Berita Eksklusif

Perajin tak Punya Penerus, Kampung Tenun pun Mulai Kehilangan Pamor

Kampung Tenun merupakan sebuah perkampungan yang dijadikan Pemkot Samarinda menjadi sentra pembuatan kain tenun asli Samarinda.

TRIBUN KALTIM/NEVRIANTO HP
Perajin menenun sarung Samarinda, cenderamata khas kota tepian di Kampung Tenun. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Kampung Tenun merupakan sebuah perkampungan yang dijadikan Pemkot Samarinda menjadi sentra pembuatan kain tenun asli Samarinda.

Sayang keberadaan Kampung Tenun mulai kehilangan pamor. Pasalnya kawasan yang dulunya dipenuhi penenun mulai sepi baik dari kegiatan hingga kegiatan jual beli kain tenun.

Sebelum memasuki Kampung Tenun, pengunjung akan melihat gapura megah warna biru bertuliskan "Selamat Datang, Kampung Wisata Tenun Samarinda".

Namun setelah beberapa meter memasuki kawasan, tidak ada satupun ditemui toko yang menjajakan kain tenun khas Samarinda.

Wisatawan hanya menemui satu toko milik salah satu kelompok tenun di kawasan tersebut yang berada 50 meter dari pintu masuk. Tepat di sebelah toko tersebut sebuah gang bernama gang Karya Muharam.

Di gang tersebut terdapat dua sampai tiga tempat bertuliskan "Menerima Pesanan Kain Tenun Samarinda.". Namun tidak terdapat kain tenun yang dipajang layaknya toko yang menjual kain asli Samarinda.

Baca: Kampung Tenun Samarinda masih Perlu Berbenah

"Percuma juga ada gapura saat bisnis tenun lesu. Bukannya diperhatikan setelah ada gapura itu malah para penenun tidak merasakan bantuan dari pemerintah," ujar seorang warga.

Tribunkaltim.co mencoba mencari informasi mengenai jumlah penenun di kawasan tersebut. Menurut Handayani, Lurah Kelurahan Tenun, banyak masyarakat bermata pencaharian sebagai penenun dan nelayan.

"Pekerjaan banyak penenun juga, dan jumlahnya sama dengan jumlah warga yang berprofesi sebagai nelayan," ujar Handayani.

Kepala Seksi Pemerintahan, Pahlevi menambahkan, kawasan Kampung Tenun sedang mengalami kekurangan penenun. Dia sering berbincang dengan ketua RT yang mengakui bahwa jumlah penenun mulai berkurang.

Penyebabnya, kebanyakan para penenun tidak mengalami regenerasi, karena tak punya penerus. Sehingga kegiatan menenun tidak lagi populer dan menjanjikan bagi anak-anak yang tinggal di Kelurahan Tenun.

"Kalau berdasarkan cerita mereka (para ketua RT) kebanyakan anak para penenun lebih memilih menjadi pegawai mal atau karyawan daripada menjadi penun," ujar Pahlevi.

Hal itu kemudian yang membuat perkembangan kegiatan menenun di Kelurahan Tenun mulai berkurang. Pavlevi juga mendapat informasi saat ini hanya tersisa 10 kelompok tenun.

"Dulu itu saya rasa banyak kelompok tenun dan saat ini setidaknya hanya ada 10 kelompok tenun yang ada dan kemungkinan hanya ada lima sampai tujuh orang penenun setiap kelompok tenun," ujar Pahlevi.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved