Berita Kutim Terkini
Mengenal Tarian Kisah Pilu Long Diang Yung di Kutai Timur
Hari Guru Nasional (HGN) bersamaan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Guru Republik Indonesia
Penulis: Nurila Firdaus | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SANGATTA - Hari Guru Nasional (HGN) bersamaan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) diperingati setiap tanggal 25 November.
Untuk itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur menggelar upacara HGN dan HUT PGRI di halaman Kantor Bupati Kutai Timur, Bukit Pelangi Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Sekolah TK Kemala Bhayangkari 09 Sangatta Utara, Maryam Aria Arifin mendapatkan penghargaan lantaran menjadi juara 1 di Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) tingkat Provinsi Kalimantan Timur.
"Alhamdulillah, kemarin di tingkat Provinsi Kaltim mendapat juara 1 seni tari kreasi daerah Nusantara putri," ungkap Maryam, Kamis (30/11/2023).
Baca juga: Inilah Kumpulan Ucapan Selamat Hari Guru Nasional 2023 dalam Bahasa Inggris dan Artinya
Kata dia, ia berhasil membawakan tarian yang menceritakan kisah pilu Long Diang Yung sehingga setelah tingkat Provinsi Kaltim, dirinya akan mewakili Provinsi Kaltim ke tingkat nasional.
Setelah menerima penghargaan dari Pemkab Kutim, Maryam diberi kesempatan menampilkan tarian Kisah Pilu Long Diang Yung di hadapan Forkopimda dan tamu undangan upacara HGN dan HUT PGRI.
Padi Keadaan Kering
Katanya, tarian tersebut bagian dari upacara adat Lom Plai yang digelar setiap tahun di Kecamatan Muara Wahau atau oleh suku Dayak Wehea.
"Kisahnya, Long Diang Yung putri padi yang zaman dulu saat padi keadaan kering, putri itu yang bisa menumbuhkan kembali di daerah kita (Wahau Wehea)," jelasnya.
Ceritanya, Long Diang Yung anak dari Diang Yung Ratu Dayak Wehea, yang mana Ratu Dayak Wehea itu mengorbankan anaknya hingga meneteskan darah demi menyuburkan kembali padi di wilayah Wehea.
Baca juga: Kanda dan Dinda Duta Budaya Kutim Bakal Promosikan Festival Sekerat dan Budaya Dayak Wehea
"Tetesan darahnya itulah yang dapat mengalir ke tanah, dan sampai tumbuh kembali padi yang ada di daerah Wahau," ujarnya.
"Dimana upacara tersebut dilakukan setiap tahun dengan sebutan Lomplai," pungkasnya.
(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20231130_Maryam-Aria-Arifin-Long-Diang.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.