Mata Lokal Memilih
Sisi Negatif Bajak Membajak Kader Disinggung, Hasto Ungkap Alasan PDIP Ogah Gabung Koalisi Perubahan
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengungkap alasan partainya enggan gabung dengan koalisi perubahan yang terdiri dari NasDem, PKS, Demokrat
TRIBUNKALTIM.CO - Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengungkap alasan partainya enggan bergabung dengan koalisi perubahan yang terdiri dari NasDem, PKS dan Demokrat.
Hasto mengatakan, partainya konsisten akan tetap mengusung kadernya sendiri untuk maju dalam pemilihan presiden (pilpres) 2024.
Selain karena pidato Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dalam HUT ke-50 PDI-P bahwa calon presiden (capres) yang akan diusung partainya adalah kader internal, alasan lainnya karena prinsip kaderisasi.
"Sikap PDI Perjuangan yang selalu mengedepankan kader adalah pilihan yang paling rasional daripada sikap pragmatis mendorong pihak lain hanya karena pertimbangan elektoral," katanya kepada Kompas.com, Minggu (26/2/2023).
Baca juga: DPP PDIP Marah ke Ganjar Pranowo? Sekjen Hasto: Klarifikasi Pernyataan Siap Jadi Capres 2024
Menurut dia, dalam kehidupan politik yang sehat, setiap partai mengembangkan fungsi kaderisasi melalui sekolah partai.
Dari situ, lanjut Hasto, diharapkan lahir kader-kader partai yang memang disiapkan untuk menjadi pemimpin.
Ia juga menyinggung soal fenomena pindahnya kader parpol ke parpol lainnya.
"Tradisi bajak membajak kader sebagaimana halnya transfer pemain dalam sepak bola, adalah wujud negatif wajah demokrasi elektoral," tutur Hasto.
Masalah kaderisasi itu juga yang menjadi alasan PDI-P enggan kerja sama politik dengan bakal koalisi perubahan, yaitu Partai Nasdem, Demokrat dan PKS.
Seperti diketahui, bakal koalisi perubahan mengusung Anies Baswedan yang bukan kader partai manapun.
"Dengan mengingat bahwa berdasarkan pidato politik Ibu Ketua Umum pada saat HUT Partai ke 50 di mana partai akan mengusung kader internal partai, maka jelas, capres kami berbeda dengan ketiga partai tersebut sehingga kerja sama tidak dilakukan, mengingat ketiga partai tersebut sudah memutuskan capres di mana Anies bukan kader kami," kata Hasto.
Hasto pun menyampaikan kembali kronologi bagaimana ia kemudian menyatakan sikap PDI-P tak bisa berkoalisi dengan bakal koalisi perubahan.
Ia menjelaskan, saat itu dirinya ditanya awak media soal apakah PDI-P memungkinkan bekerja sama dengan Nasdem, Demokrat dan PKS yang sudah mengusung Anies.
Melihat kesepakatan tiga partai itu, Hasto menegaskan PDI-P tak bisa menjalin kerja sama mengingat yang diusung bukan kader dari PDI-P.
"Saya tegaskan bahwa PDI Perjuangan mengucapkan selamat atas kerja sama ketiga partai tersebut," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Sekjen PKS Aboe Bakar Alhabsyi mengucapkan selamat tinggal pada PDI-P pasca pihaknya resmi mendeklarasikan Anies sebagai capres, Kamis.
“Oke, selamat tinggal,” sebut Aboe ditemui di kantor DPP PKS, Jalan TB Simaputang, Jakarta Selatan.
Ia mengaku tak ambil pusing dan mempersilakan masyarakat yang mau menikmati berbagai narasi yang dilontarkan Hasto, utamanya soal tidak mau berkoalisi dengan Koalisi Perubahan.
Aboe optimistis banyak pihak akan mendukung PKS dan Anies dalam kontestasi elektoral mendatang.
Baca juga: Ganjar Pranowo Siap Maju Pilpres 2024, Hasto: PDIP Belum Umumkan Capres
Kemudian Ketua DPP Bidang Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Nasdem Effendi Choirie enggan ambil pusing atas sikap PDI-P.
Ia menyatakan menghormati sikap politik partai banteng itu.
Namun Effendi mengingatkan, jelang Pemilu 2024 lebih baik parpol memberikan narasi positif ketimbang perpecahan.
“Menawarkan solusi-solusi untuk menyelesaikan problem bangsa ini. Bukan mengumbar caci maki, dan fitnah,” imbuh dia.
Sementara itu, Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra meminta PDI-P tak perlu khawatir dengan bakal Koalisi Perubahan.
Menurutnya, jika PDI-P dan pemerintah saat ini telah merasa sudah memperjuangkan perubahan tak perlu kebakaran jenggot dengan semangat tiga parpol pengusung Anies.
Hasil Survei Capres dan Cawapres Kompas Terbaru
Terjawab sudah siapa Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) paling ideal versi survei Kompas terbaru, keputusan final ada di Megawati dan Prabowo.
Elektablitas kader PDIP Ganjar Pranowo beraada di urutan pertama bursa calon presiden (Capres) 2024.
Nama Ganjar kemudian disusul Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.
Sementara, pada bursa calon wakil presiden (Cawapres) 2024, ada nama Sandiaga Uno yang berada pada urutan pertama.
Sosok Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil, menjadi nama yang menempati urutan kedua bursa Cawapres 2024.
Litbang Kompas menggelar jajak pendapat mengenai elektabilitas para tokoh yang digadang-gadang sebagai kandidat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Pemilu 2024.
Menurut survei, bursa capres masih didominasi oleh tiga nama yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan.
Sementara, bursa cawapres diramaikan oleh sejumlah figur seperti Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, hingga Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Adapun survei ini berlangsung selama 25 Januari hingga 4 Februari 2023, melibatkan 1.202 responden yang dipilih dari 38 provinsi di Indonesia.
Jajak pendapat dilakukan dengan metode wawancara tatap muka, sedangkan sampel ditentukan secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat.
Baca juga: PDIP Kaget NasDem Anggap Anies Baswedan Antitesis Jokowi, Hasto Pertanyakan Etika Partai Surya Paloh
Menggunakan metode ini, survei memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin of error kurang lebih 2,83 persen.
Berikut rangkuman survei Litbang Kompas terbaru yang dirilis Rabu (22/2/2023).
Ganjar unggul
Menurut hasil survei terbaru Litbang Kompas, Ganjar Pranowo menempati urutan pertama elektabilitas kandidat capres.
Tingkat elektoral politikus PDI Perjuangan itu sebesar 25,3 persen.

Angka tersebut meningkat 2,1 persen ketimbang survei Oktober 2022, di mana Gubernur Jawa Tengah itu mencatatkan elektabilitas 23,2 persen.
Di urutan kedua ada Prabowo Subianto yang mencatatkan elektabilitas 18,1 persen.
Baca juga: Hadiri Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Balikpapan, Ganjar Disambut Ketua Umum dan Ratusan Kader
Tingkat elektoral Ketua Umum Partai Gerindra itu naik 0,5 persen ketimbang jajak pendapat sebelumnya di angka 17,6 persen.
Sementara, Anies Baswedan di urutan ketiga dengan elektabilitas sebesar 13,1 persen.
Potensi keterpilihan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menurun signifikan hingga 3,4 persen, dari 16,5 persen pada survei Oktober.
Jika dikalkulasikan, Ganjar memiliki selisih elektabilitas dengan Prabowo sebanyak 7,2 persen dan berjarak 12,2 persen dengan Anies.
Selain tiga nama itu, survei juga memetakan sejumlah sosok lain di bursa capres.
Berikut selengkapnya:
Ganjar Pranowo: 25,3 persen
Prabowo Subianto: 18,1 persen
Anies Baswedan: 13,1 persen
Ridwan Kamil: 8,4 persen
Sandiaga Uno: 1,6 persen
Andika Perkasa: 1,6 persen
Agus Harimurti Yudhoyono: 1,3 persen
Tri Rismaharini: 1 persen
Baca juga: PKS Pastikan Dukungan ke Anies Baswedan Jadi Capres di Pilpres 2024, Meski Cawapresnya Bukan PKS?
