Liputan Khas
Haters di Medsos Biasanya Kurang Perhatian
MENJADI haters atau tidak sebenarnya berasal dari pribadi sendiri. Pribadi itu tercipta saat seorang berkembang di usia balita. Ini disebut aservitas
Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Rita Noor Shobah
Oleh: Patria Rahmawati, Psi
MENJADI haters atau tidak sebenarnya berasal dari pribadi sendiri. Pribadi itu tercipta saat seseorang berkembang di usia balita. Ini yang disebut asertivitas. Asertivitas merupakan sebuah perilaku seseorang dalam hubungan menyangkut emosi jujur, berterus terang tanpa melihat perasaan orang lain.
Setiap orang memiliki asertivitasnya sendiri dan telah ada sejak usia dini. Kebanyakan sejak usia balita tertanam asertivitas positif. Tetapi semakin dewasa, seseorang akan mengalami asertivitas secara negatif. Kenapa seseorang bisa menjadi haters di sosial media. Kemungkinan para haters yang ada di sosial media kurangnya perhatian di lingkungan nyata. Apa yang dia baca, apa yang dia lihat dari orang lain tidak sesuai apa yang dia pikirkan.
Lalu karena dia merasa tidak sesuai dengan pemikirannya maka mereka meluapkan perasaan mereka di sosial media. Alasannya mereka ingin menunjukkan jika mereka tidak setuju dengan apa yang orang lain posting di media sosial.
Lalu yang menjadi perhatian sekarang para pengguna sosmed saat ini lupa akan rambu-rambu bersosialisasi, lupa rambu-rambu etika yang ada di masyarakat. Etika berbicara tidak terkontrol ini membuat seseorang sebebasnya berbicara mulai tentang SARA, tidak sesuai etika sosial dan lingkungan.
Tingkah laku ini akan ditiru oleh orang lain sehingga terjadinya penyebaran asertivitas secara massa. Faktor ini kemungkinan seseorang tidak dapat meluapkan perasaanya di dunia nyata. Lalu mereka meluapkan perasaanya di media sosial.
BACA JUGA: Meredam Komentar Nyinyir Haters di Media Sosial
Saya sarankan gunakan smartphone dan gadget lainnya secara cerdas. Media apa yang akan kita gunakan untuk sosialisasi secara positif misalkan memiliki usaha lalu mempromosikan barang tersebut.
Pilih media sosial untuk memperluas jaringan pertemanan dan membina diri kita berkembang secara positif. Untuk anak-anak remaja diberikan batasan menggunakan gadget dan medsos dari orangtuanya. Remaja merupakan pengguna media sosial terbanyak di Indonesia sehingga rentan mendapatkan reaksi negatif.
Saat melihat sebuah berita yang notabene provotakif lebih baik dibaca secara teliti, gunakan logika dan memilah mana berita yang benar atau tidak. Lalu berpikir apa dampaknya jika kita berkomentar di media sosial. (*)
***
Follow @tribunkaltim Tonton Video Youtube TribunKaltim