Selasa (03/11/2020).

Kehidupan di sana tidak mudah, ia dan teman-temannya harus membangun tenda dari nol.

Anak kedua dari dua bersaudara ini harus merasakan panas dan hujan selama tiga bulan di dalam tenda.

Cuaca hanya masalah sepele baginya, karena ada kelompok bersenjata yang harus dihadapinya.

Bahkan ia pernah menjadi korban penyanderaan kelompok bersenjata tersebut.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved