Berita Internasional Terkini
Peperangan Rusia Ukraina Makin Mencekam, Afrika Berpihak Pada Putin hingga Tawaran Prancis Ditolak
Peperangan Rusia Ukraina makin mencekam pasalnya Afrika berpihak pada Putin hingga tawaran Prancis ditolak.
TRIBUNKALTIM.CO - Hampir bulan keenam peperangan Rusia Ukraina masih terus terjadi hingga konflik memanas ini bukan lagi perselisihan antara dua pemerintahan, Putin dan Zelenskyy.
Namun perselisihan Rusia Ukraina ini telah melibatkan banyak negara setelah Amerika Serikat da negara Barat memilih keberpihakan pada Zelenskyy kini Putin menemukan aliansi baru.
Hingga diberitakan bahwa Afrika dengan tegas berpihak pada Rusia dan menolak tawaran Prancis untuk membantu Ukraina.
Baca juga: Cari Sekutu untuk Lawan Ukraina, AS, dan Barat, Rusia Merapat ke Benua Afrika, Minta Dukungan Invasi
Diketahui bahwa Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengunjungi Yaounde, ibu kota Kamerun.
Dalam kesempatan itu, Prancis memastikan pandangannya tentang perang di Ukraina.
Di mana Prancis merupakan negara Barat dan Eropa yang telah mencirikan serangan militer Rusia di Ukraina sebagai perang.
Baca juga: Presiden Ukraina Zelenskyy Berdiskusi dengan Presiden Afrika Selatan, soal Inilah yang Dibahas
Namun berbeda dengan Afrika, para pemimpin Afrika jauh lebih berhati-hati dalam menggambarkan konflik dan tetap netral mengenai masalah ini.
Ketidakberpihakan itu bermasalah bagi Macron, yang juga mengunjungi Kamerun, Benin dan Guinea-Bissau selama kunjungannya bulan lalu.
Sebagaimana dilansir dari aljazeera, Presiden Prancis memberikan pernyataannya.
"Saya telah melihat terlalu banyak kemunafikan, terutama di benua Afrika.
Dan saya mengatakan ini dengan sangat tenang dengan beberapa tidak menyebutnya perang padahal itu adalah perang dan mengatakan mereka tidak tahu siapa yang memulainya karena mereka memiliki tekanan diplomatik," ungkap Emmanuel Macron dikutip dari aljazeera, Rabu (17/8/2022).
Sebelumnya, di Afrika Timur, Uganda menggelar karpet merah untuk Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, yang sedang dalam tur empat negara untuk memenangkan dukungan benua itu atas perang Moskow di Ukraina.
Lavrov tampaknya bertekad untuk mengecoh Macron dalam pertempuran untuk mendapatkan hati dan pikiran para pemimpin Afrika.
Strategi Lavrov berhasil.
Ketika Lavrov menyelesaikan pertemuannya dengan Presiden Uganda, Yoweri Museveni, pemimpin Afrika itu memuji Rusia.
Dan menggambarkan Moskow sebagai mitra dalam perjuangan melawan kolonialisme yang telah berlangsung selama satu abad.
Museveni di masa lalu menikmati hubungan baik dengan Barat dan Uganda akan menjadi ketua Gerakan Non-Blok.
Sebuah badan global yang dibentuk selama era Perang Dingin oleh negara-negara yang berusaha menghindari polarisasi geopolitik pada waktu itu.
Museveni bukan satu-satunya pemimpin Afrika yang tampaknya telah dimenangkan oleh Rusia.
Bahkan negara-negara yang tidak termasuk Lavrov dalam kunjungannya baru-baru ini mendukung Moskow.
Zimbabwe, yang memiliki hubungan diplomatik yang dingin dengan Barat, berada di sudut Rusia dalam masalah Ukraina.
Partai yang berkuasa di Zimbabwe, Front Patriotik Persatuan Nasional Afrika Zimbabwe (Zanu PF), menikmati hubungan bersejarah dengan Rusia sejak tahun 1960-an ketika partai itu berjuang untuk kemerdekaan dari Inggris.
Afrika Selatan, kekuatan ekonomi Afrika Selatan, juga tampaknya berada di pihak Kremlin.
Dukungan Afrika untuk Rusia diilustrasikan pada bulan Maret di Majelis Umum PBB ketika 17 dari 54 negara Afrika abstain dari pemungutan suara pada perang di Ukraina.
Kontingen Afrika berjumlah setengah dari semua suara abstain yang tercatat dalam pemungutan suara.
(TribunKaltim.co/Hartina Mahardhika)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.