Berita Nasional Terkini
7 Fakta 4 Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Berhasil Bikin MK Hapus Presidential Threshold
Berikut fakta-fakta 4 mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang berhasil menang gugatan soal Presidential Threshold dihapus.
TRIBUNKALTIM.CO - Berikut fakta-fakta 4 mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang berhasil menang gugatan soal Presidential Threshold dihapus.
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi resmi menghapus presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden) yang selama ini ditetapkan sebesar 20 persen.
Keputusan ini tertuang dalam putusan MK nomor perkara 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis, 2 Januari 2024.
Putusan MK menyatakan bahwa semua partai politik peserta pemilu memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Baca juga: Mahkamah Konstitusi Hapus Aturan Presidential Threshold, Semua Parpol bisa Usung Capres dan Cawapres
Putusan ini bertujuan untuk memperluas demokrasi dan memberikan peluang yang sama bagi semua partai politik, tanpa memandang besarnya suara atau kursi di DPR.
Dengan penghapusan ambang batas pencalonan, lebih banyak calon presiden dan wakil presiden dapat muncul di Pemilu.
Hal ini diharapkan dapat meningkatkan representasi dan memberikan pilihan yang lebih luas bagi masyarakat pemilih.
Simak fakta selengkapnya penggugat Presidential Threshold di Mahkamah Konstitusi
1. Gugatan Diawali oleh Empat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga
Gugatan diajukan oleh empat mahasiswa tingkat akhir Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Gugatan merupakan inisiatif personal, bukan representasi institusi UIN Sunan Kalijaga.
2. Alasan Pengajuan Gugatan
Gugatan murni dilakukan sebagai bentuk perjuangan akademik dan advokasi konstitusional, tanpa intervensi dari organisasi, institusi, atau partai politik.
Mereka merasa bahwa pemilih sering dianggap sebagai objek demokrasi, bukan subjek.
Oleh karena itu, mereka memperjuangkan hak pemilih untuk memilih calon presiden sesuai representasi dan keinginan mereka.
3. Proses Perjuangan Akademik
Keempat mahasiswa tergabung dalam Komunitas Pemerhati Konstitusi (KPK) di fakultasnya, yang fokus pada kajian isu ketatanegaraan.
Mereka mulai menyusun draft gugatan pada Februari 2024, terinspirasi oleh putusan MK sebelumnya terkait batas usia capres-cawapres dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.
Gugatan akhirnya terwujud setelah tujuh kali sidang selama hampir satu tahun (Februari 2024 – Januari 2025).
4. Bukan Representasi Kampus
Empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menegaskan bahwa gugatan terkait presidential threshold yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah murni representasi pendapat pribadi, bukan dari institusi kampus.
Pernyataan ini disampaikan oleh salah satu pemohon, Enika Maya Oktavia, dalam jumpa pers di Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga pada Jumat (3/1/2025).
Enika menegaskan bahwa permohonan yang diajukan adalah pendapat personal, meskipun identitas mereka sebagai mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tetap melekat.
"Permohonan kami ini adalah representasi permohonan personal dari kami sendiri dan bukan representasi dari pendapat institusi kami, UIN Sunan Kalijaga," ujar Enika.
Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Prof. Ali Sodikin, turut hadir dalam acara tersebut, bersama tiga mahasiswa pemohon lainnya: Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Hag, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Enika menyampaikan bahwa identitas mereka sebagai mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tidak serta-merta berarti bahwa gugatan tersebut merepresentasikan pandangan institusi.
"UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjadi identitas kami, ya karena kami ini mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bukan kemudian serta merta bahwa permohonan yang kami ajukan itu merepresentasikan pendapat dari institusi kami," ungkap Enika.
Enika juga menegaskan bahwa pengajuan permohonan ini dilakukan secara independen, tanpa campur tangan pihak mana pun.
"Kami ingin tegaskan bahwa permohonan kami tidak mendapat intervensi dari organisasi, institusi, maupun partai politik mana pun," jelasnya.
5. Ajukan Gugatan Usai Pilpres
Empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta mengajukan permohonan judicial review terkait presidential threshold di Mahkamah Konstitusi (MK) setelah Pemilihan Presiden (Pilpres).
Salah satu pemohon, Enika Maya Oktavia, menjelaskan alasan di balik pengajuan tersebut dalam jumpa pers yang berlangsung di Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga pada Jumat (3/1/2025).
Enika menjawab pertanyaan mengenai waktu pengajuan permohonan yang dianggap terlambat jika dibandingkan dengan pengajuan sebelum Pilpres.
"Sederhana saja jawabannya bahwa semakin dekat dengan Pilpres, maka tekanan-tekanan politik itu akan semakin luar biasa," ungkap Enika.
Dia menegaskan bahwa permohonan judicial review yang diajukan adalah murni perjuangan akademik dan advokasi konstitusional.
"Kami di sini menekankan bahwa perjuangan kami adalah perjuangan akademik, perjuangan advokasi konstitusional. Oleh karenanya, kami cerminkan hal tersebut dengan mengajukan permohonan setelah Pilpres," jelasnya.
Enika menambahkan bahwa pengajuan permohonan setelah Pilpres bertujuan agar kajian-kajian yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi bebas dari tekanan politik.
"Kami ingin kajian-kajian yang dilakukan Mahkamah Konstitusi tidak mendapat pengaruh-pengaruh secara politik, melainkan benar-benar kajian akademik, benar-benar kajian substansi hukum," tegasnya.
6. Tidak Didampingi Kuasa Hukum
Selama proses sidang, mereka tidak menggunakan kuasa hukum karena keterbatasan finansial.
Sebagian besar sidang dilakukan secara online, kecuali beberapa kali sidang offline, seperti saat mendengarkan keterangan ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona.
7. Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Hormati "Dissenting Opinion" Hakim MK
Empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang mengajukan judicial review terhadap presidential threshold memberikan tanggapan terkait pendapat berbeda atau dissenting opinion dari Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan Daniel Yusmic.
Pernyataan ini disampaikan dalam jumpa pers di Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Jumat (3/1/2025).
Salah satu mahasiswa pemohon, Enika Maya Oktavia, menyampaikan bahwa mereka menghormati dissenting opinion yang disampaikan oleh dua hakim tersebut.
"Dissenting opinion dari Pak Anwar dan juga Pak Daniel, kami menghormati dissenting opinion beliau, dan kami juga menerima dissenting opinion beliau," ujar Enika.
Enika menambahkan bahwa mereka tidak memberikan tanggapan lebih jauh terkait pandangan berbeda tersebut.
"Kami tidak mau memiliki tanggapan lebih lanjut karena bagaimanapun, beliau ini adalah Hakim Konstitusi, ahli Hukum Tata Negara, sedangkan kami ini hanya seorang mahasiswa," ucapnya.
Enika menegaskan bahwa pandangan berbeda dari Anwar dan Daniel tetap dihormati karena dapat memperkaya wawasan hukum dan kenegaraan.
"Jadi kami menghargai dan menghormati dissenting opinion beliau sebagai salah satu hal yang bisa memperkaya pengetahuan kita tentang negara," tuturnya.
Diketahui, Hakim MK Anwar Usman dan Daniel Yusmic menyampaikan dissenting opinion dalam putusan MK nomor perkara 62/PUU-XXII/2024.
Putusan ini menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) yang selama ini tercantum dalam Undang-Undang Pemilu.
Anwar dan Daniel berpendapat bahwa empat mahasiswa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan mereka.
"Kami berpendapat bahwa Mahkamah seharusnya menyatakan para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan oleh karenanya permohonan para pemohon tidak dapat diterima," tulis Anwar dan Daniel dalam salinan putusan.
Mereka menilai bahwa para pemohon, yang berstatus mahasiswa, harus membuktikan kerugian konstitusional akibat aturan presidential threshold.
"Untuk menentukan dan menilai apakah pihak dalam permohonan pengujian undang-undang memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai pemohon atau tidak, maka pihak tersebut harus dapat menjelaskan kualifikasi dan kerugian konstitusional yang dialami oleh berlakunya suatu undang-undang," tulis mereka.
Anwar dan Daniel juga mengacu pada beberapa putusan MK sebelumnya, seperti putusan 74/2020, putusan 66/2021, putusan 52/2022, dan putusan 80/2023, yang menegaskan syarat kedudukan hukum para pemohon.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Presidential Threshold Dihapus, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Hormati Dissenting Opinion 2 Hakim MK".
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita 4 Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Berhasil Gugat Presidential Threshold ke MK".
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Alasan 4 Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Ajukan Gugatan 'Presidential Threshold' Usai Pilpres".
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20250103_4-mahasiswa-uin-sunan-kalijaga.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.