Berita Balikpapan Terkini

Terungkap Penyebab WNA Nigeria Sulit Dipulangkan, Rudenim Sebut Tak Ada Respons Kedutaan

Rudenim kerap menghadapi tantangan dalam menangani kasus warga negara asing (WNA) yang melanggar undang-undang keimigrasian terutama WNA Nigeria.

Penulis: Zainul | Editor: Miftah Aulia Anggraini
TRIBUNKALTIM.CO/ZAINUL
BEBAN NEGARA - Tiga Warga Negara Asing (WNA) berkebangsaan Nigeria tiba di Rudenim Balikpapan yang sebelumnya dipindahkan dari Rudenim Jakarta. Kamis (3/7/2025). Dari sekian banyak WNA yang melanggar undang-undang kemigrasian di Indonesia, WNA Nigeria menjadi paling tersulit untuk dipulangkan lantaran pemerintah Indonesia kesulitan membangun komunikasi dengan kedutaan Nigeria hingga keberadaan WNA Nigeria justru membebani negara Indonesia. (TRIBUNKALTIM.CO/ZAINUL) 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN – Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) kerap menghadapi tantangan serius dalam menangani kasus warga negara asing (WNA) yang melanggar undang-undang keimigrasian terutama WNA Nigeria.

Kendala utamanya bukan sekadar proses hukum keimigrasian, melainkan lambannya respons dari Kedutaan Besar Nigeria yang kerap menyulitkan upaya pemulangan para deteni.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Kepala Rudenim Jakarta, Slamet Wahyuni saat melakukan pemindahan sebanyak tiga orang WNA Nigeria dari Rudenim Jakarta ke Rudenim Balikpapan pada Kamis (3/7/2025).

Ketiganya dipindahkan ke Rudenim Balikpapan untuk mencegah potensi konflik akibat kepadatan deteni dari benua Afrika di Jakarta.

Baca juga: 3 WNA Nigeria Tanpa Dokumen Resmi Dipindahkan ke Rudenim Balikpapan, Tunggu Deportasi

“Pemindahan ini bagian dari upaya kami menjaga ketertiban di lingkungan detensi. Selain itu, dengan menyebar para deteni ke beberapa Rudenim di daerah lain, kami berharap proses pemulangan bisa dipercepat,” jelas Slamet Wahyuni.

Ketiga WNA Nigeria tersebut sebelumnya diamankan dalam Operasi Wira Waspada—sebuah operasi gabungan yang digelar Direktorat Jenderal Imigrasi melalui Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian.

Operasi ini menyasar WNA yang melakukan pelanggaran keimigrasian di wilayah Jakarta.

“Saat diamankan, ketiganya tidak bisa menunjukkan dokumen perjalanan mereka. Meskipun besar kemungkinan mereka masuk ke Indonesia secara legal, tapi dokumen itu tidak dapat diperlihatkan saat pemeriksaan. Ini melanggar Pasal 119 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,” ujar Slamet.

Baca juga: Rudenim Balikpapan Deportasi 7 WNA Sepanjang 2024, Mayoritas dari Timur Tengah dan Asia

Setelah diamankan oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Tanjung Priok, mereka sempat ditahan untuk proses pemeriksaan administrasi.

Namun karena waktu penahanan melebihi tujuh hari—batas maksimal yang diizinkan—mereka kemudian dipindahkan ke Rudenim Jakarta, sebelum akhirnya diteruskan ke Rudenim Balikpapan.

Yang menjadi permasalahan besar adalah lambannya koordinasi dengan pihak Kedutaan Besar Nigeria di Indonesia.

Menurut Slamet, komunikasi dengan perwakilan diplomatik Nigeria kerap tidak membuahkan hasil yang cepat.

Baca juga: Rudenim Balikpapan Deportasi Warga Nigeria yang Terbukti Langgar Izin Tinggal di Indonesia

“Ini jadi kendala serius. Berbeda dengan beberapa kedutaan besar negara Eropa yang sangat responsif dan kooperatif dalam proses pemulangan warganya, Kedutaan Nigeria justru sangat sulit diajak komunikasi,” ungkapnya.

Imbas dari sulitnya komunikasi ini, banyak deteni Nigeria yang akhirnya tertahan cukup lama di Rudenim—bahkan ada yang sampai dua tahun—karena tidak kunjung memperoleh dokumen perjalanan atau tiket pulang yang menjadi tanggung jawab masing-masing WNA.

“Kami tidak bisa memulangkan seseorang tanpa dokumen perjalanan. Dan kalau pihak kedutaan lambat, kami pun tidak bisa berbuat banyak,” tambahnya.

Rudenim berharap ada peningkatan koordinasi antar lembaga, termasuk kerja sama yang lebih erat dengan Kementerian Luar Negeri dan perwakilan diplomatik, untuk mengatasi kasus-kasus serupa ke depan.

Baca juga: 3 WNA Filipina yang Diamankan di Berau akan Dipindahkan ke Rudenim Manado

Slamet juga menekankan perlunya kebijakan tegas terhadap kedutaan yang tidak kooperatif, demi melindungi integritas dan kewibawaan hukum keimigrasian Indonesia.

“Sistem penanganan deteni tidak hanya soal pengawasan, tapi juga soal kemanusiaan. Kami tidak ingin menahan seseorang terlalu lama tanpa kejelasan. Namun kami pun perlu dukungan semua pihak, termasuk kedutaan besar negara asal mereka,” pungkas Slamet.(*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved