Wawancara Eksklusif
EKSKLUSIF - Copenhagen bisa jadi Acuan Pembangunan IKN, IAI Kaltim: Perlebar Area Pejalan Kaki
Selain fisik bangunan, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kaltim juga menekankan pentingnya interaksi masyarakat penghuni IKN nantinya.
Penulis: Ary Nindita Intan R S | Editor: Adhinata Kusuma
TRIBUNKALTIM.CO - Copenhagen, ibukota dan kota terbesar di Denmark, bisa dijadikan acuan seperti apa nanti kota IbuKota Negara atau IKN Nusantara di Kalimantan Timur.
Salah satu cirinya adalah banyaknya area yang diperuntukkan bagi pejalan kaki.
Selain fisik bangunan, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kaltim juga menekankan pentingnya interaksi masyarakat penghuni IKN nantinya.
“Jangan sampai bangun kota, kotanya canggih tapi pascahuni masyarakatnya indivisualis, itu akan menghilangkan local wisdomnya Indonesia,” kata Badan Hubungan Luar Negeri dan Task Force IKN IAI Kaltim, Agus Fitrianto, S.T., M.Si, pada 1 September 2022.
Lalu kota-kota mana lagi yang bisa jadi referensi di IKN, berikut petikan wawancara ekslusif dengan Agus Fitrianto dalam talkshow IKN Insight Talk Show bertema “IKN Nusantara tak Tergerus Zaman”.
Baca juga: IKN Nusantara Dibagi Jadi 9 Wilayah, 3 Daerah Jadi Lokasi Pariwisata Ibu Kota Baru
Baca juga: EKSKLUSIF - Bedah Pembangunan IKN, IAI Kaltim: Jarang yang Tahu Kalimantan itu Future Ekonomi
Apa tugas task force dalam pembangunan IKN?
Task force itu sebenarnya gugus tugas, jadi harapannya terlibat dalam pembangunan IKN, agar IKN menjadi memiliki nilai sejarah. Ternyata Arsitek lokal juga mempunyai keterlibatan.
Selain itu memiliki tugas menjadi turunan dari Rencana Tata Ruang (RTR) untuk menerapkan di masyarakat, mungkin nanti aktifitasnya sementara, karena IKN belum terbangun secara maksimal.
Task force akan melakukan publikasi berupa tulisan.
Karena rata-rata dalam anggota IKN task force ini kebanyakan dosen, jadi kebanyakan menulis publikasi, harapannya supaya mengetahui seperti apa, IKN dari kacamata Arsitek hingga turun ke masyarakat.
Kalau dari sisi kacamata Arsitek apa itu IKN?
Mengikuti RTR, bentuk bangunan itu sebenarnya fleksibel.
Tapi kan harapannya bangunan yang didesain juga ramah energi, selain mengikuti aturan yang ditetapkan di IKN, harus mengikuti filosofi energinya.
Bagaimana dari sisi Arsitektur dari pemenang desain bangunan istana?
Kalau dari filosofi desainnya sudah cukup, konsumsi energinya sudah dihitung, pencahayaan juga sudah dipikirkan.
Bagaimana potensi matahari bisa maksimal diserap.
Jadi penghawaan dalam ruangan itu hanya di ruang inti, yang mungkin aktifitasnya itu duduk lama yang membutuhkan pendingin.
Yang koridor dan segi bentuk itu mungkin olahan atau adaptasi sesuai selera.
Secara green building pasti sudah lolos karena sudah diseleksi dalam sayembara, pasti sudah paling maksimal dalam mensupport kawasan.
Apakah kawasan IKN sudah memenuhi lingkungan masa depan?
Kalau dari desain itu ada memasukkan elemen air, memperhatikan topografi tingkat kontur dari bangunan.
Jadi supaya tidak ada cutting field yang berlebihan karena kontur yang sudah ada itu dimaksimalkan.
Kemudian ada jalan yang mengikuti kontur, selama tidak dikupas dan tidak di cutting field masih posisi yang lama, cuma memanfaatkan yang benar-benar dipakai.
Kalau dari desain sudah masuk dalam nilai-nilai pembangunan, karena mungkin apa yang dinikmati saat ini akan bisa dinikmati dimasa yang akan datang.
Adakah contoh kota lain yang konsepnya serupa dengan IKN?
Ada yaitu Batam. Batam sebenarnya Kota yang direncanakan mengikuti Singapura, adaptasi dari Singapura.
Untuk listrik aja sudah tidak ada kabel-kabel, itu berari kotanya sudah dirancang sebagai kota berbasis industri.
Adakah Ibukota yang dijadikan contoh acuan IKN?
Copenhagen, jadi orientasi dan transportasi di sana sudah beda.
Jadi Eropa itu kan bangunannya turunan dari berapa tahun yang lalu, membuat masterplane dalam mengajukan penawaran-penawaran bagaimana kalau kawasan distrik tidak boleh ada mobil.
Dan distrik ini hanya ada mobil satu jalur, jadi bagaimana transportasi umumnya dan spot publiknya dibuka.
Jadi misal ada simpul ruas jalan itu cuma ditutup clusternya, terus dibuat kawasan untuk pejalan kaki dan itu ternyata membuat Kopenhagen menjadi kota layak huni, karena masyarakatnya jadi sehat, jadi gak butuh mobil pribadi lagi.
Jadi kotanya tumbuh, masyarakatnya saling ngobrol, kotanya hidup.
Jangan sampai bangun kota, kotanya canggih tapi pascahuni masyarakatnya individualis, itu akan menghilangkan local wisdomnya Indonesia.
Jadi contohnya di Jogja, aura publiknya nyala.
Indonesia ini mirip Jepang, kotanya gang-gang. Cuma di Jepang dibatasi memiliki mobil dan SIM, kalau Indonesia tidak.
Apakah pembangunan IKN sudah merefleksikan adanya potensi bencana alam?
Di RTR juga disebutkan, kawasan mana yang berpotensi adanya bencana, alih fungsi lahan selalu memiliki dampak entah itu di masa sekarang atau di masa depan.
Tujuan pembangunan berkelanjutan juga harus diperhatikan, jangan-jangan kota yang akan dibangun tidak tau kalau akan ada banjir besar yang meluap, jadi itu yang harus diperhatikan.
Dengan begitu dampaknya bisa diminimalisir, antisipasinya seperti itu.
Bagaimana sikap Pemerintah di Kota beranda IKN agar di masa mendatang tidak tertinggal dengan adanya IKN?
Tinggal komunikasi, badan otorita IKN dan Pemerintah daerah.
Walaupun sekarang RTR yang terbit memiliki kemampuan untuk overlay disebutkan kawasan yang akan menyentuh Samarinda, Kutai, Balikpapan, Penajam dalam RTR yang disebutkan, ketika menindis bahwa RTR di Balikpapan tidak diakui yang diakui IKN.
Itu kelebihan dari RTR IKN, jadi dia bisa menghapus tata ruang wilayah disekitarnya.
Harapannya ketika IKN menindis dan membuat suatu kebijakan kawasan yang menjadi komersial, harapannya menunjang kota di sekitarnya.
Yang perlu diperhatikan sosialnya juga harus berdampak, jangan dibuat jalan tapi orang tidak bisa buka lahan atau dijadikan pusat ekonomi di simpul masuk pintu IKN.
Nah itu sosial, budaya dan ekonomi masyarakatnya tidak ada cuma dapat jalan aja. Jadi sebenarnya harus ada adaptasi, jadi setelah muncul RTR.
Misal adaptasi mangrove mau diubah sebagai ekonomi, jadi berdampingan dan sinkron.
Harapan di balik pembangunan IKN berkelanjutan?
Dari perspektif arsitek, implementasi dari tata ruang yang dibuat benar-benar harus diimplementasikan.
Jadi kajian-kajian sebelum membuat kawasan IKN ini berkelanjutan, filosofi kelanjutan ini bisa berjalan, jangan sampai RTR yang ini nanti direvisi.
Misal kawasan ini sudah mengikuti filosofi, building code peraturannya, ternyata 5 tahun ke depan berubah jadi kawasan industri, kan jadi eksitensinya berkurang.
Kalau memang cita-citanya membangun kota yang terencana, ya rencana awal yang jadi pegangan, jangan berubah lagi 5 tahun. (Ari Nindita/Bagian 2-Selesai)