Kepala Dinsos Kaltim: Jangan Beri Uang ke Anjal
Memberikan uang kepada pengemis dan pengamen anak jalanan (anjal) dinilai bukan menyejahterakan anak.
Penulis: Doan E Pardede | Editor: Sumarsono
Hal tersebut dikatakan Kepala Dinas Sosial Kaltim, Bere Ali di ruang kerjanya, Rabu (13/2). Kaltim menurut Bere, bagi sebagian penduduk Indonesia bukan hanya identik dengan kekayaan alamnya. Namun juga dikenal dengan besarnya santunan kepada para pengemis. Sehingga menjadikan Kaltim sebagai lahan subur bagi pengemis. Data pada Dinas Sosial Kaltim menunjukkan 95 persen anjal datang dari luar Kaltim.
"Himbauan saya, jangan memberi mereka uang dijalan. Itu tidak akan mensejahterakan. Kalau kita ingin membuat anak lebih dan sejahtera, beri kesempatan kepada kami untuk membina mereka dipanti asuhan. Kalau di jalan lebih enak dari di panti asuhan maka mereka akan kembali lagi di jalanan," kata Ali.
Menurut Ali, motif pengemis di Samarinda bukan lagi untuk mendapatkan sesuap nasi melainkan sudah komoditas ekonomi bagi sebagian pihak yang memamfaatkan kondisi tersebut.
"Kita selidiki kerumahnya ternyata sudah beton. Ada yang bertingkat, anaknya kuliah. Kan luar biasa itu. Jadi bukan karena ketiadaan makan tapi motifnya adalah mental. Saya pikir ini harus dihilangkan," katanya.
Sejak tahun 2011 hingga saat ini, pihaknya bekerjasama dengan instansi terkait lainnya sedang menggalakkan penghalauan anak jalan demi kesejahteraan. Bukan hanya anak jalanan, gelandangan dan pengemis (gepeng) yang ditertibkan oleh Satpol PP dimanusiakan dengan 3 pola penanganan. Ditampung di panti asuhan, dikembalikan kepada keluarga dengan intervensi bantuan kepada orangtuanya dan dipulangkan ke daerah asal.
"Jadi ada keterpaduan antara pemkot Samarinda, Satpol PP, Dinas sosial. Target kita untuk mewujudkan kesejahteraan mereka. Saya jelaskan, anak yang dikatakan di jalan adalah anak yang tidak berada di jalan. Jangan sampai masyarakat, dengan tujuan mensejahterakan maka memberikan di jalan. itu tidak mensejahterakan," tegasnya.
Ali juga mengeluhkan rendahnya hukuman yang dikenakan kepada para kordinator pengemis. Dimana oleh hakim hanya dianggap sebagai tindak pidana ringan. Bila tertangkap, hanya dikurung 5 hari dan didenda Rp 1,5 juta. Masih menurut pengalaman, 1 orang pengemis bisa mengumpulkan jutaan rupiah perbulannya.
"Mereka dikordinir orang tertentu dan ini menjadi target kita untuk memproses mereka secara hukum. Dikurung 5 hari da denda Rp 1,5 juta, itu kecil buat mereka, seharusnya dijaring dengan Undang - Undang perdagangan manusia (trafficking). Ini yang saya katakan kepada PPNS Satpol PP. Teruskan saja, kalau sudah berpuluh - puluh kali tertangkap para hakim kita akan berpikir," katanya.
Saat ini menurutnya, agar hukuman menjadi lebih tegas menurtnya sudah dirancang Peraturan Daerah (Perda) yang akan mengatur hal tersebut.
"Sekarang juga sudah ada disusun dibuat Perda yang akan menjadi dasar bagi penegak hukum menjatuhkan vonis bagi kordinator anak jalanan," katanya.(dep)