Berita Samarinda Terkini
WhatsApp Guru dan Orangtua Soal Anak Didik Tetap Harus Santun
“Bu, anak saya botol minumnya ketinggalan di sekolah. Warna Ungu. Minta tolong dicarikan ya, Bu. Kalau ada minta tolong disimpankan dulu.
Penulis: Nevrianto | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDA- “Bu, anak saya botol minumnya ketinggalan di sekolah. Warna Ungu. Minta tolong dicarikan ya, Bu. Kalau ada minta tolong disimpankan dulu. Besok anaknya saya suruh ambil sama Ibu,”
“Maaf, Bu. Anak saya kenapa ini pulang sekolah pincang. Saya cek. Kakinya biru. Katanya dipukul sama si Ini. Kok bisa ya anak saya dipukul temannya di sekolah? Apa Ibu ngga lihat anak saya pulang tadi picang jalannya? Kok bisa sih?”
“Bu kata anak saya, dia kalau ke toilet suka diintipin sama teman laki-laki. Tolong diperhatikan ya bu anak saya di sekolah.”
“Bisakah bu anak saya difotokan saat kegiatan di sekolah? Supaya saya tahu anak saya kegiatannya apa saja selama di sekolah?”
Begitulah isi chat yang sudah tidak asing selalu ada di HP guru setiap harinya.
Baca juga: Soal Program Guru Penggerak, Pemkot Balikpapan Angkat 727 PPPK Guru
Baca juga: 3.489 Guru se-Balikpapan Ikut Upacara Peringatan HGN dan HUT ke-77 PGRI
Setelah Guru SDIT Madina Samarinda, Nuuri Hanifah, mengamati dengan seksama di sosial media atau pertemuan guru nasional secara daring, Sabtu (26/11/2022), ternyata ini hampir terjadi di seluruh Indonesia.
"Bahkan sempat ramai dibicarakan di laman Facebook setelah seorang wali murid dari SD di pulau Jawa juga memposting mengenai ramainya grup Whatsapp atau forum lainnya, oleh berbagai macam pertanyaan wali murid terhadap guru. Belum lagi berbagai macam permintaan wali murid.
Sedihnya ini sudah dianggap umum terjadi di berbagai sekolah, terutama TK dan SD.
Sebegitu nyamannya dengan teknologi yang serba mudah, lupa akan beberapa hal.
Lupa tujuan orangtua menyekolahkan anak, lupa tujuan adanya Whatsapp group atau aplikasi forum kelas dan lupa fungsi guru di sekolah,"ungkapnya.
Guru SDIT Madina menuturkan alasan dan tujuan orang tua mengantarkan anak sekolah adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
"Kebutuhan akan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan anak di masa depannya agar kelak selamat dan bahagia yang dikutip dari Ki Hajar Dewantara.
Orang tua yang sibuk menanyakan barang anak yang hilang di sekolah atau bahkan meminta gurunya mencarikan barang anak yang hilang tersebut dapat merenggut kemandirian dan tanggung jawab anak.
Dikutip dari respositori KEMDIKBUD mengenai “Menumbuhkan Kemandirian Anak”, salah satu faktornya adalah pengalaman anak dalam menentukan pilihan dan bertanggung jawab atas pilihan tersebut.
Anak yang meninggalkan botol minum di sekolah, berarti lalai dalam menjaga barang miliknya.
Disinilah tugas orang tua memberi pemahaman kepada anak bahwa botol yang tertinggal, bisa hilang dan anak tidak bisa membawa botol minum ke sekolah.
Anak akan merasa haus di sekolah jika tidak membawa botol minum. Maka anak diberi pengertian untuk menjaga botol minumnya. Besok saat turun ke sekolah, silahkan dicari botol minumnya.
Anak akan belajar bertanggung jawab. Ia akan menelusuri sekolah, bertanya kepada temannya, menelusuri kemana saja si anak kemarin di sekolah. Jika anak kemudian mendapatkan botol minumnya, maka Ia merasa senang.
Dari sini anak telah belajar memahami bahwa Ia tidak boleh lagi meninggalkan botol minumnya di sekolah atau Ia akan sibuk mencari keesokan hari saat di sekolah," jelasnya.
Baca juga: Sambut Hari Guru Nasional di Kutim, Murid SDN 003 Sangatta Utara Gelar Pawai
Tapi jika orang tua yang sibuk menghubungi gurunya melalui chat, kemudian guru sibuk mencarikan botol si anak di sekolah karena tuntutan orang tua, maka anak tidak akan belajar bertanggung jawab.
Bisa dipastikan, anak akan mengulangi sikap tersebut.
Botol minum tersebut akan sering ketinggalan di sekolah atau dimanapun anak pergi membawa botol minumnya.
"Maka kita sebagai orang tua yang ingin anak-anak kita kebutuhan pendidikannya terpenuhi, biarlah Ia belajar bertanggung jawab pada dirinya.
Biarkan Ia belajar sebab akibat, selama tidak membahayakan dirinya dan orang lain tentunya.
Selanjutnya tujuan adanya forum wali murid/orang tua kelas baik itu di aplikasi Whatsapp, Telegram, dan masih banyak lagi.
Tujuan utama adanya forum berisi orang tua murid ini adalah memudahkan pihak sekolah dan guru dalam berkomunikasi dengan orang tua murid.
Baik itu mengenai kegiatan sekolah, pelajaran, dan perkembangan anak-anak di kelas secara umum.
Tidak layak jika menegur guru atau anak lain di dalam grup kelas. Misal,
“Bu, tadi anak saya pulang ke rumah dalam keadaan tangannya biru. Katanya dipukul si ini di kelas. Anaknya sekarang kesakitan”.
Hal tersebut di sampaikan di dalam grup kelas dan membuat orang tua lainnya menjadi tahu kejadian nama anak yang bersangkutan yang belum dikonfirmasi kebenarannya oleh guru.
Akhirnya mucul justifikasi terhadap nama anak tertentu dan membuat orang tua murid lain berspekulasi yang belum jelas kebenarannya. Grup menjadi heboh. Berita sudah tersebar kemana-mana bahkan ke kelas lainnya.
Ternyata setelah diusut oleh guru, anak yang terluka tadi tidak dipukul temannya melainkan terbentur meja saat bermain di kelas dengan temannya setelah dibuktikan dengan CCTV sekolah dan pengakuan dari teman-teman sekelasnya.
Sungguh kasihan nama anak yang sudah tersudutkan tadi. Orang tua menjadi malu, anak menjadi takut ke sekolah, belum lagi anak yang menuduh menjadi tidak nyaman dengan teman-temannya.
Apalagi hubungan antar orang tua di kelas menjadi renggang karena peristiwa tersebut," jelasnya lagi.
Sebagai guru SDIT Madina Samarinda Nuuri Hanifa menyayangkan contoh kasus tersebut.
Andaikan orang tua anak yang terluka tersebut menghubungi guru secara pribadi menanyakan kejadian tersebut sampai guru mengkonfirmasi, maka tidak akan separah itu dampak yang diterima anak-anak dan orang tua murid lainnya.
Maka kita sebagi orang tua, wajib memahami mana hal-hal yang dapat ditanyakan secara umum di dalam grup kelas dan hal-hal yang harus ditanyakan secara pribadi dengan gurunya. Alangkah lebih baik jika langsung bertemu dengan gurunya.
"Fungsi guru dikenalkan oleh Ki Hajar Dewantara dengan sistem Among. Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Maksudnya adalah sebagai Guru harus memberi contoh tentang baik dan buruk tanpa harus mengambil hak murid untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan merdeka.
Di era digital saat ini fungsi guru adalah mengarahkan pencarian pengetahuan murid melalui teknologi agar murid dapat mencari tahu sendiri.
Menjadi guru TK dan SD di jaman ini sungguh tidak mudah. Guru dituntut menjadi reporter bagi orang tua yang meminta berbagai macam foto kegiatan anak di sekolah.
Baca juga: Sambut Hari Guru Nasional di Kutim, Murid SDN 003 Sangatta Utara Gelar Pawai
Padahal mendampingi penuh pembelajaran anak di sekolah sungguh tidak mudah. Tentu sekolah memiliki dokumentasi kegiatan siswa di sekolah.
Tapi tidak semua kegiatan harus didokumentasi setiap waktu," bebernya.
Maka dari pelajaran dan pengalaman kejadian tersebut, sejatinya orang tua juga harus memahami kondisi guru di sekolah.
Mendidik anak adalah tugas kita sebagai orang tua, guru dan masyarakat untuk menjadikan anak-anak kita selamat dan bahagia di masa depannya dengan memenuhi kebutuhan hidup mereka berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berguna di masa depan.
Seorang guru juga dituntut untuk terampil dalam komunikasi dengan orang tua. Menggunakan bahasa santun, menyebarkan informasi dengan jelas kepada orang tua tanpa perlu membuat orang tua bertanya kembali.
Namun, seringkali informasi yang telah diberikan kepada orang tua di dalam grup Whatsapp kelas tidak juga disimak. Tidak jarang orang tua menanyakan hal yang sama berkali-kali meski sudah diberikan info di dalam grup Whatsapp kelas.
Maka kita kembalikan lagi pertanyaan,”Apakah fungsi grup Whatsapp kelas berjalan sesuai tujuan awal ataukah malah menjadi ajang “unjuk rasa” orang tua pada guru kelas dan sekolah?” (*)