Timnas Indonesia
Emosi Memuncak Usai Timnas Indonesia Tersingkir dari Kualifikasi Piala Dunia 2026
Harapan besar Timnas Indonesia untuk melangkah ke Piala Dunia 2026 resmi kandas setelah takluk 0-1 dari Irak pada laga ronde keempat
TRIBUNKALTIM.CO, JEDDAH – Harapan besar Timnas Indonesia untuk melangkah ke Piala Dunia 2026 resmi kandas setelah takluk 0-1 dari Irak pada laga ronde keempat Kualifikasi Zona Asia.
Duel sengit yang berlangsung di Stadion King Abdullah Sports City, Jeddah, pada Sabtu (11/10/2025) malam atau Minggu dini hari WIB, menjadi momen penuh emosi dan kekecewaan.
Satu-satunya gol Irak dicetak oleh Zidane Iqbal pada menit ke-76, setelah tendangannya sukses menaklukkan kiper Indonesia, Maarten Paes.
Skor tersebut bertahan hingga peluit panjang dibunyikan, dan mimpi besar Indonesia ke pentas dunia pun pupus di tengah padang pasir.
Baca juga: Reaksi Justin Hubner Saat Tahu Dirinya Tidak Dimainkan Selama Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia
Kekalahan ini disambut kecewa oleh ribuan suporter Indonesia yang memadati stadion.
Semangat yang sejak awal berkobar lewat nyanyian dan kibaran bendera berubah menjadi frustrasi setelah melihat pemain Irak diduga mengulur waktu di menit-menit akhir.
Kemarahan pun memuncak, beberapa botol dilempar ke lapangan.
Kapten Timnas, Jay Idzes, dengan sigap turun tangan untuk menenangkan penonton dan memunguti botol yang berserakan, sebuah gestur kecil yang mencerminkan sikap dewasa di tengah situasi panas.
Pengamat sepak bola nasional, Gita Suwondo atau yang akrab disapa Bung GAZ, menyebut kekalahan ini seharusnya menjadi bahan refleksi, bukan hanya soal teknis di lapangan, tapi juga kedewasaan dalam menyikapi hasil.
Baca juga: Timnas Indonesia Disindir Media Asing dengan Sebutan Gagalnya Belandanisasi untuk Piala Dunia 2026
“Sikap sebagian suporter kita seperti sore loser, belum siap menerima kekalahan. Aksi lempar botol itu tidak perlu, terlepas dari apa pun keputusan wasit,” ujarnya kepada Kompas.com.
Ia juga menyoroti insiden yang memicu ketegangan di lapangan.
Meski Irak bermain dengan 10 orang usai pemain belakang mereka dikartu merah, Indonesia gagal memanfaatkan situasi.
Bahkan, gelandang Thom Haye justru diganjar kartu merah akibat terpancing emosi.
Wasit memang memberi kartu merah ke pemain Irak karena protes berlebihan.
"Tapi pelanggaran sebelumnya justru dilakukan oleh Kevin Diks. Itu bukan penalti buat kita,” katanya.
Emosi tak Boleh Dikuasai
Menurut Bung GAZ, momen ini menjadi cermin besar bagi sepak bola Indonesia: bahwa pengendalian emosi adalah bagian dari kematangan, baik bagi pemain maupun suporter.
“Saat target tidak tercapai, emosi harus tetap dijaga. Banyak pemain seperti kehilangan arah, padahal performa saat melawan Arab Saudi jauh lebih solid,” tambahnya.
Insiden pelemparan botol bukan hanya mencoreng citra suporter Indonesia, tetapi juga membuka pintu untuk sanksi dari FIFA.
Berdasarkan regulasi, perilaku tidak sportif dari penonton dapat berujung pada denda, pembatasan jumlah penonton, bahkan larangan tanding tanpa penonton.
Hal ini bukan yang pertama bagi PSSI. Pada Maret 2025 lalu, FIFA menjatuhkan denda hampir Rp500 juta serta membatasi kapasitas stadion dalam laga kandang melawan China, buntut dari aksi diskriminatif suporter.
Baca juga: 7 Fakta Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026 Usai Kalah dari Irak, Jay Idzes: Kami Salah
Jika kejadian serupa terus terulang, bukan tidak mungkin Indonesia akan semakin diawasi ketat oleh federasi dunia.
Kekalahan memang menyakitkan, apalagi ketika harapan sudah begitu tinggi.
Tapi dari setiap kegagalan, selalu ada pelajaran. Sepak bola bukan hanya soal menang dan kalah, tapi juga soal bagaimana kita bersikap saat berada di bawah tekanan.
Kini, Timnas Indonesia dan suporter punya pekerjaan rumah besar: menjadi lebih matang, lebih kuat, dan lebih siap menghadapi masa depan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Pengamat Menilai Emosi Rusak Permainan Timnas Indonesia
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.