Pilkada 2024

27 Kader Pembelot Bakal Dipecat PDIP, Jokowi dan Gibran Masuk Daftar? Banteng Gugat Parcok ke MK

27 kader pembelot bakal dipecat PDIP. Sosok Jokowi dan Gibran masuk daftar pemecatan? Partai Banteng gugat partai coklat alias parcok ke MK.

Kompas.com
Logo PDIP - 27 kader pembelot bakal dipecat PDIP. Sosok Jokowi dan Gibran masuk daftar pemecatan? Partai Banteng gugat partai coklat alias parcok ke MK. 

TRIBUNKALTIM.CO - Sedikitnya 27 kader pembelot bakal dipecat PDIP dalam waktu dekat.

Lantaran dianggap berkhianat dan tidak tegak lurus dengan arah partai di Pilkada 2024 serentak. 

Apakah sosok Jokowi dan Gibran masuk daftar pemecatan? sampai saat ini belum diketahui pasti.

Selain itu partai berlambang banteng itu dikabarkan bakal mengugat partai coklat alias parcok alias institusi Polri ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: Status Jokowi di PDIP Kembali Disorot Usai Effendi Simbolon Dipecat, Jawaban Puan Maharani

Berkhianat di Pilpres dan Pilkada 2024, 27 kader PDIP bakal dipecat, termasuk Jokowi dan Gibran? Ini kata Hasto dan Komarudin.

Pilpres dan Pilkada 2024 membuat PDIP banyak kehilangan kadernya karena dikhianati.

Beberapa kader PDIP yang memiliki nama besar sudah ada yang langsung dipecat.

Kini, PDIP akan kembali memecat kader-kadernya yang tak lagi sejalan dengan kebijakan partai.

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P menggelar rapat tertutup di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2024). 

Rapat ini membahas soal nasib 27 kader PDI-P yang bakal dipecat sebagai anggota PDI-P.

"Setelah ini kita adakan rapat tertutup untuk melihat bagaimana ketidakdisiplinan dari seluruh kader-kader partai di dalam pelaksanaan pilkada serentak yang nantinya partai akan memberikan sanksi yang begitu tegas," kata Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto dalam konferensi pers di Sekolah Partai.

"DPP sudah menerima masukan, setidaknya sudah ada 27 orang yang akan dikenakan sanksi pemecahkan," ucap dia.

Hasto lantas ditanya apakah 27 kader PDI-P yang dimaksud bakal dipecat, salah satunya adalah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

Namun, ia enggan membeberkannya saat itu.

Menurut Hasto, siapa saja 27 kader tersebut akan diumumkan pada 17 Desember 2024. 

"Nanti akan diumumkan pada tanggal 17 Desember, secara bersama-sama," ujar Hasto.

Adapun hubungan PDI-P dan Jokowi setahun belakangan menjadi perbincangan publik.

Hal ini setelah keduanya terkesan berbeda pandangan politik dalam Pemilu 2024 maupun Pilkada 2024.

Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI-P Komarudin Watubun mengatakan bahwa partainya sudah menutup buku tentang Jokowi dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka sebagai kader partai.

Baca juga: PDIP Pecat Effendi Simbolon karena Kongkalikong dengan Jokowi, Kata Jubir Soal Pemecatan Joko Widodo

"Saya kira begini ya. Dengan tindakan Pak Jokowi termasuk anak mantunya, seperti saat ini, ya sudah itu bagian dari masa lalu partai," kata Komarudin kepada Kompas.com, ditemui di Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (23/4/2024).

Komarudin mengaku enggan ambil pusing membicarakan status keluarga Jokowi lagi di PDI-P mengingat pengkhianatan yang mereka lakukan terkait Pilpres 2024.

Menurut dia, PDI-P lebih penting memikirkan apa yang terjadi hari ini dan di masa yang akan datang ketimbang mengurus keluarga Jokowi.

"Kita berpikir hari ini dan masa depan, itu lebih penting daripada kita bicara satu keluarga itu terus. Kita pusing juga," ujar Komarudin. 

PDIP vs Parcok

Ketua DPP PDI-P bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengantongi bukti keterlibatan aparat kepolisian dalam pelaksanaan Pilkada 2024

Bukti ini pun akan dijadikan sebagai modal untuk menggugat hasil Pilkada 2024 di sejumlah daerah ke Mahkamah.

"Kami di PDI Perjuangan mencatat ada keterlibatan anggota kepolisian di Jateng, yang ada di Sulut, Papua Pegunungan, dan Sumut dan daerah lainnya," kata Ronny dalam konferensi pers di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (4/12).

Ia mengatakan, dugaan ini sudah dilengkapi dengan bukti dan saksi yang akan dihadirkan di Mahkamah
Konstitusi (MK).

“Tentunya hal-hal ini kami dari tim hukum kami persiapkan saksi, bukti, dan kami sudah susun semua keterangan-keterangan yang ada. Kepentingan kami adalah untuk nanti pembuktian di MK,” ujar dia.

Baca juga: Siapkan Saksi dan Bukti Dugaan Keterlibatan Partai Coklat di Pilkada 2024, PDIP: Kita Buktikan di MK

Menurut Ronny, keterlibatan aparat kepolisian menjadi salah satu hal yang dikritik publik.

Publik mengkritik institusi kepolisian yang dianggap tidak netral dalam Pilkada 2024.

Istilah "Parcok” atau partai cokelat pun mengemuka sebagai simbol keterlibatan aparat dalam kontestasi
politik.

Tribun Kaltim Hari Ini, edisi Kamis, 5 Desember 2024. Membahas soal PDIP kantongi bukti keterlibatan Partai Cokelat, jadi modal gugat hasil Pilkada 2024 ke MK
Tribun Kaltim Hari Ini, edisi Kamis, 5 Desember 2024. Membahas soal PDIP kantongi bukti keterlibatan Partai Cokelat, jadi modal gugat hasil Pilkada 2024 ke MK (Tribun Kaltim)

"Jadi diskusi terkait dengan keterlibatan di Kepolisian, ASN, Kades dan PJ. Kami dari tim hukum PDIP sudah mengumpulkan terkait bukti-bukti tersebut. Jadi, terlalu dini kalau ada yang sampaikan ini tidak benar, ini hoaks.

Menurut kami, kami punya bukti yang cukup dan itu akan kita buktikan di MK," tutur Ronny.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menambahkan, partainya telah membentuk tim khusus yang terdiri dari badan bantuan hukum partai, tokoh pro-demokrasi, dan penasihat hukum independen.

Tim tersebut akan fokus pada berbagai dugaan penyalahgunaan wewenang, termasuk penggunaan "parcok" di beberapa daerah Pilkada.

“Jadi, kami telah bentuk tim khusus, tim hukum sebagai perpaduan dari badan bantuan hukum advokasi
rakyat PDIP yang juga melibatkan tokoh-tokoh pro demokrasi dan juga beberapa penasihat hukum kredibel, untuk mempersoalkan berbagai anomali yang terjadi baik itu di Banten, Sumut, Jateng, maupun juga di beberapa wilayah lainnya seperti Sulut, di mama penggunaan parcok itu sangat-sangat masif bahkan sangat masuk ke tempat-tempat (ibadah) gereja," ujar Hasto.

PDI-P berencana mendaftarkan temuan-temuan tersebut dalam gugatannya ke MK pada 15 Desember
2024, tiga hari setelah penetapan hasil Pilkada Serentak 2024.

Sidang Etik

Lebih lanjut, Hasto juga mendukung anggota Fraksi PDI-P, Yulius Setiarto, yang bersuara mengenai
parcok.

 Menurutnya, langkah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR yang memanggil dan menjatuhkan sanksi kepada Yulius, sarat hegemoni kekuasaan.

"Kami memberikan dorongan kepada Saudara Yulius untuk tidak pernah berhenti, karena setiap anggota
DPR punya kebebasan untuk bersuara, kebebasan dan juga dilindungi hak impunitas.

Sehingga apa yang terjadi di MKD juga menunjukkan bagaimana hegemoni kekuasaan itu bekerja," kata Hasto.

