Soal Kebiri kimia, Mulai dari Zat Kimia Hingga Dampak untuk Pelaku Pencabulan dan Persetubuhan
Apa itu kebiri kimia untuk pelaku pencabulan dan persetubuhan? zat kimia apa yang dimasukkan dan apa dampaknhya? ini penjelasannya
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Pemerintah melalui presiden Jokowi Widodo sudah menetapkan PP Nomor 70 Tahun 2020 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak (PP Kebiri Kimia).
Namun dalam aturan baru tersebut tidak dijelaskan mengenai jenis bahan kimia apa yang akan diberikan nantinya kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Aturan hanya menyebutkan mengenai mekanisme penyuntikan menggunakan zat kimia.
"Tindakan Kebiri Kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain, yang dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, sehingga menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia,untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi, " bunyi pasal 1 ayat 2 PP Nomor 70 Tahun 2020.
Hukuman kebiri kimia dalam aturan itu juga disebutkan dilakukan di rumah sakit pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk atau sesuai pasal 9 huruf d PP Nomor 70 Tahun 2020.
Mengenai Tata cara pelaksanaan teknis dalam PP tersebut diserahkan kepada Peraturan Menteri Kesehatan dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM.
Berikut bunyi pasal 13 ayat 1 dan 2:
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur teknis penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (1), Pasal t huruf a, Pasal t huruf c, Pasal t huruf d, Pasal 10 ayat (1), dan Pasal 10 ayat (21 diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberitahuan kepada jaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan Pasal 7 ayat (3) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Baca juga: Jokowi Sahkan Peraturan Pemerintah Soal Kebiri Kimia untuk Pelaku Persetubuhan dan Perbuatan Cabul
Baca juga: Oknum Satpol PP di Bantaeng Cabuli Adik Iparnya yang Berusia 7 Tahun, Istri Curiga Gara-gara Ini
Apa Itu Kebiri Kimia?
Kebiri kimiawi adalah prosedur medis untuk menekan dorongan seksual dan menghentikan muncul kembali.
Dilansir BBC, kebiri kimia dilakukan dengan cara memasukkan zat kimia anti-androgen ke tubuh seseorang agar produksi hormon testosteron di tubuh mereka berkurang.
Hasil akhirnya akan sama seperti kebiri bedah.
Hormon androgen alias hormon laki-laki mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan organ reproduksi pria.
Androgen yang paling aktif dan dominan adalah testosteron.
Testosteron merupakan hormon yang memiliki banyak fungsi, salah satunya fungsi seksual.
Dilansir The Sun, 13 Februari 2019, kebiri kimia telah diuji coba di Swedia, Denmark dan Kanada.
"Kebiri kimia tidak lagi efektif setelah obat dihentikan. Perawatan ini dilakukan minimal selama 3-5 tahun," menurut NCBI yang juga mencatat efek samping yang parah.
Leuprorelin adalah salah satu obat yang digunakan untuk mengatasi kesulitan dalam mengendalikan gairah seksual, fantasi atau dorongan seksual yang mengganggu, sadisme atau kecenderungan berbahaya lainnya.
Obat lain yang digunakan dalam kebiri kimia adalah medroksiprogesteron asetat, siproteron asetat, dan LHRH. Jenis obat ini mengurangi hormon testosteron dan estradiol.
Bahkan pada pria, estrogen memainkan peran penting dalam pertumbuhan tulang, fungsi otak, dan proses kardiovaskular.
Untuk alasan ini, efek samping yang bisa muncul dari kebiri kimia termasuk osteoporosis, penyakit kardiovaskular, depresi, hot flashes, dan anemia.
Diberitakan Kompas.com (22/10/2015), Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Wimpie Pangkahila mengatakan, proses kebiri kimia bisa melalui pemberian pil atau suntikan hormon anti-androgen.
Menurut dokter Nugroho Setiawan, dokter spesialis andrologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta Selatan, pemberian obat anti-androgen akan memicu reaksi berantai di otak dan testis.
"Produksi testosteron 95 persennya berasal dari sel lydig di buah zakar pria. Pemicu agar testosteron diproduksi adalah hormon luteinizing yang dikeluarkan kelenjar hypophysis anterior di otak," ujar dokter Nugroho dilansir BBC Indonesia.
"Nah, zat anti-testosteron membendung kelenjar di otak agar tidak memproduksi hormon pemicu produksi testosteron. Kalau itu ditekan, otomatis testis tidak memproduksi testosteron. Jadi kait-mengait semuanya," imbuh dia.
Hal inilah yang membuat pria kekurangan hormon testosteron sehingga tidak lagi memiliki dorongan seksual.
Dokter Nugroho mengingatkan bahwa timbulnya gairah seksual tidak semata-mata disebabkan hormon testosteron.
"Ada pengalaman seksual yang pria alami, itu akan membangkitkan gairah. Lalu faktor kesehatan tubuh pria juga berpengaruh," kata dokter Nugroho.
Wimpie juga sepakat akan hal ini. Menurutnya, meskipun gairah seksual bisa ditekan, memori pengalaman seksual tidak bisa dihapus.
"Tidak pernah ada laporan yang menunjukkan bahwa kebiri kimia memang lebih memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan seksual dibandingkan hukuman lain yang cukup berat. Karena pengalaman seksual sebelumnya kan sudah terekam di otak. Keinginan dia kan masih ada, terlepas dari apakah dia mampu atau tidak," kata Wimpie.
Karena itu, menurutnya, langkah kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual masih dipertanyakan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Presiden Jokowi Teken PP Kebiri Kimia, Apa Itu dan Bagaimana Efeknya?", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/sains/read/2021/01/04/070000123/presiden-jokowi-teken-pp-kebiri-kimia-apa-itu-dan-bagaimana-efeknya-?page=all