Berita Paser Terkini

DPRD Kaltim Akan Bawa Konflik Agraria Lahan 4 Desa di Long Ikis Paser ke Kementerian 

Konflik agraria berkepanjangan antara empat desa di Long Ikis, Kabupaten Paser hingga kini belum menemukan solusi

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Nur Pratama
TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
SENGKETA LAHAN - Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin bersuara terkait konflik agraria berkepanjangan antara empat desa di Long Ikis, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan perusahaan BUMN yang belum menemukan solusi, ditemui Selasa (11/11/2925). (TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY) 

Salehuddin berujar, kemungkinan pada pertengahan Desember 2025 mendatang, DPRD Kaltim siap membawa aspirasi warga ke tiga pintu kementerian sekaligus, Kementerian ATR/BPN, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan.

“Kunjungan ini diharapkan dapat menghasilkan solusi komprehensif, mengakhiri sengketa yang telah membebani warga desa selama bertahun-tahun, dan memastikan hak-hak agraria masyarakat diprioritaskan,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, kelompok Masyarakat Awa Kain Nakek Bolum hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang difasilitasi oleh Komisi 1 DPRD Provinsi Kalimantan Timur di ruang rapat gedung E kantor DPRD Kaltim pada Senin (10/11/2025)

RDP ini membahas isu penting mengenai penolakan terhadap perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT PTPN IV Regional V yang beroperasi di Kabupaten Paser.

Perwakilan masyarakat Awa Kain Nakek Bolum, Sahrul M, mengungkapkan bahwa selama lebih dari empat dekade, masyarakat di empat desa Desa Lombok, Desa Pait, Desa Sawit Jaya, dan Desa Pasir Mayang, Kabupaten Paser telah hidup dalam bayang-bayang konflik agraria akibat penguasaan lahan oleh PTPN IV Regional 5 (eks PTPN VI).

Luas lahan dari keempat desa tersebut mencapai sekitar 2.000 hektare yang kini terus diperjuangkan agar jatuh kembali ke tangan masyarakat adat.

Sahrul menjelaskan, proses pengambilan lahan pada masa lalu dilakukan dengan cara yang penuh intimidasi.

"Proses pengambilan (lahan) saat itu, itu di tahun 1982, itu di jaman Orde Baru. PTPN saat itu dikawal oleh aparat keamanan dalam hal ini, tentara berseragam dengan membawa senjata laras panjang untuk menakuti orang-orang tua kami yang pada saat itu menolak atas pembukaan lahan itu," ucap Sahrul.

Penolakan ini bukanlah hal baru. Masyarakat adat Paser telah lama memperjuangkan hak atas tanah mereka yang dirampas sejak awal berdirinya perkebunan tersebut.

Sahrul menambahkan proses perpanjangan HGU PT PTPN IV diyakini dilakukan dengan cara manipulatif, intimidatif, dan tidak transparan, sehingga masyarakat terpaksa melepas lahan mereka tanpa keadilan yang sesungguhnya.

Setelah HGU PT PTPN IV berakhir pada Desember 2023, perusahaan tersebut saat ini tengah mengurus perpanjangan izin.

Masyarakat adat Paser, termasuk para tokoh adat, dengan tegas menolak perpanjangan tersebut.

Sebelumnya, mereka juga telah melakukan ritual adat dan membuat pondok serta membentangkan spanduk di atas kawasan tersebut.

Namun, tindakan tersebut justru berujung pada pelaporan salah satu warga kepada pihak berwajib.

"Namun kami sangat tidak berharap luka lama yang dirasakan oleh orang-orang tua kami terdahulu itu menjadi luka baru bagi kami. Dengan kata lain kejadian perampasan tanah oleh PTPN," ujarnya.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved