Berita Nasional Terkini

Ubedilah Badrun Tegaskan Akar Masalah Whoosh Bukan Negosiasi Utang, 5 Tokoh Perlu Diperiksa

Ubedilah Badrun menilai akar masalah proyek Kereta Cepat Whoosh bukan soal utang ke China, melainkan buruknya tata kelola pemerintahan.

Editor: Doan Pardede
Kompas.com/Faqih Rohman Syafei
PROYEK WHOOSH - Potret Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Stasiun Tegalluar, Kabupaten Bandung, Minggu (17/9/2023).(Kompas.com/Faqih Rohman Syafei) 
Ringkasan Berita:
  • Akademisi UNJ, Ubedilah Badrun, menyebut dugaan korupsi proyek Whoosh harus diusut tuntas. 
  • Ia menyebut masalah utama bukan negosiasi utang, tapi buruknya tata kelola pemerintahan.
  • Ubed menegaskan, 5 tokoh harus diperiksa, termasuk Presiden Joko Widodo dan, Luhut Binsar Pandjaitan.
  • KPK telah menyelidiki dugaan mark up Whoosh sejak awal 2025 dan pastikan proses hukum masih berjalan tanpa kendala.

TRIBUNKALTIM.CO - Aktivis ’98 sekaligus akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menyoroti dugaan korupsi atau mark up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) yang dibangun pada era pemerintahan Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi).

Menurut Ubed, persoalan utama proyek Whoosh bukan pada negosiasi ulang dengan China soal utang, melainkan pada buruknya tata kelola pemerintahan (good governance).

“Persoalan besar dari kereta cepat itu tidak adanya good governance, otomatis tata kelolanya buruk. Itu yang harus dibongkar,” ujarnya, dikutip dari kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP, Rabu (29/10/2025).

Ia menegaskan, bukan hanya pihak Danantara atau KAI yang perlu diperiksa.

Tim yang melakukan lobi ke China, termasuk Luhut Binsar Pandjaitan dan sejumlah pejabat lain, juga harus diperhatikan.

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Alasan Ragu Luhut Binsar Pandjaitan Terlibat Dugaan Korupsi Proyek Whoosh

“Jadi bukan cuma Danantara sama KAI. Perlu dicek juga siapa saja tim yang lobi ke China untuk restrukturisasi utang - Luhut dan kawan-kawan itu - yang mau mengubah jangka waktu pengembalian,” jelasnya, seperti dilansir TribunNewsmaker.com dengan judul 5 Sosok Disebut Ubedilah Harus Diperiksa soal Dugaan Korupsi Whoosh, Ada Jokowi hingga Luhut Binsar.

Menurut Ubed, memperpanjang masa pengembalian utang justru berisiko menambah beban negara.

“Kalau jangka waktunya diperpanjang, utang kita makin banyak. Beban negara pun makin panjang, belum lagi risiko fluktuasi dolar,” tambahnya.

Ubed menilai, negosiasi dengan China tidak menyelesaikan akar masalah.

Ia menegaskan bahwa inti persoalan adalah dugaan korupsi dalam tata kelola proyek Whoosh.

“Jadi bukan karena negosiasi ulang ke China lalu selesai perkaranya, tidak. Masalahnya adalah adanya tanda-tanda korupsi dalam proses pembangunan kereta cepat,” tegasnya.

Ia juga menyoroti risiko menambah jangka waktu pengembalian utang, yang menurutnya justru akan membebani negara lebih lama.

"Perkaranya bukan di situ. Pertama, kalau nambahin jangka panjang, utang kita tambah banyak ya kan, panjang dan beban negara panjang begitu. Belum lagi nanti fluktuasi dolar dan lain-lain," tambah Ubed.

Menurut Ubed, negosiasi dengan China tidak akan menyelesaikan akar masalah.

Dugaan korupsi dalam proyek Whoosh adalah inti persoalan yang perlu diusut.

"Jadi bukan gara-gara melakukan negosiasi ulang ke China, lalu sudah selesai perkara kereta cepat, no. Perkaranya adalah ada tanda-tanda korupsi dalam proses tata kelola pembangunan kereta cepat," tegasnya.

Ubed menegaskan, Jokowi sendiri harus dipanggil untuk diperiksa terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, karena proyek tersebut dibangun pada masa pemerintahannya.

"Jokowi harus dipanggil. Kenapa membuat peraturan presiden yang tidak konsisten dengan peraturan sebelumnya? Itu dipanggil," kata Ubed.

5 Tokoh Harus Diperiksa

Selain Jokowi, kata Ubed, pihak lainnya juga harus dipanggil, seperti Luhut yang kala itu menjabat sebagai Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Kemudian, Menteri BUMN yang menjabat di era Jokowi, yakni Rini Soemarno (2014–2019) dan Erick Thohir (2019–2025). 

Rini Soemarno menjabat pada periode pertama pemerintahan Jokowi, sedangkan Erick Thohir menjabat pada periode kedua.

Menteri Perhubungan era Jokowi, yakni Budi Karya, menurut Ubed juga harus turut diperiksa.

"Lalu yang kedua, berdasarkan peraturan presiden juga yang 2021 itu kan ada ketua komite-nya namanya Luhut, Luhut perlu dimintai pertanggung jawaban juga."

"Jadi Joko Widodo, Luhut Binsar Pandjaitan, kemudian tentu menteri BUMN ya, Rini Soemarno, Budi Karya Menteri Perhubungan, Kemudian Erick Thohir periode kedua jadi (menteri) BUMN ya, dimintai keteranganlah itu, karena kan waktu itu pembengkakan terjadi ya," papar Ubed.

Menurut Ubed, Jokowi dan timnya itu perlu diperiksa untuk dimintai keterangan terkait proyek Whoosh ini.

"Jadi menurut saya, orang-orang yang masuk dalam tim itu diminta pertanggung jawaban, jadi Joko Widodo sama timnya ini, Luhut dan kawan-kawan, karena itu ada sesuatu yang disembunyikan," ucapnya.

Baca juga: Soal Manfaat Kereta Cepat Whoosh untuk Masyarakat, Megawati Sudah Pernah Peringatkan Jokowi

Utang Whoosh 

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini sebelumnya ramai dibicarakan karena utang Whoosh yang mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS dan diusulkan agar dibayar dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), tetapi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak menyetujuinya.

Adapun, investasi pembangunan kereta cepat Whoosh tersebut diketahui mencapai 7,27 miliar dolar AS atau Rp120,38 triliun.

Namun, dari seluruh investasi itu, total sebesar 75 persen dibiayai melalui utang kepada China Development Bank (CDB) dengan bunga tiap tahunnya sebesar 2 persen.

Dari segi pembayaran utang, skema besaran bunga yang disepakati yaitu bunga tetap yang selama 40 tahun pertama.

Pada pertengahan pembangunan, ternyata terjadi juga pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 19,54 triliun.

Karena itu, pihak KCIC kemudian menarik utang lagi dengan bunga yang lebih tinggi, yakni sebesar 3 persen.

Proyek ini memperoleh pinjaman dari CDB senilai 230,99 juta dolar AS dan 1,54 miliar renminbi, dengan total setara Rp6,98 triliun.

Adapun separuh utang untuk membiayai cost overrun itu berasal dari tambahan pinjaman CDB. Sementara sisanya dari patungan modal BUMN Indonesia dan pihak China.

Duduk Perkara Munculnya Isu Dugaan Korupsi

Selain masalah utang, muncul juga adanya dugaan korupsi atau mark up dalam proyek Whoosh kebanggan Jokowi tersebut.

Dugaan korupsi tersebut mencuat setelah pernyataan mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD dalam YouTube-nya pada 14 Oktober 2025 lalu, yang mengatakan bahwa biaya pembangunan per kilometer di Indonesia mencapai 52 juta dolar AS, sementara di China hanya sekitar 17 hingga 18 juta dolar AS.

Namun, belakangan, Mahfud menegaskan bahwa bukan dirinya yang pertama kali mengungkap adanya dugaan korupsi dalam proyek Whoosh tersebut, tetapi orang lain dan dia mendapatkan informasi dari situ juga.

"Informasi bahwa ada orang yang punya informasi, saya kan bukan yang pertama kan. Saya justru karena ada informasi dari sebuah televisi dan mengundang dua narasumber yang pernah terlibat dalam hal itu," tuturnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Rabu.

Mahfud mengatakan dalam podcast di channel YouTube-nya, ia dengan jelas menyebut dua narasumber yang menyatakan hal itu dan di televisi apa.

"Sang saya katakan dari informasi saya di podcast itu saya sebut sumbernya loh dengan terang dari televisi ini, jam sekian, Pak Agus Pambagio bilang bahwa ada pemecatan karena tidak setuju. Bahkan Pak Agus juga yang memberi contoh, bisa saja Natuna itu diambil Cina seperti kasus Sri Lanka. Itu bukan dari saya, dari Pak Agus," ucap Mahfud.

Setelah itu, Mahfud mengatakan, dugaan mark up tersebut diungkapkan Anthony Budiawan di televisi tersebut.

Mahfud menegaskan dia hanya mengangkat isu dugaan korupsi Whoosh itu lagi karena ketika dibahas oleh dua narasumber itu tidak ada efek apa-apa.

Baca juga: Projo: Isu Markup Proyek Whoosh Jadi Alat Serangan Politik ke Jokowi

"Nah, kemudian soal dugaan mark up itu yang bilang Pak Antoni Budiawan gitu. Jadi bukan saya yang buka, saya yang justru mengangkat. Karena ketika dua orang ini bicara kok adem-adem aja. Lalu saya angkat di tempat saya, lalu rujukannya kok seperti ke saya. Padahal di keterangan saya itu informasinya dari dua orang itu dan dari satu televisi," katanya.

Mahfud pun mengaku siap jika memang diminta KPK untuk datang memberikan keterangan terkait pernyataan soal dugaan korupsi Whoosh tersebut, karena penjelasannya sudah ada semua di dalam podcast miliknya.

"Jadi kalau saya diminta informasi, saya beritahu ini informasinya sudah ada di keterangan saya, di podcast saya bahwa ini informasinya. Kalau Anda perlu dari tangan saya ini saya tunjukkan, saya gitu aja kan," tegasnya.

Kata KPK

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Prasetyo, mengungkapkan pihaknya sedang menyelidiki dugaan mark up proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.

Budi mengatakan penyelidikan dugaan mark up proyek Whoosh saat ini sedang dalam proses.

Ia menyebut KPK juga fokus mencari bukti dan keterangan terkait unsur-unsur peristiwa pidana proyek era mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.

Namun, Budi belum bisa merinci apa saja temuan KPK, sebab proses penyelidikan yang sudah dilakukan sejak awal 2025, masih berlangsung.

"Adapun penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun. Jadi memang ini masih terus berprogres dalam proses penyelidikan."

"Karena memang masih di tahap penyelidikan, informasi detil terkait progres atau perkembangan perkaranya belum bisa kami sampaikan secara rinci," jelas Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/10/2025).

"Kami pastikan, KPK terus menelusuri melalui pihak-pihak yang diduga mengetahui, memiliki informasi, dan keterangan yang dibutuhkan untuk mengurai, memperjelas, dan membuat terang dari perkara ini," tuturnya.

Budi memastikan KPK tak menemui kendala khusus meski penyelidikan sudah berjalan hampir satu tahun.

Ia meminta publik percaya pada proses hukum yang sedang berjalan saat ini.

"Sejauh ini tidak ada kendala, jadi memang penyelidikan masih terus berprogres. Kita berikan ruang, kita berikan waktu pada proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK ini," pungkasnya.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPk, Asep Guntur Rahayu, juga mengatakan kasus dugaan mark up Whoosh masuk tahap penyelidikan.

"Saat ini sudah pada tahap penyelidikan," ujarnya, Senin.

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved