Mata Lokal Memilih
Siapa Presiden ke-8 Pengganti Jokowi? Shohibul Anshor: 3 Capres Terkunci Singgung Jawa dan Non-jawa
Siapa Presiden ke-8 Indonesia pengganti Jokowi? Shohibul Anshor sebut 3 Capres sudah terkunci singgung Jawa dan Non-jawa.
Menurutnya ke depan memilih pemimpin Indonesia tidak akan berbicara soal etnik tertentu, namun melihat apa prestasi dari calon yang ada.
"Jawa dan non Jawa itu jangan dilihat dari segi geografik, jangan juga dilihat dari segi etnik. Di Pulau Jawa termasuk beragam suku bangsa ada, sama seperti di sini juga hampir semua suku bangsa ada. Jadi kalau kita berbicara Jawa itu artinya kita sedang berbicara jumlah pemilih terbesar di Indonesia,"
"Karena jumlah pemilih terbesarnya itu ada di Jawa memang mau tidak mau orang mengatakan Jawa adalah kunci. Itu hukum politiknya saja. Kalau sekiranya separuh dari penduduk Jawa itu pindah ke Sumatera Utara, Sumatera Utara adalah kunci. Mau tidak mau politik itu mengikuti jumlah pemilih terbanyak di mana," ujar Rangkuti.
Baca juga: Kepala Daerah Disebut Jadi Kunci Perolehan Suara Capres pada Pilpres 2024
Menurutnya saat ini jika ditanya apakah yang menentukan adalah Jawa, jawabannya ya, karena pemilihnya banyak di sana.
"Tetapi apakah karena itu kemudian para calon pemimpin tidak bisa tumbuh dari mereka yang secara etnik bukan Jawa, secara geografik bukan Jawa, dan secara asal usul bukan Jawa, jawabannya tidak. Untuk tahun 2024 ini saya rasa sulit bagi calon presiden, karna nama-namanya sudah terkunci di tiga nama, ada Prabowo, Anis, dan Ganjar, kalau wakil masih terbuka ini," ungkapnya.
Namun prediksinya, ke depan perilaku pemilih akan berubah seperti menonton Youtube, jika tidak bagus dan menarik tidak akan di-like.
"Sistem kita ini kalau mau dibilang liberal ya liberal, nggak pandang, dan macem-macem, kalau punya kemampuan ya silakan. Kemudian asumsi yang kedua, kaum milenial ini tidak terpaku pada yang namanya etnik,"
"Sebagai contoh misalnya, prilaku pemilih di masa mendatang itu seperti nonton youtube, siapapun yang membuat sesuatu yang menarik di YouTube kita akan pasti like tidak perlu melihat sukunya apa, jenis kelaminnya apa, agamanya apa tidak peduli juga negaranya di manapun," katanya.
"Selanjutnya pemilih akan berbicara prestasi tidak lagi bicara etnik, prestasinya apa? tidak bisa ujuk-ujuk bisa jadi presiden, ujuk-ujuk bisa jadi gubernur, bisa jadi pemimpin daerah tidak bisa, sudah tidak trennya lagi,"
"Mau punya partai Sebesar apapun kalau tidak diminati oleh publik tidak akan bisa menjadi calon presiden. Jika nantinya IKN (Ibu Kota Negara) jadi pindah, maka pusat politik yang selama ini dikenal Jakarta, pasti akan berpindah ke Ibu Kota baru. Pusat kekuatan politik akan pindah dengan sendirinya," jelasnya.
(*)
Baca juga: Pemilih Rasional Pilih Anies Baswedan Sebagai Capres, Perbedaan Karakter Pemilih Ganjar dan Prabowo