Berita Nasional Terkini
Temuan DEEP: Sentimen Positif Dominan, Suara Netizen Terbelah Soal Soeharto Pahlawan Nasional
Temuan DEEP Indonesia ungkap sentimen publik terbelah soal pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.
Ringkasan Berita:
- Hasil riset DEEP Indonesia menunjukkan opini publik terbelah atas pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.
- Dari hampir 6.000 pemberitaan dan 39.000 percakapan media sosial yang dipantau, sentimen positif mendominasi media mainstream dan platform X, sementara Facebook, YouTube, dan TikTok lebih banyak memunculkan sentimen netral hingga negatif.
- Menurut Neni, narasi positif banyak didorong oleh dukungan tokoh NU dan Muhammadiyah, narasi negatif muncul dari masyarakat sipil dan akademisi
TRIBUNKALTIM.CO - Berdasarkan hasil penelitian Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto pada tanggal 10 November 2025 masih menjadi perdebatan publik.
Isu ini ramai dibahas baik melalui pemberitaan di media online, cetak, dan elektronik, maupun dalam percakapan di media sosial seperti X, Facebook, Instagram, YouTube, dan TikTok.
DEEP Indonesia adalah sebuah lembaga non-pemerintah di Indonesia yang fokus pada penguatan demokrasi dan pemberdayaan masyarakat pemilih.
Fokus isu-utama mereka mencakup antara lain, Pendidikan Pemilih, Pemantauan Pemilu, Kajian dan Penelitian, Afirmasi dan Advokasi, Media Informasi & Basis Data.
Baca juga: Cendana Ucapkan Terima Kasih, Soeharto dan 9 Tokoh Lainnya Mendapat Gelar Pahlawan Nasional
“Memang hasil dari media monitoring yang dilakukan oleh DEEP Intelligence Research menunjukkan bahwa 73persen sentimen positif terdapat di pemberitaan media cetak, online, dan elektronik. Akan tetapi, untuk media sosial — terutama Instagram, Facebook, dan YouTube, didominasi oleh sentimen netral dan negatif,” jelas Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati dalam rilis yang diterima TribunKaltim.co pada, Selasa (11/11/2025).
Neni menjelaskan, narasi terkait pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dianalisis melalui 5.989 pemberitaan yang tersebar di media cetak, elektronik, dan online, serta 39.351 percakapan di media sosial.
Pengumpulan data dilakukan pada 1–10 November 2025 pukul 11.13 WIB, dengan kata kunci: Soeharto, Soeharto Pahlawan Nasional, dan Tolak Soeharto Pahlawan Nasional.
Suara Netizen Terbelah
Polarisasi di ruang media sosial menunjukkan terbentuknya narasi positif dan negatif.
Narasi positif berakar kuat pada dukungan dua organisasi besar, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, yang menyoroti kontribusi Soeharto terhadap kemajuan bangsa dan pembangunan.
Bahkan, Muhammadiyah menyebut Soeharto sebagai “bibit Muhammadiyah” yang memberikan legitimasi moral dan sosial bagi para pendukungnya.
Sementara itu, narasi negatif berpusat pada suara-suara kritis masyarakat sipil dan akademisi, yang menyoroti pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM), pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta menilai bahwa pemberian gelar ini dapat membuka luka sejarah baru dan menjadi tanda kemunduran demokrasi, bahkan dianggap sebagai pengkhianatan terhadap agenda reformasi.
“Tentu saja bagi masyarakat sipil, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto tidak masuk akal, karena integritasnya masih dipertanyakan,” ujar Neni Nur Hayati.
Polarisasi sentimen ini menunjukkan bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto bukan sekadar pengakuan sejarah, tetapi juga pertarungan narasi mendalam tentang identitas bangsa, keadilan, dan masa depan demokrasi.
"Ada perbedaan signifikan antara pemberitaan di media arus utama dan percakapan di media sosial, yang menegaskan pentingnya melihat dinamika opini publik secara holistik, tidak hanya dari satu perspektif," kata Neni.
Pemerintah dan pihak terkait diharapkan dapat mempertimbangkan kompleksitas sentimen publik ini.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251110_gelar-pahlawan-nasional.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.