Berita Nasional Terkini

Menkeu Purbaya Serahkan ke Bank Indonesia soal Waktu Penerapan Redenominasi Rupiah

Isu redenominasi rupiah menjadi perbincangan publik usai digagas oleh Menteri Keuangan Purbaya.

Kemenkeu Foto/Biro KLI - Zalfa'Dhiaulhaq
REDENOMINASI RUPIAH - Menkeu Purbaya dalam Konferensi Pers APBN KiTa di Jakarta pada Selasa (14/10/2025). Jawaban Purbaya saat ditanya soal kapan penerapan redenominasi rupiah (Kemenkeu Foto/Biro KLI - Zalfa'Dhiaulhaq) 
Ringkasan Berita:
  • Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan redenominasi rupiah belum akan dijalankan dalam waktu dekat karena menjadi kewenangan Bank Indonesia
  • BI menyatakan kebijakan ini baru akan diterapkan pada waktu yang tepat dengan mempertimbangkan stabilitas ekonomi, politik, dan sosial
  • Redenominasi bertujuan menyederhanakan nominal rupiah tanpa mengubah daya beli, demi efisiensi transaksi dan modernisasi sistem pembayaran.

TRIBUNKALTIM.CO - Isu redenominasi rupiah menjadi perbincangan publik usai digagas oleh Menkeu Purbaya.

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa kebijakan penyederhanaan nilai mata uang Indonesia tersebut belum akan dijalankan dalam waktu dekat.

Dalam pernyataannya di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Senin (10/11/2025), Purbaya menuturkan bahwa langkah redenominasi sepenuhnya menjadi kewenangan Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter negara.

“Itu kebijakan bank sentral, dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya,” ujar Purbaya.

Baca juga: Menkeu Purbaya Siapkan RUU Redenominasi Rupiah, Ubah Rp 1.000 jadi Rp 1

Pernyataan ini sekaligus menegaskan bahwa pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, tidak memiliki rencana untuk menjalankan kebijakan tersebut baik tahun ini maupun tahun depan.

Lebih lanjut, Purbaya menegaskan, “Tidak tahun depan, saya tidak tahu, itu bukan Menteri Keuangan, tapi urusan bank sentral.”

Dengan demikian, ia ingin meluruskan persepsi publik bahwa Kementerian Keuangan bukanlah pihak yang menentukan kapan redenominasi akan diterapkan.

“Jadi jangan gua yang digebukin, gue digebukin terus,” ujarnya sambil menekankan bahwa penentuan waktu yang tepat adalah wewenang penuh BI.

Redenominasi Rupiah dan Posisi Pemerintah

Redenominasi sendiri merupakan proses penyederhanaan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengubah nilai atau daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa.

Contohnya, nilai Rp1.000 akan menjadi Rp1 setelah redenominasi, namun daya belinya tetap sama.

Artinya, sebuah barang seharga Rp10.000 tetap memiliki nilai ekuivalen Rp10 dalam sistem baru.

Tujuan utama kebijakan ini adalah untuk meningkatkan efisiensi transaksi, memperkuat kredibilitas rupiah, serta mendukung modernisasi sistem pembayaran nasional.

Kebijakan ini sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025–2029.

Dalam dokumen tersebut, disebutkan bahwa rencana redenominasi merupakan bagian dari strategi jangka panjang pemerintah untuk menjaga stabilitas nilai rupiah, memperkuat kepercayaan publik terhadap mata uang nasional, dan mendorong efisiensi ekonomi.

Namun demikian, pemerintah belum memiliki agenda konkret untuk mengeksekusi kebijakan tersebut dalam waktu dekat. 

Purbaya menegaskan bahwa pelaksanaannya baru akan dilakukan jika seluruh aspek penunjang, seperti stabilitas ekonomi dan kesiapan sistem, telah terpenuhi.

Bank Indonesia Tunggu Momen yang Tepat

Dari sisi otoritas moneter, Bank Indonesia (BI) melalui Kepala Departemen Komunikasi Ramdan Denny Prakoso menegaskan bahwa kebijakan redenominasi akan dijalankan pada waktu yang dinilai paling tepat.

Menurutnya, pelaksanaan kebijakan ini tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa karena harus mempertimbangkan stabilitas politik, ekonomi, sosial, dan kesiapan teknis.

“Bank Indonesia akan tetap fokus menjaga stabilitas nilai rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi selama proses redenominasi berlangsung,” ujar Ramdan di Jakarta.

Ia menambahkan bahwa BI telah merancang proses redenominasi secara matang agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.

Salah satu faktor penting yang masih menjadi perhatian adalah koordinasi lintas lembaga, termasuk antara BI, Kementerian Keuangan, DPR, dan para pemangku kepentingan lainnya.

Hal ini penting untuk memastikan bahwa proses transisi berjalan lancar dan tidak menimbulkan gangguan terhadap sistem keuangan nasional.

Saat ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025–2029 sebagai inisiatif pemerintah atas usulan BI.

Pemerintah menargetkan agar pembahasan RUU tersebut dapat rampung pada tahun 2027, sebelum kebijakan ini benar-benar diterapkan secara bertahap.

Mengapa Redenominasi Dianggap Penting

Secara konseptual, redenominasi tidak akan mengurangi nilai uang masyarakat, melainkan hanya mengubah tampilan nominal.

Kebijakan ini diyakini dapat mempermudah pencatatan transaksi keuangan, mengurangi risiko kesalahan input angka dalam sistem akuntansi, serta memberikan citra positif terhadap stabilitas ekonomi nasional.

Selain itu, Bank Indonesia menilai redenominasi merupakan bagian dari upaya modernisasi sistem pembayaran di tengah perkembangan teknologi finansial yang semakin pesat.

Penyederhanaan nominal diharapkan dapat meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia, memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap rupiah, dan mendukung transisi menuju ekonomi digital.

Namun demikian, kebijakan ini juga tidak lepas dari risiko.

Sejumlah ekonom menilai bahwa jika dilakukan tanpa perencanaan matang, redenominasi dapat menimbulkan kebingungan publik dan bahkan berpotensi memicu inflasi sementara. 

Oleh karena itu, kesiapan sosial dan komunikasi publik menjadi faktor krusial dalam proses ini.

Belajar dari Pengalaman Negara Lain

Beberapa negara yang telah menerapkan redenominasi sebelumnya bisa menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia.

Negara seperti Turki dan Ghana berhasil menyederhanakan nilai mata uang mereka tanpa gejolak berarti, berkat kesiapan ekonomi dan komunikasi yang baik dengan masyarakat.

Sebaliknya, ada pula negara yang mengalami kegagalan redenominasi karena dilakukan dalam situasi ekonomi tidak stabil, seperti Venezuela dan Zimbabwe, yang justru mengalami hiperinflasi akibat lemahnya kebijakan fiskal dan moneter.

Oleh karena itu, BI menekankan bahwa penerapan kebijakan ini hanya akan dilakukan ketika stabilitas ekonomi nasional benar-benar terjaga.

Dalam konteks nasional, redenominasi rupiah merupakan langkah simbolik sekaligus strategis menuju efisiensi ekonomi jangka panjang.

Pemerintah berharap bahwa penyederhanaan nilai nominal rupiah dapat menjadi bagian dari reformasi struktural untuk memperkuat sistem keuangan Indonesia.

Daftar Negara yang Pernah Melakukan Redenominasi

Sejumlah negara di dunia pernah melakukan redenominasi.

Redenominasi mata uang menjadi sebuah upaya yang dilakukan oleh negara dan pemerintahnya untuk menegaskan kembali kedaulatan moneter mereka, karena uang dapat meningkatkan atau mengurangi legitimasi pemerintah.

Ini adalah proses di mana unit uang baru menggantikan unit lama dengan rasio tertentu.

Akan tetapi, redenominasi tak selalu sukses, ada negara yang belum berhasil memperbaiki kondisi moneter meski sudah memotong nilai mata uangnya.

Dikutip dari artikel The political economy of currency re-denomination by countries yang ditulis Peter Nwaoba pada 2010 dan terbit dalam jurnal CBN Bullion 34, berikut beberapa negara yang pernah melakukan redenominasi:

Turki

Pada Januari 2005, Turki (sekarang: Turkiye) mengganti mata uangnya, lira, dengan Lira Turki yang baru, dengan nilai tukar satu juta lira lama menjadi satu lira baru. 

Motif dari Pemerintah Turki untuk melakukan redenominasi adalah fakta bahwa banyaknya angka nol yang mempersulit statistik dan transaksi dalam perekonomian, dan banyaknya angka nol dalam lira berdampak negatif terhadap kredibilitas mata uang nasional.

Menurut Mosley (2005), satu dolar AS setara dengan 1.500.890 lira di Turki pada 2003.

Rusia

Pemerintah Rusia mengumumkan kebijakan redenominasi rubel yang berlaku efektif 1 Januari 1998 untuk meyakinkan publik bahwa krisis ekonomi negara tersebut telah berakhir. 

Inflasi pun menurun, dari 875 persen pada 1993 menjadi 200 persen pada 1995 dan selanjutnya menjadi 15 persen pada 1997.

Namun, redenominasi tidak menandai akhir dari masa-masa sulit negara tersebut karena inflasi kembali terjadi pada 1999.

Kegagalan Rusia pada tahun 1998/1999 menjadi contoh kegagalan redenominasi. 

Rusia menghapus tiga angka nol dari mata uangnya pada 1998 ketika inflasi hanya 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan
dua belas bulan kemudian, kondisi makroekonomi yang memburuk justru mendorong inflasi hingga lebih dari 120 persen.

Kasus Rusia merupakan indikasi yang jelas bahwa tanpa adanya kebijakan/reformasi stabilisasi moneter dan fiskal yang baik, redenominasi tidak akan menghentikan inflasi.

Argentina

Argentina mengalami empat kali revaluasi/redenominasi antara tahun 1970 dan 1992. 

Redenominasi tahun 1992 menandai puncak paket reformasi ekonomi yang dramatis di negara tersebut.

Mata uang Argentina lama, Peso argentino, sepenuhnya diganti menjadi mata uang baru, Argentina austral pada 1985.

Namun, terjadinya hiperinflasi menyebabkan diperkenalkannya peso Argentina yang menggantikan Argentina austral dengan rasio 1:10.000 pada Desember 1991.

Redenominasi dilakukan untuk menyelamatkan mata uang Argentina dari hampir hilangnya kepercayaan publik dan kegunaan praktis, sekaligus memulihkan kepercayaan tersebut.

Bulgaria 

Bulgaria disebut sebagai salah satu negara yang hampir sukses terkait efek kebijakan redenominasinya.

Bulgaria melakukan redenominasi mata uangnya pada pertengahan 1999 ketika inflasi tahunannya mendekati 1,2 persen dengan mengurangi tiga angka nol pada mata uang tersebut.

Artinya, 1.000 leva lama setara dengan 1 lev baru, berdasarkan Undang-Undang Redenominasi Lev dan Perubahan Standar Harga.

Venezuela

Redenominasi Bolívar, mata uang nasional Venezuela, mulai berlaku pada 1 Januari 2008.

Sebelumnya, pada Maret 2006, dan Dewan Eksekutif telah mengeluarkan dekrit yang menghapus tiga angka nol pada uang kertas dan memerintahkan pencetakan sejumlah besar uang logam yang mewakili sen dan pecahan sen.

Turkmenistan

Bank Sentral Turkmenistan mengeluarkan detail rencana redenominasi mata uang nasionalnya, manat, pada 2008, dan mata uang baru diperkenalkan pada 1 Januari 2009. 

Setelah mata uang baru tersebut diperkenalkan, nilai nominal uang kertas dolar AS setara dengan 2,8 manat, angka ini sangat jauh lebih kecil jika dibandingkan nilai sebelumnya, yakni 14.000 manat.

Tindakan redenominasi ini bertujuan untuk memastikan efektivitas dan sebagai sarana untuk mencapai tujuan utama reformasi moneter.

Artikel ini telah tayang di Kompas dengan judul Redenominasi Rupiah Masih Jauh, Purbaya Tunggu Waktu yang Tepat dari BI

Artikel ini telah tayang di Kompas dengan judul Purbaya Tegaskan Redenominasi Ranah BI, Belum Akan Dijalankan dalam Waktu Dekat

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Purbaya Siapkan Redenominasi Rupiah, Simak Daftar Negara yang Pernah Melakukan Redenominasi

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved