Wawancara Eksklusif

Beber Penurunan Stunting, Dr.Ir Listyawardani, M.Sc: Jangan Lewatkan 1.000 Hari Periode Emas

Talkshow stunting menghadirkan Penyuluh KB Ahli Utama BKKBN, Dr.Ir Listyawardani, M.Sc dan Kepala Dinas DP3AKB Balikpapan, Dra. Alwiati, A.Apt.

TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE TRIBUN KALTIM OFFICIAL
BAHAS STUNTING - Talkshow Tribun Kaltim menghadirkan Penyuluh KB Ahli Utama BKKBN, Dr.Ir Listyawardani, M.Sc (kanan) dan Kepala Dinas DP3AKB Balikpapan, Dra. Alwiati, A.Apt. 

Menurunnya kan agak pelan ya dari 2019 angka 27 ke 21 sudah segitu persenan?

Kita kan harus 3 % ya. Agak melambat kemarin ini. Harusnya bukan 21 % ya karena harapan kita itu 20 sekian. Cuma ini masih 21. Artinya udah 2,8 % turunnya.

Ada yang beranggapan, dulu ada Covid sehingga penurunan stunting agak pelan. Benarkah?

Ya, agak melambat. Tapi waktu itu kita sudah dengan strategi baru. Dengan adanya strategi baru ini maka bisa mempercepat. Kalau kita gak ada strategi baru dan masih mengandalkan masih strategi lama dan ditambah Covid, angkanya tidak akan turun sebanyak itu.

Kalau tidak ada covid turunnya lebih tajam ya?

Ya banyak sekali akses terutama akses terhadap pangan. karena memang saat itu akses pangan terbatas. Karena pada saat Covid banyak orang yang kehilangan pekerjaannya.

Ibu Dani, tadi pagi Pak Gubernur juga mempertanyakan angka stunting SSGI dan Kemenkes juga mempertanyakan data itu. Bagaimana sebenarnya data Kemenkes ini bisa sinkron dengan yang ada di kabupaten Kota?

Ada dua metode yang mengukur. Pertama, metode sampling dan yang kedua adalah metode sensus. Kegunaannya sebenarnya beda. Yang satu, survey gizi, ada metode sampling yang dikawal oleh BPS, itu adalah untuk memprediksi, mengestimasi, suatu wilayah. Satuannya wilayah, dan tidak bisa ada di sensus itu kemudian ditanyakan by name by address.

Karena sampling itu hanya untuk menarik kesimpulan yang sifatnya wilayah. Sedangkan untuk mengetahui by name by address nya dimana, itu adalah melalui IPPGBM (Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat).

Itu yang berasal dari Posyandu. Nah ini memerlukan beberapa aspek seperti aspek coverage, aspek alat ukur yang harus standar, dan aspek petugas. Karena stunting ini bukan hanya menimbang, tetapi juga mengukur panjang bayi.

Kalau anaknya sudah berdiri, alat ukurnya berdiri, itu jauh lebih mudah. Kalau anak yang tidur ini susah. Persoalannya banyak sekali yang absen dan justru di kelompok-kelompok yang muda ini, dari 0 bulan - 12 bulan.

Itu kehadirannya rendah untuk di ukur. Jadi kita ada banyak miss dari prediksi itu. Padahal waktu pemeriksaan dia tertangkap bahwa dia stunting. Karena kadang kalau sampling itu mewakili semuanya.

Sebetulnya kami juga kecewa terhadap pemerintah daerah yang hanya berfokus pada hasilnya. Sekarang kita fokus pada intervensinya saja, deh. Kalau perbaiki PPGBM, memang menteri Kesehatan yanh sempurna.

Makanya tahun ini beliau menyiapkan seluruh Posyandu untuk siapkan alat ukur standar, kemudian diikuti pelatihan kadernya. Kemudian ada gerakan cakupan seluruhnya yang harus di ukur setiap bulan.

Dan pemerintah sebenarnya ingin lakukan survei ulang, katakanlah memperbesar sampling untuk bisa comparable dengan wilayah lain. Kita tetap harus dipadu oleh BPS, karena mereka yang punya sampling blok-blok mana yang bisa mewakili suatu populasi.

Adakah orang yang sempat menolak mengakui bahwa dirinya terindikasi stunting?

Ini sebuah tantangan dan ini sempat gempar dan akhirnya stunting dianggap stigma. Stunting terjadi karena adanya missed prediction stunting. Jadi pernah ada yang menolak, setelah itu tidak datang lagi ke Posyandu.

Nah itulah guna dari pendamping, jangan sampai menarik diri dan tetap aktif di Posyandu. Tadi disampaikan ada teknik bagan bagaimana melakukan komunikasi. Khusus untuk Balikpapan ada pendampingan terhadap pendamping.

Supaya pendamping itu juga dia tampil dalam melakukan pendampingan. Jangan sampai melakukan judgement. Itu yang jadi masalah nanti, sehingga yang bersangkutan malah tidak bisa diperbaiki.

Data kemenkes bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan stunting itu berdasarkan pertama pemberian air susu ibu ni, presentasenya besar bu 96,4 % . Ini kan apakah ibu-ibu sekarang zaman now ini tdak lagi memberikan asi atau bagaimana ini?

Kan ada faktor sensitif dan spesifik yah, spesifik itu kaitannya dengan integizi dan kita tahu bahwa masalah stunting ini di masalah periode 1000 hari pertama kehidupan dalam kandungan dan 2 tahun pertama kehidupan.

Nah di 2 tahun pertama kehidupan ini apa gizi yang cocok untuk bayi itu ASI, karena itulah yang bisa menyelamatkan bayi sampai dengan 6 bulan dia ASI ekslusif tanpa di campur yang lain.

Kemudian di atas 6 bulan sampai setahun sampai dua tahun itu ada yang disebut makanan pendamping asi (mapasi) ini ternyata dari hasil survey pun menunjukkan angka-angka tersebut buruk yah, contoh ini katanya pemberian asi eksklusif cuma 16 % , padahal itu lah sebetulnya kuncinya untuk mencegah stunting.

Kalau seandainya anaknya stunting pun sebetulnya kalau diberi ASI eksklusif dia bisa menjadi sehat, katakan pada saat lahir dia panjang kurang dari 48 cm kalau ibunya intensif memberikan ASI artinya kelainan yang lain tidak ada yah bisa di koreksi, itu bnyak kasus yang seperti itu.

Inilah yang menjadi PR kita bagaimana kita harus lebih memberikan semangat kepada ibu-ibu untuk memberikan ASI eksklusif ini, tidak ada makanan terbaik untuk bayi selain ASI.

Ini keprihatinan kita semua apa sebabnya yang menghambat ibu-ibu tidak memberikan asi.

Apa penyebabnya ini bu?

Biasanya kurang telaten memang, ya karena memang kalau memberi ASI itu harus ada keinginan dari ibu sendiri, ibu mau memberikan asi tidak kepada anaknya. Kalau tidak ada keingina dari dirinya susah untuk petugas memberikan bantuan motivasi, cara menyusui yang baik, cara merawat payudara yang baik supaya menghasilakn ASI yang baik ketelatenan seperti itu.

Kemudian ada hambatan-hambatan misalnya ibunya bekerja sehingga harus terpisah dari anaknya tidak bisa pulang sewaktu-waktu untuk memebrikan ASI akhirnya terputus. Jadi banyak sih itu harus kembali kepada ibunya.

Katakanlah oleh karena itu kenapa di setiap tempat kerja itu ada tempat untuk menyusui atau untuk harus di pompa ada ruang khususnya. Sekarang kan teknologi udah macam-macam yah asinya di taro di kulkas dulu kemudian nanti ada yang di rumah membantu memberikan ASI dan yang lain-lain.

Nah ini justru harus digali ini dan harus ada dorongan dari suami. Mendorong semangat ibu untuk memberikan ASI, karena kalau stres juga ASI bisa terhambat.

Pertanyaannya, ibu-ibu zaman now itu di kota di desa atau di kabupaten yang enggan memberikan asi kepada anaknya?

Kebanyakan memang faktor kesibukan ibu bekerja. Kita bisa lihat memang di desa juga bisa terjadi ada yang alasannya air susu gak keluar.

Itu hanya alasan sebenarnya harus ada keinginan, kalau memang dia ingin mau sebenarnya bisa di laksanakan, terus di sini IMD sudah bagus, ini inisiasi menyusui dini udah tinggi udah 60 % , dilaksanankan di faskes saat dia melahirkan ditempelkan langsung ke payudara.

Tapi begitu sampai di rumah ternyata drop out dulu ASI eksklusifnya turun jadi 16 % , artinya upaya faskes sebenarnya sudah ada sampai angkanya lumayan bagus 60 % , tapi begitu pulang nah ini berarti lingkungan keluarga, yaitu suami dalam hal ini.

Jika sudah melewati 1000 HPK dan di cap sebagai stunting, Itu apakah akan stunting seterusnya?

Kenapa 1.000 hari, karena di situlah terjadinya stunting dan di situlah stunting bisa diperbaiki. Terutama perkembangan otak contohnya.

Kalau lewat dari 1.000 ya terlambat. 80 % otak kita itu terbentuk dari 1000 HPK itu. Jadi kalau lewat dari itu, ada sih 20 % tapi tetap sedikit. Inilah golden period yang jangan terlewat. Lebih baik kita fokus.

Dan stunting bisa tumbuh kapan saja atau setiap saat. Misal dia sudah stunting, sembuh, itu akan bisa tumbuh lagi. Makanya harus dimonitor terus makanya harus penimbangan dan pengukuran panjang setiap bulan.

Supaya kalau ada gejala tidak meningkat, maka langsung diintervensi. Langsung diperbaiki. Jangan sampai nunggu. Karena kalau sudah nunggu kepanjangan sudah buruk akan susah diperbaiki.

Artinya terus-terusan intervensi dong kalau begitu?

Iya. kan monitoring dan intervensi. Jadi monitoringnya terus ditimbang dan ukur berat badan, dan jangan sampai dia turun ke garis yang tidak normal. Perlu peran masyarakat.

Gimana caranya biar ada peran masyarakat?

Yang pertama kepedulian dulu tentang persoalan stunting. Kita jangan sampai lengah dan jika kita sdh memutuskan utnuk punya anak kita punya balita kita tidak boleh lengah sampai dia lepas masa periode emas itu.

Harus sadar dulu, kalau tidak sadar ya balik lagi intervensi. Harus sabar, kemudian ada upaya dari dia. Dari siapa? dari pihak yang tidak mampu. Dari bapak asuh dari individu, pengusaha dan yang bisa membantu di wilayah itu.

Sejauh ini, untuk CSR berapa banyak peran swasta yang turut serta?

Menurut pemgalaman saya ya, harus satu persatu. Karena itu teknis bagaimana sampai dia melakukan dukungan berupa PMT kan jelaskan. Kemudian butuh biaya berapa dan itu harus diprogramkan di perusahaan itu sendiri.

Gak bisa tiba-tiba perusahaan ditodong Pemerintah kita aja merencanakan setahun sebelumnya.
Nah khusus di Kaltim ini ada baznas yang menghimpun zakat baik dari teman-teman perorangan yang mungkin juga sedekah dari perusahaan atau apa ditampung oleh basnas, dia akan diberikan bantuan kepada anak-anak stunting.

Nah mudah-mudahan nanti baznas bisa mengharapkan dukungan dari pak Gubernur untuk mendorong perusahaan. Silakan mau langsung atau lewat siapa silakan. Tapi kita punya pemetaan BKKBN dibantu BPD.

Jadi kita bertanggung jawablah transparan, mana yang sudah punya bapak asuh dan yang belum. Dan karena data kita itu ada dibawah.

Sebagai kata penutup, pesan terhadap kasus stunting ini?

Sebenarnya sesuai dengan sifatnya yah. Gen Z ini bisa menjadi duta. Jadi dia yang justru jadi pelaku, otomatis kalau dia jadi pelaku dia akan belajar dulu bagaimana sih masalahnya, apa itu stunting, bagaimana jadi generasi yang betul-betul berencana.

Jadi kita tempatkan dia sebagai tokoh. Dan keuntungannya kita bahwa dengan kita menempatkan dia di posisi terhormat dia akan bergerak dengan cepat dan menjadi pelopor.

Dan tentunya karena anak-anak muda ini senang sekali pada hal hal yang sifatnya sosial, populer, maka tidak lepas dukungan juga dengan media sosial. Jadi justru pelopor awalnya harus dari media yang menggerakkan.

Nanti dari pihak pemerintah membackup masalah substansi. Karena sekarang viral dari top dulu. Mungkin itu langkah yang palimg strategis yang bisa dilakukan untuk generasi Z. (Syintia Alfatika Sari)

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved