Pilpres 2024
121 Kasus Penyalahgunaan Kekuasaan Dibeber Koalisi Masyarakat Sipil Jelang Pencoblosan Pilpres 2024
121 kasus penyalahgunaan kekuasaan dibeber Koalisi Masyarakat Sipil jelang pencoblosan Pilpres 2024.
Penulis: Kun | Editor: Amalia Husnul A
TRIBUNKALTIM.CO - Simak informasi seputar Pilpres 2024 terkini.
Tengok 121 kasus penyalahgunaan kekuasaan dibeber Koalisi Masyarakat Sipil jelang pencoblosan Pilpres 2024.
Temuan 121 kasus penyalahgunaan kekuasan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 jadi sorotan publik.
Diketahui pemantauan terhadap netralitas pejabat dan aparatur negara dalam Pemilu 2024 ini dilakukan sejak penetapan calon presiden dan calon wakil presiden (capres atau cawapres) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga masa kampanye, dari 13 November 2023 hingga 5 Februrari 2024.
Baca juga: Link Live Streaming Pantau Quick Count Pilpres 2024, Hasil Hitung Cepat Pemilu Rabu 14 Februari
Baca juga: Sempat Terkendala Banjir, 37 TPS di Kecamatan Muara Bengkal Kutim Terima Logistik Pemilu 2024
Baca juga: Viral Tiktok Sound "Bisa Tapi Mati", Inilah Asal - Usulnya
Berdasarkan hasil pemantauan, koalisi masyarakat sipil menemukan adanya penggunaan sumber daya negara, mulai dari fasilitas, anggaran, kebijakan dan program untuk kepentingan kampanye dan pemenanganan kontestasi politik elektoral.
"Ditemukan 121 kasus dengan 31 kategori tindakan penyimpangan aparat negara di seluruh Indonesia. Dengan kata lain selama tiga bulan, terjadi rata-rata 40 kasus lebih setiap bulannya," kata Direktur Imparsial Ghufron Mabruri saat memberikan materi dalam diskusi bersama koalisi masyarakat sipil di Jakarta, Minggu (11/2/2023).
Secara kuantitatif, lanjut Gufron, jumlah tindakan jauh lebih tinggi dari jumlah kasus yang ada.
Tetapi kemudian dikelompokkan dalam 31 kategori mengacu pada tindakan yang terjadi.
Tujuh bentuk tindakan penyimpangan yang paling mendominasi antara lain 38 dukungan ASN terhadap capres/cawapres tertentu, 16 kampanye terselubung, 14 dukungan terhadap kandidat tertentu, 10 politisasi bantuan sosial (bansos), 9 dukungan pejabat terhadap kontestan tertentu, 8 penggunaan fasilitas negara, dan 5 tindakan intimidasi terselubung.
"Dalam pemantauan ini, sebagaimana dijelaskan dalam kerangka konseptual dan m etodologis, terdapat tiga jenis pelanggaran dalam kasus-kasus penyimpangan aparat negara, yaitu kecurangan pemilu, pelanggaran netralitas, dan pelanggaran profesionalitas," kata Gufron.
Baca juga: Link Nonton Quick Count Pilpres 2024 via Litbang Kompas, Pantau Hasil Suara Anies, Prabowo, Ganjar
Seluruh kasus penyimpangan aparat negara dalam periode pemantauan ini, terdiri dari kecurangan pemilu (60 tindakan), pelanggaran netralitas (54 tindakan), dan pelanggaran profesionalitas (7 tindakan).
"Meski dibedakan dari jenisnya, seluruh bentuk pelanggaran yang terjadi berdampak pada pelanggaran prinsip pemilu yang jurdil dan demokratis," katanya.
Adapun sebaran wilayah pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan terjadi di hampir seluruh provinsi di Indonesia dengan lima teratas, yakni DKI Jakarta merupakan provinsi dengan pelanggaran tertinggi (14 kasus) diikuti Jawa Barat (13 kasus), kemudian Jawa Tengah dan Banten (12 kasus), dan Jawa Timur (11 kasus).
Gufron lantas mengungkap kandidat paling diuntungkan berdasarkan penyalahgunaan kekuasan dalam Pemilu 2024 ini.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20240212_istilah-pemilu-ya.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.