Berita Viral
Guru Abdul Muis Viral Dipecat 8 Bulan Jelang Pensiun, Ini Penjelasan Disdik Sulsel
Penjelasan Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan soal pemecatan guru Abdul Muis yang kasusnya viral di media sosial.
Ringkasan Berita:
- Dua guru di Luwu Utara, Abdul Muis dan Rasnal, diberhentikan tidak hormat setelah putusan pengadilan terkait dana komite Rp20 ribu yang disebut hasil kesepakatan orang tua
- Disdik Sulsel menegaskan batas antara sumbangan sukarela dan pungutan wajib, serta menjelaskan kasus ini di RDP DPRD Sulsel
- PGRI Luwu Utara gelar aksi solidaritas dan ajukan grasi ke Presiden sebagai bentuk dukungan kemanusiaan.
TRIBUNKALTIM.CO - Penjelasan Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan soal pemecatan guru Abdul Muis yang kasusnya viral di media sosial.
Selain Abdul Muis, adapun Rasnal, diberhentikan tidak dengan hormat setelah putusan pengadilan atas dugaan pelanggaran terkait pengumpulan dana komite sekolah pada 2018–2019.
Adapun hari ini akan dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan (Disdik Sulsel) dan DPRD Sulsel yang digelar hari ini, Rabu (12/11/2025).
Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan, Iqbal Nadjamuddin, menegaskan bahwa keberadaan Komite Sekolah dan mekanisme pengumpulan dana pendidikan telah diatur secara jelas melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud).
Namun, ia mengingatkan adanya batas tegas antara sumbangan sukarela dan pungutan wajib, yang tidak diperbolehkan menurut aturan.
Baca juga: Viral Kisah Guru Abdul Muis, Pengabdian 27 Tahun Berakhir Dipecat 8 Bulan Jelang Pensiun
“Komite itu diatur di Permendikbud. Artinya, Komite tidak dilarang melakukan pengumpulan dana pendidikan, tetapi hanya dalam bentuk bantuan sukarela, bukan pungutan wajib,” ujar Iqbal, Selasa (11/11/2025).
Iqbal menjelaskan, pengumpulan dana oleh Komite Sekolah diperbolehkan selama dilakukan secara transparan dan tidak bersifat memaksa.
“Pungutan tidak boleh mewajibkan. Tapi kalau meminta bantuan, boleh. Namanya sumbangan itu ya sukarela, terserah yang mau memberi,” ujarnya.
Pernyataan itu menanggapi kasus dua guru, Abdul Muis dan Rasnal, yang diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) usai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Mereka dinilai melakukan pungutan liar (pungli) terkait iuran sekolah sebesar Rp20 ribu per bulan, yang sebenarnya, menurut sejumlah pihak, merupakan hasil kesepakatan bersama orang tua siswa.
Iuran Rp20 Ribu yang Dianggap Pungli
Kisah ini bermula pada 2018, ketika Abdul Muis ditunjuk sebagai bendahara komite sekolah di SMA Negeri 1 Luwu Utara.
Dalam rapat antara pengurus komite dan orang tua siswa, dibahas persoalan mengenai guru honorer yang tidak mendapat insentif karena tidak terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) — sistem pendataan nasional yang digunakan pemerintah untuk mendistribusikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Karena guru-guru honorer tersebut tidak ter-cover oleh dana BOS, para orang tua siswa sepakat untuk memberikan sumbangan sukarela sebesar Rp20.000 per bulan.
“Yang tidak mampu tidak diminta membayar. Bahkan yang punya anak lebih dari satu, cukup bayar satu saja,” jelas Abdul Muis dalam wawancaranya, Minggu (9/11/2025).
Abdul Muis mengaku tidak menerima insentif pribadi dari dana tersebut.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251112_guru-abdul-muis.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.