Breaking News

Berita Pemprov Kalimantan Timur

Sungai Karang Mumus, Dulu dan Sekarang: Mengembalikan Sumber Kehidupan Samarinda

Pada tahun 1992 sejak kepemimpinan Gubernur HM Ardans, Pemprov Kaltim sudah membantu Pemkot Samarinda menangani SKM.

HUMASPROV KALTIM
Grafis Sungai Karang Mumus (SKM) Samarinda 

SUNGAI Karang Mumus (SKM) membelah jantung Kota Samarinda, ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. Sungai ini menjadi salah satu jalur trasportasi air bagi warga yang berada di daerah aliran sungai (DAS) Karang Mumus. Juga menjadi sumber kehidupan warga, sekaligus menjadi titik aktivitas mandi, cuci, kakus (MCK), dan lainnya. 

“Karang Mumus ini anak Sungai Mahakam. Panjangnya sekitar 34,7 kilometer,” ujar Misman, penggagas Gerakan Memungut Sehelai Sampah di Sungai Karang Mumus Samarinda.

Berbincang dengan Tim Biro Humas Setda Provinsi Kaltim di Gedung PWI Kaltim, Jalan Biola Samarinda, Misman menjelaskan secara umum kondisi daerah aliran sungai berbukit-bukit dan datar, khususnya di alur sungai yang berada dalam Kota Samarinda.

Terdapat daerah rawa-rawa dan anak SKM, seperti Sungai Lubang Putang, Sungai Siring, Sungai Lantung, Sungai Muang, Sungai Selindung, Sungai Bayur, Sungai Lingai dan Sungai Bengkuring.

Keberadaan SKM tidak terlepas dari perkembangan Kota Samarinda pada awalnya. Masuknya pendatang orang-orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa memilih bermukim di seberang muara Karang Mumus hingga berkembang menjadi Kota Samarinda seperti saat ini.

Hingga seputaran tahun 1980-an kondisi sungai masih terbilang bersih dan belum tercemar seperti saat ini. Masih banyak ditemui nelayan yang menangkap ikan di sungai. Terdapat pula rumah-rumah rakit berada di bantaran sungai yang dihuni para nelayan.

Saat bulan tertentu, sungai mengalami musim bangai. Ikan-ikan yang berada di sungai bermunculan ke permukaan air akibat tidak normalnya tingkat keasaman air.

Pada saat itu warga di sekitar bantaran sungai beramai-ramai menangkap ikan yang mabuk air tersebut. “Tapi itu dulu,” ucap lelaki yang menjadi pengelola Sekolah SKM di Desa Muang Lempake Utara.

Namun saat ini, kondisi air terlihat berwarna hitam pekat dengan aroma menyengat tak sedap menyesakkan pernapasan. Ditambah pemandangan yang memprihatinkan karena sampah beriringan mengikuti arus air. Terlebih ketika air dalam keadaan surut.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda menginformasikan kualitas air SKM tidak lagi layak untuk digunakan, akibat pencemaran limbah rumah tangga yang melebihi ambang normal.

Rupanya, terlalu banyak pihak yang berkontribusi terhadap perubahan SKM yang semakin sekarat. Selain, tata kelola lingkungan yang tidak ramah juga prilaku tidak peduli lingkungan menyebabkan banyak kawasan resapan air, kawasan vegetasi dan bantaran semakin berkurang.

Pada tahun 1992 sejak kepemimpinan Gubernur HM Ardans, Pemprov Kaltim sudah membantu Pemkot Samarinda menangani SKM.

Di antaranya dengan melakukan relokasi warga bantaran SKM sepanjang 1,3 km di kanan dan kiri sungai dari Jembatan 1 hingga Jembatan Kehewanan (dibangun turap). Selanjutnya di Jembatan Ruhui Rahayu, turap sepanjang 600 meter.

Terhadap warga dibangunkan pemukiman (relokasi) di Perumahan Bengkuring sebanyak 900 rumah untuk 900 kepala keluarga (KK) dari 3.384 KK pindahan warga Jembatan 1 hingga Jembatan Kehewanan.

Berikut, perumahan di Handil Kopi untuk relokasi 80 KK dari Jalan Kehewanan hingga Jalan Tarmidi, namun warga tidak mau pindah. Juga, 60 KK di kawasan Gang Nibung dipindahkan ke Perumahan Jalan Damanhuri.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
KOMENTAR

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved