Berita Mahulu Terkini

Cerita Gendongan Bayi dan Fakta Dibalik Asal-usulnya di Mahakam Ulu Kaltim

Gendongan bayi adalah salah satu perlengkapan penting yang dirancang khusus untuk membawa bayi dengan cara yang nyaman dan aman

Penulis: Kristiani Tandi Rani | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/KRISTIANI TANDI RANI
KARYA BUDAYA MAHULU - Gendongan bayi masyarakat Dayak, Baq Aban di Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Dengan berbagai jenis dan model, gendongan bayi menjadi solusi praktis bagi para orangtua yang ingin tetap aktif sambil menjaga keintiman dengan sang buah hati.  

Dalam sayembara itu terdapat tujuh pangeran yang gagah perkasa yang siap untuk mengikuti sayembara.

Raja meminta kepada peserta untuk mengeluarkan segala kemampuan dan kehebatan mereka untuk merebut putri tersebut.

Tidak lama kemudian sayembara pun dimulai, satu per satu pangeran yang dari kerajaan lain itu gugur dan hanya satu pangeran yang tersisa dari ketujuh pangeran tersebut.

Sang raja langsung mengumumkan kepada seluru rakyat kerajaan yang menyaksikan sayambara tersebut bahwa sang pemenang sayembara langsung malamar putri tersebut.

Semua rakyat memberikan penghargaan kepada raja atas pengumuman itu.

Tapi sang putri tidak mau di jodohkan oleh orang tuanya walau pun perjodohan itu dalam kelas terpandang.

Dia terus menolak perjodohan itu pada akhirnya sang ibu kesal dengan putri nya yang tidak mau ikut dengan perjodohan itu.

Baca juga: Mengenal 13 Macam Satuan Ukuran dalam Bahasa Dayak Bahau Busang di Mahakam Ulu Kaltim

Pada suatu hari sang ibu sangat marah sehingga mengeluarkan kata-kata yang tidak harus dia ucapkan.

Ibunya berkata jika kamu menolak perjodohan ini ibu tidak akan mengakui kamu lagi sebagai putri ibu, lebih baik kamu menikah dengan Iban Lakai atau raja hantu air

Iban Lakai adalah penjaga Jiram tiga titik atau Jiram Ben yang ada di sungai Kayan tepatnya di Long Uroq yang masih sangat aktif sampai saat ini.

Pada waktu ibunya mengucapkan kata-kata itu tidak diketahui oleh ibunya bahwa di belakang rumah ada genangan air kecil yang ada penungguhnya.

Sehingga penungguh air kecil itu yang menyampaikannya kepada Iban Lakai bahwa sang Ibu mengijinkan anaknya dilamar oleh hantu air.

Dengan senang hati raja air itu menerima kabar itu dan ia pun bersiap-siap mengatur strategi untuk melamar sang putri raja daratan Apau Kayan.

Dengan cara gaib raja Iban Lakai melamar sang putri raja daratan untuk putranya tanpa di ketahui oleh orang tuanya dan kakak-kakaknya.

Sang putri dilamar diam-diam tidak lama kemudian rakyat Iban Lakai pun datang menjemput sang putri raja daratan Apau Kayan.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved