Banjir di Samarinda
Pengusaha Tambang tak Keberatan Izinnya Dicabut Jika IUP Non-CNC
Menurut Eko, pengusaha sektor tambang batu bara tak keberatan akan niatan pemprov tersebut, karena sudah merupakan aturan.
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Rencana Pemprov Kaltim mencabut IUP non CnC ikut dikomentari Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) Kota Samarinda Eko Priatno.
Menurut Eko, pengusaha sektor tambang batu bara tak keberatan akan niatan pemprov tersebut, karena sudah merupakan aturan.
"Itu kan sudah lama mencanangkannya. Sebenarnya hanya tinggal merealisasi saja. Di kalangan pengusaha sendiri, kepengurusan non CnC atau CnC juga sudah diketahui tahapan‑tahapannya. Jadi, tidak ada ketakutan dan keberatan akan hal itu. Ini tinggal masalah waktu saja," ujarnya.
Berapa banyak anggota APBI yang tambangnya dirasa non CnC disebut Eko, tak terlalu banyak.
Baca: Forum Satu Bumi Minta Gubernur Awang Tepati Janji
"Tak banyak juga. Yang sekarang jalan kan tambang yang sudah mapan semua. Kalau yang kecil sudah banyak stop. Jadi, jika dilakukan pencabutan IUP non CnC, tak ada efek juga bagi tambang di Samarinda. Ini hanya masalah implementasi peraturan saja," katanya.
Prosedur ini sebenarnya didukung APBI. Pembeli‑pembeli batu bara pun memilih yang legali. Jika ada status CnC, legalitas sudah tak masalah lagi.
"CnC ini kan seperti status saja. Untuk kepengurusan CnC juga tak ribet dilalui pengusaha," ujarnya.
Sementara, mantan Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim era 1990-an, Baharuddin Demmu meminta Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak segera mengumumkan IUP yang berstatus Non CNC. Kalau perlu diumumkan secara terbuka di media cetak.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim ini mengatakan, sejak koordinasi dan supervisi oleh KPK di Balikpapan, sudah jelas dasar hukum dalam mengevaluasi IUP.
Ia berpendapat, bagi perusahaan tambang yang masih non CNC, segera diumumkan secara terbuka.
Baca: 1.404 IUP di Kaltim Masih Dikaji, Gubernur Awang Faroek Rapat 3 Jam Bahas Izin Tambang
"Supaya publik tidak curiga, jangan sampai ada "main mata" atau asal‑asalan. Jadi saya berharap, ya dicabut sudah," tegasnya.
Jika perusahaan tambang tidak memenuhi syarat atau masih non CNC, lanjut dia, tidak ada alasan dan toleransi untuk diberi waktu untuk memperbaiki lagi. Pemprov Kaltim harus mencabutnya.
"Kalau tidak dicabut, coba lihat dampaknya dimana‑dimana banjir. Hampir semua dugaannya akibat ulah perusahaan tambang kan. Samarinda banjir, Marangkayu banjir, diduga akibat ulah perusahaan," papar Demmu.
Dengan fakta dan kondisi di wilayah Kaltim saat ini, menurut dia, Kementerian ESDM tidak wajib memberikan perlakuan khusus bagi Provinsi Kaltim. Dengan adanya perusahaan‑perusahaan tambang yang mengeruk batu bara di Kaltim, juga tidak memberikan dampak signifikan. (*)