Mata Najwa
Mata Najwa Terbaru 21 April 2021 Soroti Klaim Dokter Terawan soal Vaksin Nusantara, Live di Trans7
Jangan lewatkan acara Mata Najwa terbaru edisi 21 April 2021 yang kembali menyoroti Dokter Terawan Agus Putranto, mantan Menteri Kesehatan RI.
Oleh karena itu, Melki mengaku heran apabila Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mempersoalkan uji klinis tersebut.
"Jadi maksud saya Badan POM aneh karena untuk diuji klinis tahap II ini kan bukan kita pakai untuk masyarakat publik gitu lho, kalau untuk EUA yang jutaan dosis sih mungkin kita begini okelah," kata Melki dalam diskusi virtual, Sabtu, seperti dilansir Kompas.com.
Tak Sesuai Kaidah Saintifik
Kepala BPOM Penny K Lukito menegaskan, pengembangan Vaksin Nusantara tak bisa dilanjutkan ke fase berikutnya sebelum ada perbaikan terhadap uji klinik fase pertama.
Penilaian BPOM terhadap uji klinik fase pertama, kata Penny, sudah sesuai dengan standar yang berlaku dalam pengembangan vaksin yaitu aspek Good Laboratory Practice (GLP), dan Good Manufacturing Practice (GMP).
"Nah tahapan dikaitkan dengan vaksin dendritik sudah disampaikan, jadi saya kira itu sudah final dan kami menunggu koreksi yang akan dilakukan," kata Penny dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (16/4/2021), seperti dilansir Kompas.com.
Berdasarkan inspeksi yang dilakukan BPOM ditemukan bahwa pengembangan vaksin tersebut tidak mengikuti kaidah saintifik.
Pengembangan Vaksin Nusantara mengabaikan uji praklinik di mana semestinya vaksin diujicobakan kepada hewan.
"Itu etikanya (harusnya) seperti itu, karena enggak boleh, karena ini kan menyangkut nyawa manusia. Sebelum masuk ke manusia harus ke hewan dulu. Nah pada saat itu mereka (peneliti vaksin Nusantara) enggak melakukan itu di hewan," kata Penny kepada Kompas.com, Rabu.
Ia mengatakan, pengembangan vaksin yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mencatatkan banyak relawan uji klinik fase pertama yang mengalami kejadian yang tak diinginkan (KTD).
Tercatat sebanyak 71,4 persen relawan uji klinis vaksin nusantara mengalami kejadian tak diinginkan berupa efek samping seperti gatal, nyeri, hingga bertambahnya kadar kolesterol.
Selain itu, dalam aspek GMP, kata Penny, vaksin sel dendritik ini tidak dibuat dalam kondisi steril. Bahkan, produk antigen SARS CoV-2 yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan vaksin tidak pharmaceutical grade dan dinyatakan oleh produsennya Lake Pharma-USA bahwa tidak dijamin sterilitasnya.
"Hasil produk pengolahan sel dendritik yang menjadi vaksin tidak dilakukan pengujian sterilitas dengan benar sebelum diberikan kepada manusia. Hal tersebut berpotensi memasukkan produk yang tidak steril dan menyebabkan risiko infeksi bakteri pada penerima vaksin," ujarnya.
Vaksin Nusantara Langgar Aturan
Senanda dengan BPOM, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Akmal Taher menilai, proses uji klinik Vaksin Nusantara yang terus dilanjutkan telah melanggar peraturan perundang-undangan.