Berita Nasional Terkini

Demi Menikahi Kekasih Beda Agama, Pria Asal Bandung Gugat UU Perkawinan ke MK

Ega secara spesifik meminta MK memberikan tafsir konstitusional terhadap Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Perkawinan.

Editor: Budi Susilo
Grafis TribunKaltim.co/Canva
PERNIKAHAN BEDA GAMA - Ilustrasi pasangan menunjukkan cincin kawinnya, diolah di Canva. Pemohon ajukan ke MK. Pemohon meminta MK memberikan tafsir konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) bahwa pasal tersebut tidak boleh dijadikan dasar oleh pengadilan untuk menolak pencatatan perkawinan beda agama dan kepercayaan. (Grafis TribunKaltim.co/Canva) 

Dalam petitumnya, Ega meminta MK menyatakan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sejauh pasal tersebut digunakan pengadilan untuk menolak pencatatan perkawinan antarumat berbeda agama dan kepercayaan.

Sebagai alternatif, Ega meminta MK memberikan tafsir konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) bahwa pasal tersebut tidak boleh dijadikan dasar oleh pengadilan untuk menolak pencatatan perkawinan beda agama dan kepercayaan.

SEMA 2/2023 Dinilai Tak Kompatibel dengan Kebhinekaan

Polemik yang dipicu oleh SEMA 2/2023 juga mendapat sorotan tajam dari kalangan akademisi dan pegiat HAM.

Baca juga: Angka Pernikahan di Kalimantan Timur, Data BPS Tunjukkan 5 Wilayah dengan Jumlah Tertinggi

SEMA yang mengatur 'Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan' dinilai kontradiktif dengan semangat kebinekaan.

Peneliti Setara Institute, Achmad Fanani Rosyidi, menegaskan SEMA tersebut tidak kompatibel dengan kebhinekaan Indonesia dan bangunan negara Pancasila.

Menurut Achmad, fakta objektif keberagaman identitas warga negara, termasuk agama, seharusnya mendorong seluruh perangkat negara eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk memberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan yang lebih baik bagi seluruh warga negara dengan identitas yang beragam tersebut.

Setara Institute memandang bahwa kewajiban negara dalam perkawinan antarwarga negara bukanlah memberikan pembatasan atau restriksi, melainkan menghormati dan melindungi pilihan warga negara.

“Kewajiban negara hanyalah mencatat perkawinan warga negara tersebut dan memberikan keadilan dalam layanan administrasi terkait,” pungkas Achmad, menyebut SEMA tersebut sebagai langkah kemunduran.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul UU Perkawinan Jadi Penghalang ke Pelaminan, Ega Cari Keadilan di Mahkamah Konstitusi

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved