IKN Nusantara
IKN Nusantara Jadi Ibu Kota, Jakarta Tanpa Walikota, Nasib Pelayanan ke Masyarakat?
IKN Nusantara jadi Ibu Kota, Jakarta tanpa Walikota, nasib pelayanan ke masyarakat?
Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Faizal Amir
TRIBUNKALTIM.CO - Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono menyatakan, pelayanan masyarakat berpotensi turun jika jabatan wali kota dan bupati dihapus dari sistem pemerintahan di Provinsi DKI Jakarta, setelah Ibu Kota Negara dipindahkan ke Kalimantan Timur.
Diketahui, saat ini pembangunan infrastruktur di Ibu Kota Nusantara atau IKN Nusantara, sangat massif.
"Jika wali kota dan bupati dihilangkan, tentu berimbas pada layanan publik yang semakin melorot.
Seharusnya, peran wali kota dan bupati diperkuat agar Jakarta menjadi kota bisnis global usai tidak lagi menjadi IKN," kata Mujiyono dilansir dari Kompas TV.
Menurut dia, wali kota dan bupati di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sangat dibutuhkan untuk mengoordinasikan kerja dinas-dinas di kewilayahan. Wali kota dan bupati juga merepresentasikan perpanjangan tangan Gubernur DKI Jakarta seperti selama ini.
"Dengan itu justru seharusnya peran wali kota dan bupati diperkuat untuk mengoordinasikan kerja dinas-dinas di wilayah. Selain itu wali kota dan bupati di Jakarta sifatnya administratif dan tidak dipilih oleh rakyat," ujar Mujiyono.
Ia menilai, alasan penghapusan wali kota dan bupati untuk penyederhanaan birokrasi tidak tepat karena pengelolaan pemerintahan di Jakarta tidak seperti mengelola sebuah korporasi.
"Perbaikan sistem birokrasi memang diperlukan, tapi tidak seharusnya menghapus wali kota dan bupati," ucapnya.
Mereka ini pembina kewilayahan yang harus mengerti karakteristik dan budaya warga di setiap wilayah. Tidak melulu berkaitan dengan birokrasi, namun pamong untuk warga Jakarta yang beragam," ucapnya.
Hal serupa disampaikan Anggota DPRD DKI Jakarta Karyatin Subiyantoro.
Ia menyebut tidak adanya wali kota dan bupati administrasi Jakarta setelah kepindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur (Kaltim), akan mempersulit pengelolaan pemerintahan dan pelayanan masyarakat di Jakarta.
Hal itu sulit dilakukan karena berbagai hal. Mulai dari luasnya wilayah Jakarta sampai masyarakat Jakarta yang heterogen sehingga memiliki kompleksitas permasalahannya sendiri.
"Karena itu sangat tidak memungkinkan dijangkau langsung oleh seorang gubernur. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saja ada Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan lain-lain dan itu juga ada otorisasi daerah," ujarnya.
Karyatin menilai, penghapusan kursi wali kota dan bupati di Jakarta akan menimbulkan persoalan baru. Salah satunya pelayanan masyarakat akan tersendat dan jalur birokrasi bisa semakin panjang.
Pasalnya, selama ini masyarakat dapat menyampaikan keluhan dan pendapatnya kepada gubernur melalui wali kota atau bupati, karena mereka merupakan kepanjangan tangan gubernur dalam melayani warganya di kota maupun kabupaten setempat.
Menurut Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta ini, bukan berarti dengan dihapuskannya jabatan bupati dan wali kota di DKI, kemudian birokrasi akan sederhana (simpel).
Jakarta diwacanakan tidak memiliki jabatan wali kota dan bupati setelah tidak menyandang sebagai Ibu Kota Negara (IKN). Karena itu, pengelolaan pemerintahan sepenuhnya langsung ditangani gubernur.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Manoarfa setelah bertemu dengan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono di Balai Kota Jakarta, Kamis (24/11).
"Jadi sistem pemerintahan ke depan Jakarta tetap seperti hari ini, sebuah provinsi yang dikepalai oleh seorang gubernur dan kemudian tidak perlu ada bupati atau wali kota," kata Suharso.