Wawancara Eksklusif

Pengakuan Anies Baswedan soal Memilih Pasangan Calon Wakil Presiden , Perlu Waktu dan Ngobrol

Anies Baswedan memastikan konsolidasi makin solid itu penting usai mendapatkan dukungan dari partai politik.

Editor: Adhinata Kusuma
TRIBUNNEWS
WAWANCARA KHUSUS - Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra (kiri) mewawancarai khusus bakal calon presiden Anies Baswedan di Jakarta, Kamis (2/3/2023) malam. 

TRIBUNKALTIM.CO - Anies Baswedan telah mendapatkan dukungan tiga partai untuk maju menjadi bakal calon presiden di Pilpres 2024.

Lantas dalam waktu dekat ini, apa saja yang akan dilakukannya? Bagi Anies Baswedan, memastikan konsolidasi makin solid itu penting.

“Kita ingin Indonesia lebih baik, kita ingin Indonesia maju rakyatnya bahagia. Pemerintahannya efektif tata kelola berjalan dengan baik. Kita ingin itu semua. Tapi saat kita ingin semua itu, kok cuma lihat angka survei ya. Dan media hanya melihat angka survei. Pertanyaannya, Indonesia butuh orang yang seperti apa, butuh orang dengan gagasan apa, butuh orang dengan rekam jejak seperti apa. Butuh orang yang selama ini mengerjakan apa,” tutur bakal calon presiden Anies Baswedan.

Berikut lanjutan wawancara Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Anies Baswedan.

Seberapa sulit sebenarnya memilih untuk calon pasangan Wakil Presiden?

Susah dan tidak, itu perasaan ya. Jadi ini pasti akan perlu waktu, harus ngobrol dan diskusi memastikan bahwa pasangan yang terbentuk membuat koalisi semakin solid. Itu yang diperlukan.

Baca juga: Serap Aspirasi Masyarakat Keliling Nusantara, Anies Baswedan Anggap Sebagai Perjalanan Spiritual

Baca juga: Kerap Diserang Komentar Netizen, Anies Baswedan Anggap Ngrasani Itu Bukan Barang Baru


Jadi menurut Pak Anies susah atau tidak susah itu soal perasaan ya?

Barangkali bukan hanya nggak gampang tetapi perlu waktu.

Kalau boleh diceritakan apa dinamika yang paling menonjol selama proses memilih Wakil Presiden?

Kan belum ini baru tiga partai.

Bagaimana pengalaman Pak Anies waktu memilih wakil saat pemilihan kepala daerah DKI Jakarta?

Kalau waktu itu sudah jadi soalnya nggak perlu memilih. Kalau sekarang ini beda.

Pertanyaan pamungkas saya apa poin penting yang ingin Pak Anies sampaikan ke masyarakat?

Barangkali gini, kita ingin Indonesia lebih baik, kita ingin Indonesia maju rakyatnya bahagia. Pemerintahannya efektif tata kelola berjalan dengan baik. Kita ingin itu semua.

Tapi saat kita ingin semua itu kok cuma lihat angka survei ya. Dan media hanya melihat angka survei. Kita ini ingin Indonesia yang lebih baik.
Pertanyaannya Indonesia butuh orang yang seperti apa, butuh orang dengan gagasan apa, butuh orang dengan rekam jejak seperti apa. Butuh orang yang selama ini mengerjakan apa.

Coba semua media-media mainstream direduksi jadi tentang persentase. Seseorang disebut sebagai potensial tergantung angka surveinya saja kok. Seseorang dengan gagasan dan rekam jejak kalau angka survei kecil dia tidak dimasukkan ke dalam calon potensial.

Menurut saya ini reflektif. Mengapa? Karena republik ini didirikan dengan gagasan ketika kita memutuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, itu dengan voting. Yuk kita hitung jumlah voting suara terbanyak, terpilih bahasa Jawa. Kenapa gagasan sebab kita ingin sebuah bangsa yang ada kesetaraan, kita ingin bangsa yang punya daya rekat yang kuat oleh bahasa.

Jadi sebuah republik didirikan oleh gagasan oleh semua orang yang berkumpul di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), itu mereka adalah orang intelektual semua. Di saat 95 persen penduduk Republik Indonesia ini buta huruf.

Lalu mereka membuat sebuah Republik yang setara. Bukan republik untuk satu golongan, bukan republik untuk golongan atas atau golongan ningrat karena kita tempatkan gagasan dan rekam jejak sebagai barang utama, bukan angka. Saya mengajak mari kita dorong agar percakapan lima tahunan ini menjadi percakapan yang lebih substantif.

Karena kita ini dalam sebuah perjalanan menuju cita-cita republik. Kaum cendekiawan terdidik waktu itu memutuskan Indonesia merdeka lalu mereka menuliskan dalam rangkaian pesan narasi yang namanya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

Itu dahsyat, dia katakan untuk melindungi setiap tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, terlibat ketertiban dunia, dan ujungnya meraih keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi menuju ke sana setiap lima tahun sekali, saya ibaratkan kalau ini perjalanan satu grup gitu dalam suatu pengembaraan di hutan, maka setiap satu kilometer berhenti. Buka kompasnya, sebentar kita tadi titik berangkatnya di sana kita sekarang mau ke sana.

Kemudian tentukan lagi ketuanya siapa untuk lima tahun kedepan. Lima tahun ke depan bukan hanya soal 5 tahun atau 15 tahun kemarin tapi soal cita-cita Republik Indonesia. Menurut saya, sudah saatnya kita secara serius membicarakan Indonesia mau ke mana gagasan apa yang ditawarkan. Rekam jejak apa yang dibawa karena kita berbicara sebuah bangsa yang besar. Sumber daya yang luar biasa banyak.

Ketika kita berbicara tentang mencari orang yang menjadi ketua kelompok ini bukan sekadar banyak-banyakan. Nanti kalau sudah jadi kandidat otomatis akan dapat suara kok. Ini tugas partai politik, media untuk mengelaborasi rencana lima tahun ke depan agar menjadi sinkron apa yang mau diraih sebagai republik dan siapa-siapa saja yang diberikan tugas. (Tribun Network/Reynas Abdila/Bagian 3/Selesai)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved