650 Murid Kelas 1 SD Tidak Lanjut ke Kelas 2

Juga ada misalnya ada anak mau sekolah. Tapi dia tertinggal terus dari teman-temannya. Malu dia tak mau sekolah lagi

Penulis: Doan E Pardede | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUN KALTIM/PURNOMO SUSANTO
Suasana kegiatan belajar di satu SD di pedalaman Kalimantan Utara. 

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG SELOR - Sejumlah temuan yang cukup mengejutkan seputar kondisi pendidikan di Provinsi Kaltara (tidak termasuk Kota Tarakan), terungkap dalam Lokakarya Perencanaan Inovasi Pendidikan yang digelar di Ruang Serbaguna Kantor Bupati Bulungan, Jalan Jelarai, Tanjung Selor, Selasa (22/8).

INOVASI (Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia) merupakan program kemitraan antara Indonesia-Australia di bidang pendidikan, yang bertujuan untuk menemukan berbagai cara dalam meningkatkan kemampuan membaca dan berhitung anak sekolah di Indonesia.

Basilius dari INOVASI dalam paparannya mengungkapkan, bahwa tahun 2015-2016, provinsi Kaltara kehilangan sebanyak 30 persen potensi siswa yang melanjutkan pendidikan ke SMA/SMK.

Masih dalam kurun waktu tersebut, pengurangan jumlah siswa terbanyak ketika murid SD dari kelas 1 naik ke kelas 2. Jumlah siswa yang tidak ikut naik mencapai 650 murid dengan rincian laki-laki sebanyak 400 orang dan perempuan sebanyak 250 orang.

Basilius mengungkapkan, hal seperti ini memang kerap dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Penyebab di antaranya anak memang tidak sanggup mengikuti pelajaran, anak memang tidak mau mengikuti pelajaran, disuruh bekerja oleh orang tua, sekolah mahal atau akses menuju sekolah sulit, dan berbagai penyebab lainnya.

"Juga ada misalnya ada anak mau sekolah. Tapi begitu sekolah dia tertinggal terus dari teman-temannya. Malu dia tak mau sekolah lagi. Biasanya yang dari desa yang seperti itu," katanya.

Menurutnya, pendidikan di kelas 1 dan kelas 2 SD ini sebenarnya sangat rawan. Di sinilah murid SD akan belajar membaca. Dengan kata lain, jika sudah dinyatakan bisa naik ke kelas 3, maka murid SD dianggap sudah bisa membaca dan lebih jauh, sudah bisa mengikuti proses belajar untuk seterusnya di masa yang akan datang. "Kalau dia sudah putus sekolah di kelas 2, ini sudah sangat berbahaya kedepannya," ujarnya.

Dari hasil pengamatan di beberapa sekolah di masing-masing kabupaten, sekilas, memang masih ditemui masih ada pola pengajaran yang salah diterapkan guru.

Di antaranya, tiga perempat dari total jam pelajaran yang ada, murid hanya duduk diam atau menyalin dari papan tulis. Hal-hal inilah yang diduga mengakibatkan anak sulit mengikuti pelajaran yang diberikan guru. "Penurunan jumlah murid di kelas 2 ini mengarah pada kemungkinan adanya masalah pembelajaran di kelas 1," ujarnya.

Dari sisi perhatian pemerintah masing-masing kabupaten terhadap guru, khususnya terkait kesejahteraan, menurutnya sudah cukup baik. Di sinilah diperlukan inovasi-inovasi pendidikan, untuk menekan persentase angka anak tidak melanjutkan pendidikan tersebut. "Kalau soal sangu guru, sudah cukup baik," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) M Isnaini menyebut bahwa besarnya jumlah penurunan murid ini merupakan masalah serius. "Ini permasalahan yang sangat mendasar," ujar Isnaini.

Namun khusus untuk penyebab, Isnaini punya pendapat lain. Menurutnya, khusus di Kabupaten Bulungan, besarnya jumlah penurunan ini lebih diakibatkan masih adanya pola pikir atau mindset di tengah masyarakat, yang menganggap pendidikan itu tidak penting.

"Kalau kita, jangankan anaknya, orangtuanya juga nggak merasa begitu (malu tidak sekolah). Itu yang saya tangkap dari angka itu," katanya.(*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved