Berita Nasional Terkini

Dedi Mulyadi soal Kasus Dokter Priguna Pelaku Rudapaksa: Masuk Kedokteran Pintar Aja Tak Cukup

Sebagaimana diketahui, dokter residen Priguna menjadi tersangka pemerkosaan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Dok Tim Dedi Mulyadi
KASUS DOKTER PRIGUNA - Gubernur Jawa Barat terpilih Dedi Mulyadi. Dedi Mulyadi bereaksi soal kasus dokter Priguna yang lakukan rudapaksa, sebut rekrutmen dokter harus dievaluasi (Dok Tim Dedi Mulyadi) 

TRIBUNKALTIM.CO - Mengevaluasi rekrutmen dokter, adalah hal penting menurut Dedi Mulyadi berkaca pada kasus dokter residen Priguna Anugerah Pratama.

Sebagaimana diketahui, dokter residen Priguna menjadi tersangka pemerkosaan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Merespons kasus ini, Dedi Mulyadi mengingatkan untuk mengevaluasi kembali proses rekrutmen calon mahasiswa kedokteran. 

Menurut Dedi Mulyadi, langkah ini penting untuk mencegah terulangnya kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang mahasiswa kedokteran.

Baca juga: Gubernur Jabar Minta Maaf, Gebrakan Dedi Mulyadi Dikritik hingga Ditantang Ketua GRIB Jaya Jabar

Karena menurut Dedi Mulyadi, kini untuk masuk kedokteran menomorsatukan seseorang yang memiliki uang.

“Jangan sampai hal serupa kembali terjadi. Kemudian yang berikutnya adalah mengevaluasi rekrutmen dokter.

Kita jujur deh, hari ini yang masuk kedokteran tuh yang punya duit, pintar aja nggak cukup,” ujar Dedi kepada awak media Paguyuban Pasundan, Jalan Sumatera, Kota Bandung, Sabtu (12/4/2025), melansir dari Kompas.com.

KASUS DOKTER PRIGUNA - Gubernur Jawa Barat terpilih Dedi Mulyadi. Dedi Mulyadi bereaksi soal kasus dokter Priguna yang lakukan rudapaksa, sebut rekrutmen dokter harus dievaluasi (Dok Tim Dedi Mulyadi)
KASUS DOKTER PRIGUNA - Gubernur Jawa Barat terpilih Dedi Mulyadi. Dedi Mulyadi bereaksi soal kasus dokter Priguna yang lakukan rudapaksa, sebut rekrutmen dokter harus dievaluasi (Dok Tim Dedi Mulyadi) (Dok Tim Dedi Mulyadi)

Pernyataan ini muncul sebagai respons atas tindakan tak terpuji yang dilakukan oleh Priguna, yang kini menghadapi proses hukum setelah dilaporkan atas kasus pemerkosaan terhadap tiga wanita di RSHS.

Dedi mengingatkan bahwa dunia kedokteran dan perguruan tinggi harus menjaga kepercayaan publik agar insiden serupa tidak terjadi lagi di masa depan.

Dedi juga memberikan apresiasi kepada Unpad yang telah bertindak tegas dengan memecat Priguna Anugerah dari statusnya sebagai mahasiswa.

Langkah tersebut, menurut Dedi Mulyadi, merupakan tindakan yang tepat untuk mendukung proses hukum yang sedang berlangsung dan menjaga citra kedua institusi tersebut.

“Jadi hukumannya harus tegas dan harus cepat diambil keputusan yang bersifat hukuman dari perguruan tingginya. Karena apa? Karena itu kepercayaan,” kata Dedi.

Lebih lanjut, Dedi menyatakan bahwa pelecehan seksual dalam dunia medis tidak hanya merugikan korban, tetapi juga mencoreng citra profesi kedokteran yang seharusnya memberikan rasa aman dan kepercayaan kepada masyarakat.

Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas menjadi penting agar kepercayaan publik terhadap profesi ini tetap terjaga.

Menkes Wajibkan Tes Mental Untuk Dokter PPDS

Setelah kasus Priguna Anugerah Pratama, dokter residen anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, mencuat, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin turun tangan.

Budi Gunadi bahkan membuat aturan baru untuk dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

Yakni, mewajibkan dokter PPDS menjalani serangkaian tes kesehatan mental.

Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap tingginya tekanan mental yang dialami oleh dokter PPDS dalam menjalankan tugas mereka.

"Sekarang Kemenkes akan mewajibkan semua peserta PPDS yang mau masuk harus tes mental dulu."

"Dan setiap tahun, karena mereka kan 'under a lot of pressure', tekanannya banyak. Setiap tahun harus tes mental," ujar Budi Gunadi Sadikin, dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Melalui pemeriksaan tahunan ini, Kemenkes berharap dapat memantau kondisi mental para dokter PPDS.

Budi menekankan pentingnya deteksi dini masalah kesehatan mental untuk mencegah potensi kasus kriminal yang mungkin timbul akibat tekanan yang dialami para dokter.

"Dengan begitu, kita bisa melihat kalau ada yang anxiety, apa cemas, ada yang depresi. Itu bisa ketahuan lebih dini sehingga kita bisa perbaiki," jelasnya.

Sementara Wakil Menteri Kesehatan Dante Harbuwono berharap, kebijakan tersebut dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan aman bagi para tenaga medis.

Dokter Residen Priguna Ngaku Baru Lakukan 1 Kali Rudapaksa

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar, Kombes Pol Surawan mengungkapkan hasil pemeriksaan dari Priguna Anugerah Pratama (31) yang kini jadi tersangka kasus rudapaksa pada keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Diketahui Priguna ini merupakan dokter residen peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad).

Dari hasil pemeriksaan penyidik, Surawan menyebut Priguna mengaku hanya melakukan aksi rudapaksa itu satu kali.

Yakni kepada anak dari seorang pasien RSHS Bandung yang berinisial FH (21).

Padahal sebelumnya terdapat dua terduga korban lain yang mengaku dirudapaksa oleh Priguna.

Dua terduga korban ini juga telah dimintai keterangan oleh pihak kepolisian.

Mereka merupakan pasien di RSHS Bandung yang berusia 21 dan 31 tahun.

Laporan dua terduga korban ini sebelumnya didapat dari hotline RS Hasan Sadikin Bandung.

 
Sementara ini terungkap modus yang sama dilakukan tersangka terhadap keduanya, yakni pemeriksaan medis.

Atas pengakuan Priguna ini, Surawan menyebut pihaknya kini masih mendalami dugaan rudapaksa yang diterima dua terduga korban tersebut.

"Yang keterangan dia (tersangka) masih yang awal (satu korban), yang terakhir korban itu. Sementara dua lagi sedang kami dalami," kata Surawan dilansir Kompas.com, Senin (14/4/2025).

Kronologi

Sebelumnya, kronologi rudapaksa yang dilakukan dokter residen diungkap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Surawan.

Kombes Surawan menjelaskan, saat itu korban inisial FH (21), hendak transfusi darah untuk ayahnya yang sedang kritis. 

"Itu sekitar pukul 17.00 sore kan korban mau transfusi darah karena bapaknya berada dalam kondisi kritis."

"Karena bapaknya dalam kondisi yang kritis, anaknya saja (diambil darah) begitu," kata Surawan usai konferensi pers di Mapolda Jabar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/4/2025). 

Pada 18 Maret 2025, sekira pukul 01.00 WIB, Priguna Anugerah Pratama alias PAP (31) meminta korban untuk diambil darahnya.

Priguna kemudian mengajak korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC Lantai 7 untuk pengambilan darah.

"Anaknya (korban) tuh enggak tahu tujuannya, kemudian dibawa ke ruang yang baru, dengan dalih akan diambil darah," katanya. 

Di lokasi tersebutlah, tindakan kekerasan seksual pemerkosaan terhadap korban terjadi.

Saat tindakan bejatnya diketahui, pelaku sempat melakukan tindakan percobaan bunuh diri.

Akibatnya, ia sempat mendapatkan perawatan, tetapi tak lama polisi akhirnya berhasil menangkap pria yang diketahui telah beristri itu di apartemennya pada 23 Maret 2025. 

"Dia sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap," kata Surawan. 

Dalam kasus ini, polisi juga mengambil sampel sperma yang akan diuji di lab untuk dilakukan cek DNA.

Belakangan diketahui, PAP sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Dia juga sudah ditahan sejak 23 Maret 2025.

“Iya kami tangani kasusnya. Pelaku sudah ditahan sejak 23 Maret 2025. Pelaku ada satu orang berusia 31 tahun," ujar Kombes Surawan.

Dalam kasus ini, sebanyak 11 saksi yang terdiri dari korban, keluarga, perawat hingga ahli telah dimintai keterangan. 

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 6C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 12 tahun.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sudah 3 Korban yang Lapor Polisi, tapi Dokter Residen Priguna Hanya Akui Lakukan Rudapaksa Sekali

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Dedi Mulyadi Wanti-wanti Unpad Imbas Kasus Priguna Rudapaksa Keluarga Pasien: Pintar Aja Gak Cukup

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved