Pengamat Hukum: Sanksi Kebiri tak Bisa Diterapkan Begitu Saja

Sanksi berupa kebiri, untuk pelaku kejahatan seksual tidak bisa serta merta diterapkan.

Penulis: Rafan Dwinanto | Editor: Sumarsono
tribunkaltim
Agustina, pengamat hukum unmul 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Sanksi berupa kebiri, untuk pelaku kejahatan seksual tidak bisa serta merta diterapkan. Hal ini diungkapkan Agustinawati SH, MH, Pengamat Hukum yang juga Sekretaris Pusat Studi Hukum Perempuan dan Anak, Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman (Unmul), Rabu (24/2/2016).

Menurut Agustinawati, rencana penerapan sanksi kebiri dipastikan menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. "Yang pro terhadap kejahatan anak pasti sepakat (sanksi kebiri). Tapi, yang pro dengan HAM (hak asazi manusia), pasti menolak," sebut Agustinawati.

Pemerintah, kata Agustina, harus bijak menentukan sanksi bagi pelaku kejahatan seksual. Misalnya, pelaku dengan jumlah korban banyak, menurut Agustina, pantas diganjar hukuman kebiri.

"Perlu dites kejiwaan. Kalau bisa dipulihkan kejiwaannya, dan setelah dites tidak mengulangi lagi, ya tidak perlu dikebiri. Tapi kalau korbannya banyak, dan memang berbahaya, seperti Robot Gedek, ya pantas saja dikebiri," katanya.

Agustina pun menyarankan pemerintah memberikan klasifikasi kejahatan seksual, sesuai perbuatan dan kadar kondisi kejiwaan. "Misalnya Si A itu cukup dipulihkan kejiwaannya saja. Kemudian Si B, perlu dilakukan tes-tes tersendiri, dan Si C itu memang harus dikebiri. Jadi, tidak bisa disamaratakan," jelas Agustina.

Wacana hukuman kebiri untuk pelaku kejahatan seksual ini sejatinya pernah diungkapkan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, kala bertandang ke Kaltim, beberapa waktu lalu. Kala itu, Khofifah menilai, Indonesia, termasuk Kaltim sudah bisa dikatakan darurat kejahatan seksual. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved