Samarinda
DPRD: Calistung untuk Masuk SD Harus Dihapuskan
Penerimaan peserta didik kelas 1 SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes membaca, menulis dan berhitung
Penulis: Doan E Pardede |
Kemudian lebih dipertegas
lagi pada ayat ( 5 ) yang berbunyi : Penerimaan peserta didik kelas 1 (
satu ) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil
tes kemampuan membaca, menulis dan berhitung (calistung) atau bentuk
tes lain.
Intinya, lewat PP ini pemerintah menegaskan bahwa
sekolah-sekolah di tingkat dasar baik negeri maupun swasta tidak boleh
menyelenggarakan ujian masuk dengan alasan apapun kaarena bisa
menghambat program wajib belajar yang dicanangkan
pemerintah. Namun, karena PP ini masih baru berlaku, maka masih rawan
untuk dilanggar.
"Penerimaan Murid Tahun Ajaran 2012/2013 ini,
diharapkan sekolah negeri dan swasta tidak mewajibkan calon siswa SD
harus melalui test calistung," kata Nursobah, Anggota Komisi IV DPRD
Samarinda Kepada Tribun, Minggu (20/5). Hal ini ditegaskannya terkait
adanya keluhan dari guru-guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan TK di
Samarinda ke DPRD akibat banyaknya sekolah SD yang mewajibkan anak
sudah harus bisa calistung untuk masuk SD.
Pihak
sekolah menganggap masih beradaptasi dengan masih menetapkan tes
calistung sebagai salah satu syarat Penerimaan Siswa baru (PSB) karena
masih mengacu pada Permendiknas nomor 78 pasal 16. Pada pasal tersebut,
ada peraturan tentang penerimaan siswa baru untuk RSBI/SBI, harus
melaksanakan tes potensi akademik.
"DPRD memaklumi, karena peraturan ini baru dikeluarkan setahun sebelum penerimaan 2011.
Sehingga masih banyak pelanggaran," katanya.
Ada banyak sekali
kerugian jika SD masih menerapkan ujian calistung. Paling besar
kelemahan ujian ini adalah, siswa dari TK bisa menjadi tertekan ketika
mengetahui harus lulus ujian calistung dulu sebelum masuk SD. Tekanan
ini wajar terjadi. Sebab, di TK memang tidak diajarkan untuk membaca,
menulis, dan menghitung. Bisa-bisa anak itu menangis saat dihadapkan
pada naskah soal ujian.
Potensi tekanan bisa semakin besar ketika
orangtua memaksakan anaknya mau tidak mau harus masuk ke SD yang
menerapkan ujian calistung. Orangtua seperti ini, bisa jadi akan
mengajari anaknya membaca, menulis, dan menghitung secara kilat dan
dengan paksaan. Dan tentunya, tekanan psikis akan semakin kuat, bagi
anak-anak yang dinyatakan tidak lulus ujian calistung.
"Mayoritas
penerimaan tahun lalu sangat banyak sekolah yang melanggar sehingga
orangtua stres. Anak menjadi korban karena dipaksa belajar keras. DPRD
memandang perlu penegasan ini, dikhawatirkan menjadi sarana tekanan
mental karena kurang memenuhi aspek psikologi usia anak.