Menurutnya, MKD semestinya memberikan perlindungan bagi setiap anggota DPR, tanpa memandang
dari fraksi partai politik mana pun.

 "Sehingga anggota DPR pun itu sampai diberikan sanksi teguran oleh MKD yang seharusnya memberikan perlindungan bagi setiap anggota DPR, apapun fraksinya untuk menyuarakan kebenaran," ujar dia.

Sebagaimana diketahui, Anggota DPR dari Fraksi PDI-P Yulius Setiarto dinyatakan melanggar kode etik buntut kontennya di media sosial soal "partai cokelat" atau parcok.

Hal ini diputuskan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR setelah rangkaian sidang etik pada Selasa (3/12).

MKD juga menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis kepada Yulius.

"MKD memutuskan bahwa teradu yang terhormat Yulius Setiarto nomor anggota A234 Fraksi PDI-P terbukti melanggar kode etik dan diberikan sanksi tertulis teguran tertulis," kata Ketua MKD DPR Nazaruddin Dek Gam dalam sidang MKD di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Menurut Dek Gam, MKD DPR RI telah membuat keputusan dan mengadili Yulius berdasarkan pertimbangan hukum dan etika.

Sidang ini dihadiri para pimpinan dan anggota MKD DPR RI dari berbagai fraksi yang ada di DPR RI.

Sidang digelar atas laporan yang diterima MKD DPR RI dari Ali Hakim Lubis yang diketahui sebagai anggota DPRD dari Fraksi Partai Gerindra.

Terkait hasil sidang kode etik, Dek Gam menyatakan Keputusan MKD tersebut bersifat final dan mengikat.

“Menghasilkan putusan final dan mengikat sejak tanggal dibacakan,” tutur Dek Gam.

Unggahan Yulius yang dipersoalkan itu berisi pernyataan Yulius mengutip hasil investigasi salah satu
media massa di Tanah Air yang menyorot soal dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam pilkada.

Yulius menjelaskan, ia membuat unggahan itu untuk meminta klarifikasi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo atas hasil investigasi media massa tersebut. Ia berharap, isu mengenai polemik pengerahan polisi dalam Pilkada 2024 bisa dijelaskan atau diklarifikasi Polri.

"Sebagaimana yang tadi sudah sampaikan, niat utama saya sebenarnya adalah meminta klarifikasi agar ada kejelasan tentang berita-berita ini benar atau tidak" ucap Yulius dalam sidang MKD.

"Mengingat pilkada tinggal dua hari ketika saya membuat konten tersebut. Harapan saya sebenarnya, kalau ada klarifikasi itu," kata dia. Yulius mengaku memang pernah mendengar pernyataan Kapolri yang menyatakan bahwa instansinya netral dalam pemilu.

Anggap Hoaks

Diberitakan sebelumnya, isu keterlibatan aparat kepolisian dalam Pilkada 2024 pertama kali disampaikan
oleh PDI-P.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menyebut keterlibatan aparat kepolisian itu dengan istilah "Parcok".

"Di Jawa Timur relatif kondusif, tetapi tetap kami mewaspadai pergerakan partai coklat ya, sama dengan
di Sumatera Utara juga,” ujar Hasto di kediaman Megawati Soekarnoputri, Rabu (27/11).

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman membantah tudingan sejumlah pihak yang menyebut ada partai
cokelat (parcok) atau pengerahan aparat kepolisian.

 "Apa yang disampaikan oleh segelintir orang terkait ‘parcok’ dan lain sebagainya itu, kami kategorikan sebagai hoaks," kata Habiburokhman di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta.

Habiburokhman menegaskan, pilkada tidak hanya pertarungan antara dua kubu. Ia juga menilai, hampir
tidak mungkin Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menggunakan institusinya untuk kepentingan kubu
tertentu.

"Karena di setiap pilkada itu bisa terjadi mix antar kubu partai-partai politik. Di provinsi A misalnya, partai A berkoalisi dengan partai B, di provinsi lainnya berseberangan. Jadi secara logika enggak logis ya," ucapnya. (kps/tribunnews)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved