Tribun Kaltim Hari Ini
Ungkit Awal Mula Kenaikan PPN 12 Persen, Gerindra dan PDIP Saling Sindir
Ungkit awal mula kenaikan PPN 12 persen, Gerindra dan PDIP saling sindir.
TRIBUNKALTIM.CO - Ungkit awal mula kenaikan PPN 12 persen, Gerindra dan PDIP saling sindir.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dari fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit, buka suara usai disindir Partai Gerindra soal kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.
Dolfie mengakui, kenaikan tarif PPN dari 11 menjadi 12 persen mulai 2025 memang merupakan amanat dari UU HPP.
Baca juga: Tolak Kenaikan PPN
Dolfie menegaskan, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen sudah termaktub dalam usulan revisi Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang dilayangkan pemerintahan Joko Widodo ke DPR RI.
Sebagai informasi, RUU KUP belakangan berganti nama menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dolfie kala itu menjadi Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU HPP.
"UU HPP merupakan UU inisiatif pemerintahan Jokowi yang disampaikan ke DPR pada 5 Mei 2021," kata Dolfie, Minggu (22/12).
"Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP," sambungnya.
Selanjutnya, RUU ini dibahas bersama antara pemerintah dengan DPR RI melalui Komisi XI.
Dalam pembahasannya, sejumlah kontroversi sempat mengemuka.
Baca juga: Daftar Partai yang Setuju UU HPP soal Kenaikan PPN 12 Persen, Ada PDIP dan Gerindra, PKS yang Tolak
Selain tentang kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen, perluasan objek pajak yang dikenai PPN, termasuk di antaranya sembako, juga menjadi perbincangan hangat ketika itu.
RUU HPP kemudian disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 7 Oktober 2021.
"Delapan fraksi, PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP, menyetujui UU HPP, kecuali fraksi PKS," kata Dolfie.
Dalam paparan Dolfie, PKS menolak RUU HPP karena tidak sepakat rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen.
Menurutnya, kenaikan tarif akan kontra produktif dengan proses pemulihan ekonomi nasional.
"Sementara fraksi PDIP menyetujui karena RUU memperhatikan aspirasi pelaku UMKM dengan tetap berkomitmen bahwa bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat, jasa pendidikan, jasa kesehatan, transportasi darat, keuangan, dibebaskan dari pengenaan PPN," ucap Dolfie.
Ia pun mengakui, kenaikan tarif PPN dari 11 menjadi 12 persen mulai 2025 memang merupakan amanat dari UU HPP.
Akan tetapi, ia menegaskan, Presiden RI Prabowo Subianto sebetulnya dimungkinkan untuk menetapkan tarif PPN, bahkan lebih rendah dari 11 persen.
"Pemerintah dapat mengusulkan perubahan tarif tersebut dalam rentang 5-15 persen, bisa menurunkan maupun menaikkan. Sesuai Pasal 7 ayat (3) UU HPP, pemerintah dapat mengubah tarif PPN di dalam UU HPP dengan persetujuan DPR," kata Dolfie.
Hal itu, kata Dolfie, didasarkan pertimbangan bahwa kenaikan atau penurunan tarif PPN sangat bergantung pada kondisi perekonomian nasional.
"Oleh karena itu, pemerintah diberi ruang untuk melakukan penyesuaian tarif PPN, naik atau turun," tegas dia.
Kini, setelah pemerintahan Prabowo memutuskan tarif PPN tetap naik ke angka 12 persen, ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus menjadi perhatian pemerintah menurut Dolfie.
"Pertama, kinerja ekonomi nasional (harus) semakin baik. Kedua, pertumbuhan ekonomi berkualitas. Ketiga penciptaan lapangan kerja. Keempat, penghasilan masyarakat meningkat. Kelima, pelayanan publik yang semakin baik," jelasnya.
Gerindra Heran
Sejumlah elite Gerindra meledek balik PDI-P yang mulai melayangkan kritik terhadap keputusan pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, misalnya, mengaku heran karena kursi Ketua Panja RUU HPP dijabat oleh kader PDI-P sendiri.
Saras mengungkit bahwa ketika rancangan beleid itu dibahas di DPR dalam Rancangan Undang-undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP), PDI-P merupakan fraksi yang mendapatkan jatah kursi ketua panitia kerja (panja) melalui kadernya, Dolfie Othniel Frederic Palit.
"Itulah kenapa saya heran saat ada kader PDI-P berbicara di rapat paripurna, tiba-tiba menyampaikan pendapatnya tentang PPN 12 persen," kata Rahayu dalam pesan singkatnya kepada Kompas.com, Sabtu (21/12) malam.
Kemenakan Presiden RI Prabowo Subianto itu bilang, banyak anggota partainya yang saat itu hanya bisa senyum dan geleng-geleng tertawa mendengar respons kritis PDI-P itu. "Dalam hati, hebat kali memang kawan ini bikin kontennya," kata Saras.
"Padahal mereka (PDIP) saat itu Ketua Panja RUU yang mengamanatkan kenaikan PPN 12 persen ini. Kalau menolak ya kenapa tidak waktu mereka ketua panjanya?" tambah Saras.
Adapun sistematika UU HPP terdiri dari 9 bab dan 19 pasal. UU ini telah mengubah beberapa ketentuan di UU lainnya, di antaranya UU KUP, UU Pajak Penghasilan, UU PPN, UU Cukai, dan UU Cipta Kerja. (kompas.com/tribunnews)
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.