Sejarah
Sejarah 30 Maret: Hari Film Nasional Indonesia, Darah dan Doa Jadi Film Lokal Pertama yang Tayang
Salah satu sejarah 30 Maret yaitu tentang Hari Film Nasional Indonesia, Darah dan Doa menjadi film lokal pertama yang tayang.
Penulis: Nisa Zakiyah | Editor: Briandena Silvania Sestiani
TRIBUNKALTIM.CO - Salah satu sejarah 30 Maret yaitu tentang Hari Film Nasional Indonesia, Darah dan Doa menjadi film lokal pertama yang tayang.
Seperti diketahui, Hari Film Nasional selalu diperingati setiap tanggal 30 Maret.
Tanggal tersebut ditetapkan sebagai peringatan Hari Film Nasional karena diambil dari momen pengambilan gambar pertama film Darah dan Doa.
Baca juga: Sejarah 29 Maret: Royal Albert Hall Dibuka oleh Ratu Victoria untuk Mengenang Suaminya
Sedangkan, darah dan Doa atau Blood and Prayer karya sutradara Usmar Ismail melangsungkan proses syuting pertamanya pada 30 Maret 1950.
Untuk mengetahui informasi lengkapnya, simak ulasan berikut.
Sejarah Hari Film Nasional Indonesia
Dilansir dari kompas.com, penetapan Hari Film Nasional Penetapan Hari Film Nasional jatuh pada 30 Maret yang ditetapkan oleh Dewan Film Nasional selaku organisasi perfilman pada 11 Oktober 1962.
Melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres RI) tanggal 29 Maret 1999 Nomor 25 Tahun 1999 tentang Hari Film Nasional, Presiden B.J. Habibie menetapkan tanggal 30 Maret sebagai Hari Film Nasional.
Dimana penetapan ini terjadi setelah 37 tahun film perdana lokal tersebut tayang.
Hari Film Nasional Ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan kepercayaan diri dan memotivasi insan perfilman Indonesia untuk meningkatkan prestasi sehingga bisa mengangkat derajat film Indonesia.
Baca juga: Sejarah 28 Maret: RSUD Dr. Soetomo Surabaya Lakukan Operasi Transplantasi Wajah Pertama di Indonesia
Perlawanan Ketetapan Hari Film Nasional sempat mendapat perlawanan dari golongan kiri yang sangat agresif dalam menghadapi pihak yang dianggap sebagai lawan-lawannya.
Perlawanan itu pertama kali mencuat di tahun 1964 di mana golongan kiri membentuk PAPFIAS (Panitia Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika Serikat).
PAPFIAS juga melakukan serangan-serangan terhadap film-film Usmar Ismail yang dianggap tidak nasionalis dan kontra-revolusioner.
PKI (Partai Komunis Indonesia) dan golongan kiri pun tidak mengakui tanggal 30 Maret 1950 sebagai Hari Film Nasional.
Mereka justru menuntut 30 April 1964 sebagai Hari Film Nasional karena tanggal berdirinya PAPFIAS.
Wacana penggantian tanggal Hari Film Nasional akhirnya lenyap seiring dengan terjadinya peristiwa Gestapu di tahun 1966.
Darah dan Doa 1950
Darah dan Doa menjadi film lokal pertama yang benar-benar disutradarai oleh orang Indonesia.
Pada saat itu, Usmar Ismail memproduksi Darah dan Doa dengan perusahaan filmnya sendiri yang bernama Perfini (Perusahaan Film Indonesia).
Baca juga: Sejarah 27 Maret: Hari Pelantikan Soeharto Sebagai Presiden Indonesia yang Kedua, 56 Tahun Silam
Berbekal pengalaman kerja di perusahaan film Belanda, Usmar Ismail akhirnya mendirikan Perfini dan mulai berkarya.
Film Darah dan Doa atau Blood and Prayer dibintangi oleh Del Juzar, Aedy Moward hingga Farida.
Del Juzar berperan sebagai Kapten Sudarto, prajurit Siliwangi dan Aedy Moward sebagai Sersan Mula.
Perlu diketahui, film ini lebih memfokuskan cerita pada Kapten Sudarto, seorang prajurit yang juga digambarkan sebagai manusia biasa yang bisa juga tergoda oleh wanita lain.
Cerita film ini adalah tentang kehidupan Kapten Sudarto.
Pejuang revolusi yang telah beristri tapi dalam perjalanan menuju Jawa Barat dari Yogyakarta, sempat tergoda dengan dua orang gadis.
5 Film Legendaris Usmar Ismail
Selain sebagai sutradara film, Usmar Ismail juga merupakan sastrawan, wartawan, dan pejuang Indonesia.
Baca juga: Sejarah 22 Maret: Meninggalnya Nanu Mulyono, Mantan Anggota Grup Lawak Indonesia Warkop DKI
Nama Usmar Ismail sendiri tidak bisa lepas dari sejarah panjang perfilman Indonesia.
Tokoh kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 20 Maret 1921 ini juga dikenal sebagai Bapak Perfilman Indonesia.
Karya-karya Usmar Ismail di dunia perfilman begitu melegenda.
Sepanjang kariernya di dunia film, Usmar Ismail membuat lebih dari 30 film.
Dikutip dari kompas.com, berikut ini lima film karya Usmar Ismail yang melegenda:
1. Darah dan Doa (1950)
Darah dan Doa adalah salah satu karya film milik Usmar Ismail yang paling monumental.
Film yang dirilis pada 1950 ini merupakan film pertama yang diproduksi oleh Indonesia setelah resmi menjadi negara berdaulat.
Darah dan Doa juga merupakan film pertama yang diproduksi oleh Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini).
Syuting pertama film Darah dan Doa pada 30 Maret 1950 bahkan diperingati sebagai Hari Film Nasional.
Film Darah dan Doa bercerita tentang seorang pejuang revolusi Indonesia yang jatuh cinta kepada gadis Jerman usai keduanya bertemu di tempat pengungsian.
Baca juga: Sejarah 23 Maret: Hari Kelahiran Achmad Soebardjo, Menteri Luar Negeri Indonesia Pertama
2. Enam Djam di Jogja (1951)
Berikutnya ada film dengan judul Enam Djam di Jogja.
Film ini merupakan film kedua yang diproduksi oleh Perfini.
Rilis pada tahun 1951, Enam Djam di Jogja mengambil cerita peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Enam Djam di Jogja menjadi film kedua yang diproduksi oleh PERFINI setelah Darah dan Doa.
Film ini dengan sadar melukiskan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 dengan cara fiktif.
Pasalnya, dokumen-dokumen yang ada dirasa belum lengkap dan takut menyinggung berbagai pihak.
Kendati demikian, Enam Djam di Jogja bisa dibilang mendulang kesuksesan yang cukup besar dan kerap ditayangkan di TVRI sampai era 1980-an.
3. Lewat Djam Malam (1954)
Film legendaris karya Usmar Ismail berikutnya adalah Lewat Djam Malam yang rilis pada tahun 1954.
Film ini merupakan hasil produksi dari Perfini dan Persari (Perseroan Artis Indonesia) yang didirikan oleh Djamaludin Malik.
Lewat Djam Malam mengambil setting waktu di masa-masa setelah Indonesia memproklamirkan Kemerdekaannya.
Ketika itu di Bandung, masih diterapkan aturan jam malam.
Film ini bercerita mengenai seorang tentara bernama Iskandar yang baru saja keluar dari dinas ketentaraan dan ingin memulai hidup baru sebagai orang sipil di Bandung di mana ia dapat berjumpa dengan kekasihnya, Norma.
Lewat Djam Malam juga pernah direstorasi pada 2012 lalu oleh National Museum of Singapore dan World Cinema Foundation, serta pernah diputar di ajang Festival Film Cannes 2012.
Di dalam negeri, Lewat Djam Malam berhasil menyabet penghargaan film terbaik di Festival Film Indonesia tahun 1955.
Baca juga: Sejarah 20 Maret: Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia, Cek Juga Tips Memutihkan Gigi Secara Alami
4. Tiga Dara (1956)
Selanjutnya ada film berjudul Tiga Dara.
Diproduksi tahun 1956, Tiga Dara merupakan film bergenre drama musikal yang dibintangi oleh Chitra Dewi, Mieke Wijaya, dan Indriati Iskak.
Film ini menceritakan kisah kehidupan tiga saudari Nunung (Chitra Dewi), Nana (Mieke Wijaya), dan Nenny (Indriati Iskak) yang dibesarkan oleh nenek mereka (Fifi Young).
Sebenarnya mereka juga tinggal bersama sang ayah, Sukandar (Hassan Sanusi), yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri.
Suatu hari, sang nenek mendesak Sukandar untuk mencarikan Nunung jodoh karena khawatir kalau tak sempat melihat cucunya tersebut menikah.
Film ini pernah direstorasi dan ditayangkan ulang di bioskop Indonesia pada Agustus 2016 lalu.
Meski termasuk film klasik, cerita yang disampaikan dalam film Tiga Dara masih bisa dinikmati oleh generasi sekarang.
Saat ini, film Tiga Dara hasil restorasi masih bisa disaksikan di situs streaming film legal Bioskoponline.com
5. Ananda (1970)
Film berjudul Ananda ini menjadi karya terakhir Usmar Ismail sebelum wafat pada 1971.
Film ini berkisah tentang Irma alias Ananda (Leni Marlina) yang harus berjualan pisang goreng sejak kematian ibunya.
Mendapat ibu tiri yang jahat membuat Ananda sering berpetualang dengan banyak lelaki.
Salah satunya adalah Rachim (Frank Rorimpandey), yang merenggut keperawanannya.
Demikian sejarah 30 Maret tentang Hari Film Nasional Indonesia. Semoga bermanfaat! (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.