Bursa cawapres
Di bursa cawapres, ada tiga nama yang mencatatkan elektabilitas tinggi yakni Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, dan Anies Baswedan.
Elektabilitas Sandiaga berada di urutan pertama dengan angka 12,4 persen.
Angka tersebut meningkat 1,8 persen dibanding survei sebelumnya.
Pada Oktober 2022, elektabilitas Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu tercatat sebesar 10,6 persen.
Di posisi kedua, ada Ridwan Kamil yang mencatatkan tingkat elektoral 10,1 persen.
Elektabilitas Gubernur Jawa Barat itu turun sebesar 1,4 persen, setelah pada Oktober 2022 memperoleh angka 11,5 persen.
Sementara itu, elektabilitas Anies Baswedan sebagai cawapres berada di urutan ketiga dengan raihan angka 6 persen.
Angka itu menunjukkan penurunan sebesar 3,3 persen dibandingkan survei sebelumnya di angka 9,3 persen.
Selain ketiga nama itu, ada sejumlah nama lainnya yang disebut-sebut layak sebagai cawapres mendatang.
Berikut selengkapnya menurut hasil survei terbaru Litbang Kompas:
Sandiaga Uno: 12,4 persen
Ridwan Kamil: 10,1 persen
Anies Baswedan: 6 persen
Ganjar Pranowo: 5,9 persen
Prabowo Subianto: 3,8 persen
Agus Harimurti Yudhoyono: 3,7 persen
Erick Thohir: 3,1 persen
Tri Rismaharini: 2,6 persen
Puan Maharani: 1,7 persen
Mahfud MD: 0,9 persen
Pendukung Anies
Survei secara khusus juga memetakan angka kepuasan responden pendukung Anies Baswedan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Hasilnya, sebanyak 52,2 persen pendukung Anies mengaku tidak puas dengan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Lalu, sebanyak 47,8 persen menyatakan puas.
Menurut tim Litbang Kompas, hasil survei ini mencerminkan kecenderungan bahwa penilaian publik terhadap kinerja pemerintah masih terikat kuat pada preferensi politik, terutama pada sikap dukungan kepada Jokowi.
"Para pendukung sosok capres yang dinilai menjadi bagian dari oposisi pemerintah cenderung menyatakan angka ketidakpuasan yang lebih besar. Begitu pula sebaliknya," tulis Litbang Kompas.
Selain Anies, survei secara khusus juga memetakan pendapat responden pendukung Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang merupakan kalangan partai oposisi.
Hasilnya, sebanyak 56,65 persen pendukung AHY mengaku puas dengan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Penilaian terhadap kinerja pemerintah yang hampir sama pun terbaca pada pendukung Ridwan Kamil di mana sebanyak 55,9 persen massa Gubernur Jawa Barat itu mengaku puas dengan kinerja Jokowi-Ma'ruf.
Di sisi lain, mayoritas pendukung tokoh-tokoh yang berada di kalangan pemerintah juga mengaku puas dengan kinerja Jokowi dan Ma'ruf.
Misalnya, sebagian besar pemilih Ganjar Pranowo (80,3 persen) menyatakan puas dengan kinerja pemerintah.
Ganjar merupakan representasi dari PDI-P, partai penguasa saat ini.
Kolega Ganjar di PDI-P, Tri Rismaharini, mayoritas pendukungnya (69,2 persen) juga mengapresiasi kinerja pemerintah.
Kondisi itu juga berselaras pada pemilih Prabowo Subianto ataupun Sandiaga Uno yang notabene merupakan saingan Jokowi dalam pemilihan presiden sebelumnya.
Survei menunjukkan, sekitar 68,3 persen pendukung Prabowo menilai positif kinerja pemerintah.
Begitu pula 75 persen pendukung Sandiaga yang berpandangan serupa.
"Bergabungnya kedua tokoh tersebut dalam jajaran menteri kabinet, sebagai bagian dari pemerintahan, membuat para pendukungnya pun tidak lagi cukup kritis menilai pemerintah," tulis Litbang Kompas. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.