Pilkada Jatim 2024
Debat Pilkada Jatim: Di Depan Khofifah, Luluk Singgung Kemiskinan, Risma Soroti Kesehatan Gratis
Debat Pilkada Jatim 2024: Di depan Khofifah, Luluk singgung masalah kemiskinan, pengangguran, hingga stunting.
TRIBUNKALTIM.CO - Debat Pilkada Jatim 2024: Di depan Khofifah, Luluk singgung masalah kemiskinan, pengangguran, hingga stunting.
Debat perdana Pilkada Jatim 2024 mengusung tema Transformasi Sosial dan Peningkatan Produktivitas Sumber Daya Lokal untuk Kesejahteraan Masyarakat Jawa Timur.
Ada tujuh panelis yang disiapkan KPU Jatim untuk mengawal debat. Mereka berasal dari sejumlah disiplin ilmu dan dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Jatim.
Ketujuh panelis itu yakni Prof Achmad Muhibin Zuhri yang merupakan Ahli Pendidikan Agama Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, kemudian Prof Muhammad Syarif yang merupakan Ahli Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universilas Trunojoyo Madura.
Kemudian Adhitya Wardhono yang adalah Ahli Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember dan juga Sasongko Budisusetyo yang merupakan Ahli Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hayam Wuruk Perbanas Surabaya.
Baca juga: Hasil Survei Pilkada Jatim, Elektabilitas Khofifah Makin Kuat, Penantang Petahana Wajib Kerja Keras
Calon Gubernur Jawa Timur nomor urut 1, Luluk Nur Hamidah, secara tajam menyinggung masalah kemiskinan, pengangguran, stunting, hingga tingginya angka putus sekolah dalam Debat Pertama Pilgub Jatim 2024 yang digelar pada Jumat (18/10/24).
Luluk secara langsung menyampaikan permasalahan ini di hadapan Gubernur petahana, Khofifah Indar Parawansa, yang juga turut hadir dalam debat tersebut.
Luluk mengungkapkan bahwa Jawa Timur masih menjadi provinsi dengan jumlah penduduk miskin tertinggi di Indonesia.
"Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur saat ini tertinggi di Indonesia, dengan lebih dari 1 juta orang yang masih menganggur," tegas Luluk saat menyampaikan pandangannya di depan para peserta debat.
Selain itu, ia juga menyoroti minimnya jumlah pelaku UMKM yang memiliki legalitas formal. Dari 9,6 juta UMKM di Jawa Timur, hanya sekitar 1,5 juta yang sudah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
Hal ini menurutnya merupakan hambatan bagi para pelaku usaha untuk berkembang lebih jauh dan berkontribusi terhadap perekonomian daerah.
Tak hanya itu, Luluk juga mengkritisi bahwa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang seharusnya siap kerja, justru menjadi penyumbang terbesar pengangguran terbuka di Jawa Timur.
"Anak-anak lulusan SMK, yang seharusnya siap kerja, ternyata menjadi penyumbang terbesar pengangguran terbuka di Jawa Timur," tambahnya.
Luluk menegaskan bahwa pihaknya memiliki tekad dan komitmen untuk membenahi permasalahan ini.
"Kami punya niat dan tekad agar Jawa Timur lebih baik, lebih adil, lebih sejahtera, dan lebih makmur," ucap Luluk dengan penuh keyakinan.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.