Pilkada Samarinda 2024
Pilkada Samarinda 2024 Berpotensi Paslon Tunggal, Pengamat Politik: Parpol tak Poles Kader
KPU Kota Samarinda berencana memperpanjang batas waktu pendaftaran bakal pasangan calon yang akan ikut Pilkada Samarinda 2024
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - KPU Kota Samarinda berencana memperpanjang batas waktu pendaftaran bakal pasangan calon (bapaslon) yang akan ikut serta di Pilkada Samarinda 2024.
Hal ini ditanggapai oleh Pengamat Politik dari Universitas Mulawarman (Unmul), Dr. Saipul Bahtiar kepada TribunKaltim.co pada Sabtu (31/8/2024) di Samarinda, Kalimantan Timur.
Kemungkinan bagi partai-partai yang belum mendaftarkan pasangan calonnya untuk menggabungkan suara tersisa dengan partai lain yang sudah terdaftar juga masih memungkinkan terjadi.
Meski pada realitanya, dukungan parpol yang memiliki kursi di parlemen Kota Tepian sudah mengarah ke petahana Andi Harun yang sekarang berpasangan dengan Saefuddin Zuhri.
Baca juga: Kapolresta Pastikan Keamanan Pilkada Samarinda 2024, Siap Kerahkan Kekuatan Personel Polri
Potensi petahana melawan kotak kosong di depan mata dan kemungkinan tersebut sangat besar setelah Partai Golkar menjadi partai terakhir yang menyatakan dukungan kepada pasangan ini.
“Memang ada mekanisme perpanjangan pendaftaran di tahun 2020 Pilkada Kuiar dan Balikpapan sama seperti saat ini, ibaratnya kotak kosong dianggap situasi kondisional terakhir ketika waktu pendaftaran berakhir,” kata Saipul.
Menurutnya, opsi kotak kosong merupakan upaya terakhir, ketika benar–benar tidak ada lagi bapaslon yang mendaftar dan memastikan ikut dalam Pilkada.
“Kotak kosong upaya terakhir setelah ada upaya sebelumnya. Tetap dibuka perpanjangan waktu, tapi jadwal tahapan tetap berjalan tidak ada yang diubah,” imbuhnya.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2024 Pasal 135 huruf B, suara sah yang dimiliki oleh partai politik atau gabungan partai politik yang belum mencapai akumulasi perolehan suara sah tetap bisa digunakan untuk mendaftarkan kembali pasangan calon dengan komposisi partai politik yang berbeda.
Baca juga: Pilkada Samarinda 2024, KPU Nyatakan Berkas Pendaftaran Andi Harun-Saefuddin Zuhri Lengkap
KPU Samarinda sendiri menunggu arahan lebih lanjut dari KPU RI terkait mekanisme dan jadwal perpanjangan pendaftaran pasangan calon walikota dan wakil walikota Samarinda yakni surat dinas berkaitan dengan jadwal perpanjangan.
Sebagai informasi, pasangan Andi Harun-Zuhri telah mendapatkan dukungan dari seluruh partai pemilik kursi di DPRD Samarinda.
Sebut saja Partai Gerindra dengan 9 kursi, Golkar 8 kursi, PDI Perjuangan 7 kursi, PKS 5 kursi, NasDem 5 kursi, Partai Amanat Nasional 4 kursi, Partai Demokrat 3 kursi, PKB 2 kursi, Gelora 1 kursi dan PPP 1 kursi, ditambah satu partai non-parlemen, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
Dengan demikian, tersisa tujuh partai politik non-parlemen yang tidak menyatakan dukungan pada keduanya.
1. Partai Hanura 5.948 suara sah
2. Perindo 3.897 suara sah
3. Partai Bulan Bintang 2.237 suara sah
4. Partai Ummat 2.007 suara sah
5. Partai Buruh 1.914 suara sah
6. Garuda 1.074 suara sah
7. PKN 1.068 suara sah
Melihat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) terakhir Samarinda sebesar 604.420.
Syarat mengajukan pasangan calon kepala daerah minimal mendapatkan dukungan suara sah sebesar 7,5 persen.
Hasil pemilu bulan Februari 2024 perolehan suara sah partai politik 446.091.
Artinya, minimal calon kepala daerah yang ingin maju, wajib mendapatkan dukungan sebanyak 33.456 suara sah dari satu atau gabungan partai politik
Peta di Kota Tepian, 7 (tujuh) parpol yang tersisa hanya memiliki total suara sah sebanyak 18.145.
Tidak ada lagi sebenarnya kesempatan bagi kandidat lain di Pilkada Samarinda, kecuali ada tsunami politik yang sangat besar, sehingga parpol mencabut dukungan dan itu dilakukan oleh DPP.
Baca juga: Andi Harun-Saefuddin Zuhri Jadi Pendaftar Pertama Pilkada Samarinda 2024
Karena saat pendaftaran, pasangan Andi Harun–Saefuddin Zuhri sudah melampirkan B1.KWK pencalonan menjadi satu kesatuan dalam bundel dokumen pendaftaran.
“Kita lihat sisa suara sahnya, kalau lihat partai pengusung, potensi bergeser sudah susah, dan telah terkonfirmasi form B1.KWK pencalonannya, terakumulasi dengan bapaslon Andi Harun–Saefuddin Zuhri, kalau berpindah ke lain hati agak berat, kecuali ada tsunami atau diluar kebiasaan, karena proses pencalonan sebelum ditetapkan menjadi calon masih bisa berubah, karena masih akan verifikasi dan belum rapat pleno, KPU masih berfokus terkait perpanjang waktu pendaftaran kan,” jelas Saiful.
Saiful memberi catatan kritisnya, melihat fenomena yang terjadi di Pilkada Samarinda. Pasalnya, dari 10 Kabupaten/Kota termasuk tingkat Provinsi, Kota Samarinda jadi satu-satunya daerah yang berpotensi besar menghadirkan calon tunggal.
Menurut Saipul, konstruksi sistem pilkada yang ada, parpol yang mempunyai kursi untuk mengusung bapaslon sejatinya dari awal harus menyiapkan figur dari kader internal.
“Mereka tidak punya figur atau kader yang selama ini memang mereka ‘olah atau poles’ untuk siap jadi kepala daerah. Jika melihat daerah lain seperti Jakarta misalnya, mestinya di daerah harusnya seperti PDI Perjuangan yang confident mengusung kader sendiri meski di atas kertas, survei sendiri sangat jauh tertinggal. Parpol di Samarinda, untuk penyiapan kader belum sesuai dengan fungsi parpol, baik di Pemilu, Pileg dan Pilkada,” tandas Saipul.
Sehingga, ketika petahana dalam masa jabatannya memberikan satu bentuk prestasi yang bisa dibanggakan kepada masyarakat, akhirnya mendongkrak citra dan rasa puas publik, ini tercatat dalam survei.
Lebih lanjut, Saipul berkata, bahwa ada sisi lain yang ia ingin jelaskan, bahwa dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, partai berfungsi sebagai mediator, bukan partai yang memproduk kader untuk disalurkan menjadi legislatif atau eksekutif.
Dilematis memang, parpol peserta pemilu yang beragam saat ini memberikan masyarakat kesempatan untuk memilih, tetapi parpol dan kader-kader politik yang memiliki visi, misi, serta program kerja sesuai dengan cita-cita pemilih masih belum banyak.
Selain itu, parpol juga belum memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin ikut berpartisipasi secara langsung dalam dunia politik.
Fungsi parpol masih tidak optimal memperjuangkan kepentingan rakyat. Terlebih ada bantuan keuangan (bankeu) yang sudah diberikan pemerintah sesuai jumlah suara yang diraih dari pemilu, dan sudah berjalan beberapa tahun.
Mestinya, pemerintah sebagai pemberi dana, wajib mengevaluasi parpol, jika mau mengarahkan fungsi parpol.
Penguatan internal parpol agar menjadi modern, serta mensukseskan kepentingan organisasi, harusnya rekruitmen politik menyiapkan warga sebagai kader yang bisa siap di poles.
Ada pemberian uang negara melalui APBN atau APBD yang mesti dievaluasi, apakah dibangun untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) atau hanya dibagi saja sesuai keinginan parpol itu sendiri.
Output dan dampaknya jika tidak ada, bisa saja dihilangkan (bankeu parpol), kalau tidak efektif, nah ini juga harus dilihat, jika ada bukti–buktinya.
Di Samarinda fenomenanya, di internal partai masing–masing membuka lowongan pendaftaran, bukan mensosialisasi kadernya, ada muncul tapi bentuknya seperti sayembara untuk menjadi Wakil Wali Kota Samarinda, bukan maju sebagai Wali Kota, posisi puncaknya itu.
"Menjadi catatan kita, malah berebut posisi Wakil wali Kota,” pungkas Saipul. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.