Berita Viral

Guru Abdul Muis Viral Dipecat 8 Bulan Jelang Pensiun, Ini Penjelasan Disdik Sulsel

Penjelasan Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan soal pemecatan guru Abdul Muis yang kasusnya viral di media sosial.

Kompas/MUH. AMRAN AMIR
GURU DIPECAT - Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan saat dikonfirmasi kompas.com, Senin (10/11/2025). Penjelasan Disdik Sulsel soal pemecatan guru Abdul Muis (Kompas/MUH. AMRAN AMIR) 

“Saya menerima tunjangan transportasi Rp125 ribu per bulan dan sebagai wakasek Rp200 ribu. Tapi uang itu saya berikan kepada guru honorer yang kadang tidak hadir karena tidak punya uang untuk beli bensin,” ujarnya.

Program sumbangan komite itu berjalan selama tiga tahun. Namun, pada 2020, seorang pemuda yang mengaku dari LSM mendatangi rumah Abdul Muis dan meminta untuk memeriksa pembukuan komite.

Karena Abdul Muis enggan memperlihatkan, orang tersebut mengancam akan melapor ke polisi.

Pada Maret 2021, Abdul Muis pun mendapat panggilan dari pihak kepolisian dan dijerat dengan tuduhan melakukan pungutan liar serta pemaksaan pembayaran kepada siswa.

“Padahal, dana itu hasil kesepakatan rapat. Tidak ada paksaan, tidak ada pemotongan, semuanya terbuka,” ujarnya.

Setelah melalui penyidikan dan persidangan panjang, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis satu tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Abdul Muis.

Ia menjalani hukuman 6 bulan 29 hari di Rutan Masamba karena sebagian masa tahanannya dihitung sebagai tahanan kota.

Setelah bebas, ia sempat kembali mengajar di SMA Negeri 1 Luwu Utara, sebelum akhirnya menerima SK Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari Gubernur Sulsel pada Oktober 2025.

“Kami hanya ingin membantu mereka demi kemanusiaan. Tapi akhirnya kami di-PTDH. Ini sangat melukai rasa keadilan,” ujarnya lirih.
 
Kesaksian Orang Tua Siswa

Sejumlah orang tua siswa membenarkan bahwa iuran Rp20 ribu tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama, bukan pungutan paksa.

Akrama, salah satu orang tua siswa SMA Negeri 1 Luwu Utara, menuturkan bahwa ia masih mengingat jelas kesepakatan rapat tahun 2018.

“Ini kan kesepakatan orang tua. Waktu itu saya hadir, bahwa setiap siswa dimintai Rp20 ribu per bulan untuk menggaji guru honorer yang tidak ter-cover dana BOSP, yaitu guru yang tidak masuk dalam Dapodik,” ujarnya, Selasa (11/11/2025).

Ia menambahkan, para orang tua tidak merasa terbebani.

“Kami orang tua waktu itu tidak keberatan. Karena ini untuk anak kami yang dididik. Saya juga pernah merasakan jadi guru sukarela,” imbuhnya.

Akrama berharap agar hak dua guru yang diberhentikan itu dapat dikembalikan.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved