Praperadilan Digelar Terhadap Seorang Mahasiswa di Samarinda, Termohon Belum Sampaikan Surat Kuasa
Pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang datang ke Pengadilan Negeri (PN) Samarinda di Jalan M. Yamin Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, bersama
Penulis: Mohammad Fairoussaniy |
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA- Pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang datang ke Pengadilan Negeri Samarinda di Jalan M. Yamin Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, bersama massa aksi dari Aliansi Mahasiswa Kalimantan Timur Menggugat (Mahakam) menggelar proses praperadilan terhadap satu mahasiswa yang ditetapkam tersangka oleh Polresta Samarinda usai aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja, pada 5 November 2020 lalu.
LBH yang mendampingi FR, mahasiswa yang ditetapkan tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, karena membawa senjata tajam dan tertangkap jajaran kepolisian pada aksi mengemukakan pendapat ini.
Diketahui sudah hampir satu bulan lamanya FR ditahan di Mako Polresta Samarinda, dan pihak LBH sudah mengajukan surat kuasa untuk proses praperadilannya.
Namun, kekecewaan terlintas saat kuasa hukum yang dari LBH yang menangani kasus FR.
Bernard Marbun sebagai pemohon kliennya agar digelar praperadilan justru mendapati sikap Polresta Samarinda yang cenderung mengulur dan tidak siap.
"Kita melihat bahwa (praperadilan) terkesan dari pihak termohon ( Polresta Samarinda ) tidak siap menghadapi praperadilan ini, terbukti tadi di persidangan yang digelar, saat kita ajukan seharusnya surat kuasa pemohon diberikan hari ini, namun pihak termohon meminta waktu pada hakim," ujarnya ditemui, usai gelaran persidangan Rabu (2/12/2020).
Tentunya, ini merugikan pihaknya selaku pemohon, kliennya yang butuh kepastian hukum menjadi rancu saat pihak termohon tak dapat memberikan kepastian.
"Pihak termohon belum ada surat kuasa, pengajuan permohonan praperadilan juga belum dijawab pihak termohon, seharusnya hari ini dan diberikan kepada kami," ujar Bernard Marbun, Kuasa Hukum FR dari LBH.
Bernard Marbun mengaku khawatir, sikap yang ditempuh malah tambah merugikan kliennya, yakni FR.
Proses praperadilan yang diajukan terkesan diulur, nantinya ketika persidangan kasus FR bergulir, tentu pada persidangan awal perkara, bisa saja praperadilan yang sudah ditempuh gugur di mata hukum.
"Proses yang kami ajukan, khawatir diperlambat, agar pada sidang pertama digelar (perkara kasus FR), praperadilan gugur," ungkapnya.
"Sidang lanjutan besok, pembacaan dari permohonan praperadilan yang diajukan," ucap Bernard Marbun.
Diberitakan sebelumnya, massa aksi dari Aliansi Mahasiswa Kalimantan Timur Menggugat (Mahakam) yang berjumlah sekitar 20 orang mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Samarinda di Jalan M. Yamin, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, Rabu (2/12/2020) tepatnya pukul 10.00 Wita.
Bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang mendampingi proses hukum yang tengah berlangsung pada dua mahasiswa yang ditetapkan tersangka oleh Polresta Samarinda, massa mendatangi pihak PN Samarinda untuk mengajukan praperadilan kepada dua mahasiswa yang ditetapkan tersangka yakni FR dan WJ.
Humas Aksi Aliansi Mahakam, Ikhsan Nopardi dalam tuntutannya, menyebutkan agar aparat penegak hukum menghentikan pembungkaman pada massa aksi yang melakukan aksi mengemukakan pendapat dan stop kriminalisasi aktivis.