Berita Paser Terkini
DPRD Kaltim Akan Bawa Konflik Agraria Lahan 4 Desa di Long Ikis Paser ke Kementerian
Konflik agraria berkepanjangan antara empat desa di Long Ikis, Kabupaten Paser hingga kini belum menemukan solusi
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Nur Pratama
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Konflik agraria berkepanjangan antara empat desa di Long Ikis, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan perusahaan BUMN belum menemukan solusi.
Warga disana, terpaksa berkonflik dengan perusahaan sektor perkebunan PTPN IV.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin saat ditemui di sela agenda kedewanannya bersuara terkait hal ini.
Pertama, ia memastikan pihaknya turun tangan dan akan membawa masalah ini hingga ke tingkat kementerian di pusat.
Baca juga: DPRD Kaltim Ingin Buat Perda Pemanfaatan Alur Sungai untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Politikus Golkar ini melanjutkan, kedua pihaknya menekankan bahwa persoalan sengketa lahan ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan logika hukum semata.
Tetapi butuh dialog dan solusi yang adil agar tidak timbul persoalan baru di kemudian hari.
"Masyarakat berharap ada manfaat ekonomi yang lebih jelas. Pemanfaatan lahan untuk kepentingan desa," ujar Salehuddin, Selasa (11/11/2025).
Komisi I DPRD Kaltim menggarisbawahi aspirasi utama warga terkait manfaat ekonomi yang lebih jelas dan pemanfaatan lahan untuk kepentingan desa.
Sebelumnya, warga empat desa yakni Desa Lombok, Pait, Sawit Jaya, serta Pasir Mayang datang ke kantor DPRD Kaltim pada Senin 10 November 2025.
Warga membawa aspirasi penolakan perpanjangan hak guna usaha (HGU) PTPN IV Regional V.
Suara penolakan ini, diakui Salehuddin sudah sampai ke meja kerja DPRD Kaltim, dan memastikan dewan akan mendorong agar ruang komunikasi antara warga dan manajemen PTPN IV harus segera dibuka.
Menurutnya, konflik ini sudah lama bergulir dan selalu menyisakan persoalan yang mudah tersulut.
Pihaknya juga meminta Pemkab Paser untuk aktif berkoordinasi dengan semua pemangku kepentingan.
Komisi I DPRD Kaltim akan mendesak manajemen PTPN IV untuk mencabut laporan pidana terhadap warga.
“Kita juga akan mengadakan konsultasi langsung ke Pemerintah Pusat untuk membongkar akar masalah ini secara tuntas. Akan kita jadwalkan,” ungkapnya.
Salehuddin berujar, kemungkinan pada pertengahan Desember 2025 mendatang, DPRD Kaltim siap membawa aspirasi warga ke tiga pintu kementerian sekaligus, Kementerian ATR/BPN, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan.
“Kunjungan ini diharapkan dapat menghasilkan solusi komprehensif, mengakhiri sengketa yang telah membebani warga desa selama bertahun-tahun, dan memastikan hak-hak agraria masyarakat diprioritaskan,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, kelompok Masyarakat Awa Kain Nakek Bolum hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang difasilitasi oleh Komisi 1 DPRD Provinsi Kalimantan Timur di ruang rapat gedung E kantor DPRD Kaltim pada Senin (10/11/2025)
RDP ini membahas isu penting mengenai penolakan terhadap perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT PTPN IV Regional V yang beroperasi di Kabupaten Paser.
Perwakilan masyarakat Awa Kain Nakek Bolum, Sahrul M, mengungkapkan bahwa selama lebih dari empat dekade, masyarakat di empat desa Desa Lombok, Desa Pait, Desa Sawit Jaya, dan Desa Pasir Mayang, Kabupaten Paser telah hidup dalam bayang-bayang konflik agraria akibat penguasaan lahan oleh PTPN IV Regional 5 (eks PTPN VI).
Luas lahan dari keempat desa tersebut mencapai sekitar 2.000 hektare yang kini terus diperjuangkan agar jatuh kembali ke tangan masyarakat adat.
Sahrul menjelaskan, proses pengambilan lahan pada masa lalu dilakukan dengan cara yang penuh intimidasi.
"Proses pengambilan (lahan) saat itu, itu di tahun 1982, itu di jaman Orde Baru. PTPN saat itu dikawal oleh aparat keamanan dalam hal ini, tentara berseragam dengan membawa senjata laras panjang untuk menakuti orang-orang tua kami yang pada saat itu menolak atas pembukaan lahan itu," ucap Sahrul.
Penolakan ini bukanlah hal baru. Masyarakat adat Paser telah lama memperjuangkan hak atas tanah mereka yang dirampas sejak awal berdirinya perkebunan tersebut.
Sahrul menambahkan proses perpanjangan HGU PT PTPN IV diyakini dilakukan dengan cara manipulatif, intimidatif, dan tidak transparan, sehingga masyarakat terpaksa melepas lahan mereka tanpa keadilan yang sesungguhnya.
Setelah HGU PT PTPN IV berakhir pada Desember 2023, perusahaan tersebut saat ini tengah mengurus perpanjangan izin.
Masyarakat adat Paser, termasuk para tokoh adat, dengan tegas menolak perpanjangan tersebut.
Sebelumnya, mereka juga telah melakukan ritual adat dan membuat pondok serta membentangkan spanduk di atas kawasan tersebut.
Namun, tindakan tersebut justru berujung pada pelaporan salah satu warga kepada pihak berwajib.
"Namun kami sangat tidak berharap luka lama yang dirasakan oleh orang-orang tua kami terdahulu itu menjadi luka baru bagi kami. Dengan kata lain kejadian perampasan tanah oleh PTPN," ujarnya.
Masyarakat Awa Kain Nakek Bolum mengajukan empat tuntutan utama kepada pemerintah:
1. Menuntut kepada Presiden RI dan Dewan Perwakilan Rakyat RI agar memberikan rekomendasi kepada Kementerian ATR/BPN RI serta jajarannya di tingkat provinsi dan kabupaten untuk tidak menerbitkan perpanjangan HGU atas tanah bekas izin PT PTPN IV Regional V di wilayah Desa Lombok, Desa Pait, Desa Sawit Jaya, dan Desa Paser Mayang.
2. Meminta kepada Kementerian ATR/BPN RI untuk segera menyelesaikan konflik agraria antara masyarakat adat Paser dengan PT PTPN IV Regional V Kalimantan, serta melakukan penyerahan tanah eks kebun inti kepada masyarakat adat Paser di daerah yang bersengketa untuk dikelola secara mandiri demi kesejahteraan dan keberlanjutan masyarakat adat Paser.
3. Menuntut kepada Kepolisian Republik Indonesia, Polda Kalimantan Timur, dan Polres Paser agar segera menghentikan proses penetapan tersangka dan pemeriksaan terhadap Saudara Syahrul M dan Saudara Alu Herman, dua warga masyarakat adat Paser yang dikriminalisasi dalam perjuangan mereka menuntut hak atas tanah adat. Landasan hukum yang digunakan dalam proses tersebut tidak tepat dan mencederai rasa keadilan.
4. Apabila tuntutan kami diabaikan, maka kami menganggap pemerintah telah mengabaikan hak asasi manusia, terutama hak masyarakat adat Paser atas hak hidup yang layak, keberlanjutan generasi, serta perlindungan terhadap tanah dan budaya tempat desa tersebut.
Tanah yang saat ini tengah diperjuangkan rencananya akan digunakan masyarakat untuk berkebun, sejalan dengan mata pencaharian masyarakat setempat sebagai petani kebun.
Terkait pengelolaan lahan, Sahrul menjelaskan akan dikerjakan secara komunal sesuai dengan ciri khas masyarakat adat.
Lebih lanjut, ia menegaskan sikap masyarakat adat Paser yang tetap mendukung pembangunan namun menolak ketidakadilan.
"Kami, masyarakat adat Paser, tidak menolak pembangunan. Kami hanya menolak ketidakadilan. Sudah saatnya negara hadir bukan sebagai pelindung korporasi, melainkan sebagai pelindung rakyat dan penjaga martabat masyarakat adat," tandasnya. (*)
| Lansia Ditemukan Meninggal di Area Kebun Warga Tepian Batang, Polres Paser: Tak Ada Tanda Kekerasan |
|
|---|
| Bupati Fahmi Fadli Usulkan Paser Jadi Role Model Transmigrasi Modern, Begini Respons Menteri Iftitah |
|
|---|
| Bupati Paser Audiensi dengan Mentrans RI, Bahas Transformasi Kawasan Transmigrasi di Daerah |
|
|---|
| DPRD Paser Minta BPN dan PTPN Terbuka soal Penerbitan Sertifikat Lahan Petani Plasma |
|
|---|
| Masyarakat Adat Paser Tolak Perpanjangan HGU PTPN IV, Minta Tanah 2.000 Hektare Dikembalikan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251111_Sekretaris-Komisi-I-DPRD-Kaltim-Salehuddin.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.