Feature
Sudah Betah, Nenek di Panti Jompo Ini tak Mau Bertemu Anaknya
"NGGAK mau pulang. Sudah betah di sini, karena banyak temannya. Senasib dan sepenanggungan," tutur Suyatik.
MASUK Panti Jompo Hablur Rahmati, Manggar, Balikpapan Timur, Kalimantan Timur sejak 2010, Suyatik (65), salah seorang lansia (lanjut usia) hingga saat ini mengaku masih betah. Bahkan perempuan tua ini akan menghabiskan sisa hidupnya di panti yang terabaikan itu.
"NGGAK mau pulang. Sudah betah di sini, karena banyak temannya. Senasib dan sepenanggungan," tutur Suyatik saat Tribunkaltim.co mengajaknya bercerita.
Nenek Suyatik bercerita, dirinya berangkat ke Balikpapan pada 1988. Mengikuti teman meninggalkan Pekalongan, Jawa Tengah, kampung halamannya untuk mengubah nasib di Kalimantan Timur. Meski akhirnya, wanita berusia 65 tahun tersebut hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Memasak, mencuci, dan pekerjaan rumah tangga lainnya dilakoni Suyatik untuk menyambung hidup. Bahkan diketahui, dari anak pengurus panti, Achmad Fachruddin, Suyatik sempat memiliki beberapa kontrakan, namun habis terbakar karena bencana kebakaran.
"Jadi Nenek Suyatik dulunya punya kontrakan tapi habis terbakar, di kawasan Klandasan," ujar Achmad diiringi anggukan Suyatik.
Ketika disinggung mengenai keluarganya, Suyatik hanya diam, menunduk, sorot matanya memandang lantai yang kusam. Begitu juga halnya ketika ditanya soal anak, dia mengaku tak mau bertemu dengan mereka, entah apa alasannya.
Baca: Agar Nenek Ini tak Kabur, Pintu Kamar Panti Jompo Dikunci
"Keluarga nggak tahu lagi, dan nggak mau tahu. Saya cuma mau di sini saja, lebih enak," tutur Suyatik.
Lansia lainnya yang bernasib sama adalah nenek Surah yang hari itu terbaring sakit, di atas dipan kayu di pojok kamar. Surah tak banyak bicara, dirinya hanya tertidur lemas berselimut sarung tipis bermotif kotak biru.
Meski tak banyak bicara, kala Tribunkaltim.co datang bersama rombongan dari komunitas sosial Khadijah Mom Single, tangan keriputnya menyambut mereka yang ingin bersalaman.
Suyatik dan surah adalah lansia yang dapat dikatakan masih sehat dalam hal kejiwaan. Meski mereka berdua harus hidup berdampingan dengan nenek Darmi yang memiliki kondisi tak baik, secara ikhlas mereka berdua justru turut menjaga temannya itu.
Mereka bertiga harus hidup dalam satu kamar yang terkunci, pengap, berhawa panas dan beraroma anyir. Meski begitu, mereka tetap menyambut setiap tamu yang datang dengan gembira dan senyuman.
Juga menanti para dermawan baik hati, yang memberikan segala kebutuhan mereka untuk tetap bertahan hidup. (*)