Berita Samarinda Terkini

Komura Gugat Pelindo dan Pelabuhan Samudera Palaran Rp 133 M, Biaya Logistik Bisa Membengkak

Komura gugat Pelindo dan Pelabuhan Samudra Palaran Rp 133 M, biaya logistik bisa membengkak

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Ist
Suasana sidang di PN Samarinda antara Komura, Pelindo dan PT PSP 

TRIBUNKALTIM.CO - Sidang lanjutan atas gugatan Koperasi TKBM Komura terhadap PT Pelabuhan Samudera Palaran (PSP) dan PT Pelabuhan Indonesia ( Pelindo), serta sejumlah pihak lainnya kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.

Lanjutan sidang pada Kamis (15/9/2022), beragendakan pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh pihak Koperasi TKBM Komura.

Pada pemeriksaan saksi kali ini, hanya satu saksi saja yang diminta keterangannya, yakni Pamiliyanto.

Pada pemeriksaan saksi tersebut, kuasa hukum Komura membahas penetapan tarif tenaga kerja bongkar muat pada 28 Juli 2017 atau setelah kejadian Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada tanggal 17 Maret 2017, termasuk membahas tentang penentuan tarif awal pada 2014 silam.

Dalam sidang tersebut, Kuasa Hukum PT PSP, Joshi Mayer Hutapea keberatan karena Komura menghadirkan saksi yang merupakan pengurusnya.

"Saksi merupakan pengurus Komura dari tahun 2005 di mana di tahun 2014 dan 2017 masih menjabat sebagai wakil sekretaris Komura dan sekarang menjabat sebagai sekretaris, serta terima upah atau gaji dari Komura, namun Majelis Hakim masih memeriksa di bawah sumpah," terangnya.

Pihaknya juga akan melakukan pembuktian terhadap Permenhub No 35 Tahun 2007 yaitu Pasal 14, atas dasar peraturan tersebut tidak dapat diterapkan terhadap bongkar muat peti kemas.

"Dasar OTT itu menggunakan Pasal 14 Permenhub No 35 Tahun 2007, dan sangat jelas isinya. Ini akan kami buktikan di persidangan, akan kita hadirkan bukti-bukti terkait pembentukan pasal ini, karena sampai sekarang tidak terjawab dan tidak dipertimbangkan oleh hakim," ucapnya.

Selain itu, pihaknya juga menyoroti mengenai kenaikan biaya TKBM dipastikan berpengaruh pada biaya logistik.

"Ada kajian Pelindo di Laporan Stranas PK Triwulan IV Tahun 2021 yang menyebut salah satu penyebab biaya logistik nasional tinggi, yakni monopoli TKBM. Untuk mencegah monopoli tersebut, bisa melalui Badan Usaha Pelabuhan," jelasnya.

"Dan sekarang aktivitas bongkar muat di Terminal Peti Kemas telah menggunakan alat dengan teknologi yang lebih modern yang memudahkan kerja buruh dan sangat mempercepat waktu bongkar muat barang maka logikanya tarif tenaga kerja bongkat muat semakin turun."

Sebagaimana diketahui, kasus tersebut bermula dari OTT yang dilakukan Bareskrim pada 2017 silam, dengan tersangka Jafar Abdul Gaffar yang menjabat sebagai Ketua Komura.

Saat itu, Bareskrim dan Polda Kaltim menilai tarif Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) oleh Komura, terlalu tinggi.

Komura disangka melakukan pemerasan dan pencucian uang di kawasan Terminal Peti kemas Palaran, Samarinda.

Sebagai latar, tarif TKBM kala itu dipatok dikisaran Rp 182 ribu per kontainer berisi ukuran 20 feet

Sementara, tarif serupa di beberapa pelabuhan di Indonesia jauh lebih murah. Sebut saja Jakarta, Surabaya dan Makassar

Akibat adanya OTT tersebut, tarif TKBM yang awalnya Rp 182 Ribu turun menjadi Rp 35 Ribu, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tarif tersebut berlaku sampai sekarang.

Setelah melalui serangkaian persidangan hingga ke tingkat Peninjauan Kembali (PK), Mahkamah Agung (MA) menyatakan Jafar Abdul Gaffar tidak terbukti bersalah dan divonis bebas.

Seiring berjalannya waktu, pada 2019 Koperasi TKBM Komura menggugat PT PSP terkait dengan upah berdasarkan tarif 2014 yang tidak ditagihkan oleh PT PSP ke pengguna jasa akibat OTT senilai Rp 18,6 Miliar. 

Jumlah ini akumulasi dari Maret hingga Oktober 2017 ketika masa status quo, sebelum akhirnya disepakati tarif baru Rp 35.000.

Tidak berhenti sampai disitu saja, Koperasi TKBM Komura kembali melayangkan gugatan kepada sejumlah pihak, termasuk PT PSP dan Pelindo terkait pembayaran upah dari 2017 hingga 2021 senilai Rp 133 Miliar.

Angka Rp 133 Miliar merupakan akumulasi dari tahun 2017-2021.

Komura menilai PT PSP harus membayar selisih tarif tenaga kerja bongkar muat di periode tersebut. Yang dituntut adalah selisih tarif lama, dengan tarif baru, yakni Rp 182 ribu dikurang Rp 35 ribu.

Selain PT PSP dan Pelindo, tergugat lainnya yang digugat oleh Koperasi TKBM Komura, di antaranya KSOP Kelas II Samarinda, INSA Samarinda, ALFI Samarinda, dan APBMI Samarinda.

Saat ini, proses persidangan atas gugatan Koperasi TKBM Komura terhadap PT PSP dan Pelindo masih bergulir di PN Samarinda. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved