Samarinda

DPRD: Calistung untuk Masuk SD Harus Dihapuskan

Penerimaan peserta didik kelas 1 SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes membaca, menulis dan berhitung

Penulis: Doan E Pardede |
SAMARINDA, tribunkaltim.co.id - Seperti diketahui, pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 tahun 2010 pasal 69 ayat (4) dengan jelas disebutkan SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima warga negara yang berusia 7 tahun sampai dengan 12 tahun sebagai peserta didik sampai dengan batas daya tampungnya.


Kemudian lebih dipertegas lagi pada ayat ( 5 ) yang berbunyi : Penerimaan peserta didik kelas 1 ( satu ) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis dan berhitung (calistung) atau bentuk tes lain.


Intinya, lewat PP ini pemerintah menegaskan bahwa sekolah-sekolah di tingkat dasar baik negeri maupun swasta tidak boleh menyelenggarakan ujian masuk dengan alasan apapun kaarena bisa menghambat  program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah. Namun, karena PP ini masih baru berlaku, maka masih rawan untuk dilanggar.


"Penerimaan Murid Tahun Ajaran 2012/2013 ini, diharapkan sekolah negeri dan swasta tidak mewajibkan calon siswa SD harus melalui test calistung," kata Nursobah, Anggota Komisi IV DPRD Samarinda Kepada Tribun, Minggu (20/5). Hal ini ditegaskannya terkait adanya keluhan dari guru-guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan TK di Samarinda ke DPRD akibat banyaknya sekolah SD yang mewajibkan anak sudah harus bisa calistung untuk masuk SD.


Pihak sekolah menganggap masih beradaptasi dengan masih menetapkan tes calistung sebagai salah satu syarat Penerimaan Siswa baru (PSB) karena masih mengacu pada Permendiknas nomor 78 pasal 16. Pada pasal tersebut, ada peraturan tentang penerimaan siswa baru untuk RSBI/SBI, harus melaksanakan tes potensi akademik.


"DPRD  memaklumi, karena peraturan ini baru dikeluarkan setahun sebelum penerimaan 2011. Sehingga masih banyak pelanggaran," katanya.


Ada banyak sekali kerugian jika SD masih menerapkan ujian calistung. Paling besar kelemahan ujian ini adalah, siswa dari TK bisa menjadi tertekan ketika mengetahui harus lulus ujian calistung dulu sebelum masuk SD. Tekanan ini wajar terjadi. Sebab, di TK memang tidak diajarkan untuk membaca, menulis, dan menghitung. Bisa-bisa anak itu menangis saat dihadapkan pada naskah soal ujian.


Potensi tekanan bisa semakin besar ketika orangtua memaksakan anaknya mau tidak mau harus masuk ke SD yang menerapkan ujian calistung. Orangtua seperti ini, bisa jadi akan mengajari anaknya membaca, menulis, dan menghitung secara kilat dan dengan paksaan. Dan tentunya, tekanan psikis akan semakin kuat, bagi anak-anak yang dinyatakan tidak lulus ujian calistung.


"Mayoritas penerimaan tahun lalu sangat banyak sekolah yang melanggar sehingga orangtua stres. Anak menjadi korban karena dipaksa belajar keras. DPRD memandang perlu penegasan ini, dikhawatirkan menjadi sarana tekanan mental karena kurang memenuhi aspek psikologi usia anak.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved