Pilkada Jakarta 2024

Hasil Survei Elektabilitas Terbaru Pilkada Jakarta 2024, Anies Baswedan Diam-diam Bertemu Pramono?

Berikut hasil survei elektabilitas terbaru Pilkada Jakarta 2024. Sosok Anies Baswedan diam-diam bertemu bacagub Pramono Anung.

Kolase TribunKaltim.co
Anies Baswedan dan Pramono Anung - Berikut hasil survei elektabilitas terbaru Pilkada Jakarta 2024. Sosok Anies Baswedan diam-diam bertemu bacagub Pramono Anung. 

Pertemuan itu, menurut Pramono penting untuk dilakukan guna mengetahui hal-hal apa yang harus dilanjutkan dari program-program yang sudah dikerjakan para mantan gubernur selama ini.

Namun, sejauh ini, Pramono baru berhasil bertemu dengan Ahok dan Sutiyoso. Sementara pertemuannya dengan Anies belum juga terwujud. 

Meski begitu, Pramono tetap akan melanjutkan perjuangan yang sudah Anies lakukan untuk Jakarta.

Salah satunya adalah keberpihakannya kepada masyarakat miskin kota.

"Saya dengan Pak Anies sama, sama-sama akan berpihak kepada masyarakat miskin kota," ungkap Pramono.

Hasil Survei Pilkada Jakarta 2024

Persaingan elektabilitas Ridwan Kamil vs Pramono Anung berdasarkan survei Pilkada Jakarta 2024.

Dari tiga cagub di Pilkada Jakarta 2024, Ridwan Kamil, Dharma Pongrekun dan Pramono Anung, dari survei terlihat dua di antaranya bersaing ketat.

Dua cagub yang bersaing ketat di Pilkada Jakarta 2024 dari survei adalah Ridwan Kamil vs Pramono Anung, bagaimana dengan Dharma Pongrekun yang maju dari perseorangan ketika kekuatan mesin partai dinilai melemah.

Survei Charta Politika

Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Survei Charta Politika, Yunarto Wijaya, menyebut kekuatan mesin partai dalam menentukan kemenangan pasangan calon (paslon) di Pilkada Jakarta 2024 mulai melemah. 

"Faktor mesin partai itu makin terpinggirkan, makin kecil pengaruhnya," ucap Yunarto, dikutip dari kanal YouTube Kompas.com dalam program Obrolan News Room, Selasa (8/10/2024). Yunarto mengatakan bahwa kini faktor ketokohanlah yang memegang peran penting dalam kemenangan paslon pada Pilkada Jakarta 2024.

Hal ini bisa dilihat pada tahun 2012, di mana Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menang pada Pilkada meskipun hanya diusung oleh dua partai.

"Sejarah berbicara, ketika di 2012 Jokowi-Ahok kan menang, dulu yang majukan cuma PDIP dan Gerindra, sisanya itu keroyokan.

Hampir di setiap daerah, polanya sama; ketika ketokohannya kuat, dia bisa mengeleminasi dari mesin politik," jelas Yunarto.

Hal ini terjadi karena, menurut Yunarto, mesin politik tidak bisa dihitung secara matematis sehingga belum tentu paslon yang didukung oleh banyak partai dapat meraih suara yang banyak pula.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved