Korupsi KTP Elektronik
Jubir Mahkamah Konstitusi: Pemeriksaan terhadap Setya Novanto Tidak Perlu Izin Presiden
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono mengatakan putusan tersebut tidak berlaku untuk tindak pidana khusus semisal perkara korupsi.
TRIBUNKALTIM.CO - Mahkamah Konstitusi menegaskan dalil yang digunakan tersangka korupsi e-KTP Ketua DPR RI Setya Novanto untuk menghindari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak tepat.
Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunandi mengatakan KPK harus mengantongi izin dari Presiden jika ingin memeriksa kliennya sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 76 /PUU-XII/2014 yang memuat ketentuan tersebut di tersebut di Pasal 224 ayat 2.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono mengatakan putusan tersebut tidak berlaku untuk tindak pidana khusus semisal perkara korupsi.
"Tindak pidana khusus dikecualikan," kata Fajar saat dihubungi Tribun, Jakarta, Rabu (15/11/2017).
Putusan tersebut adalah terkait judicial review atau uji materi atas Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD mengenai pengguguran kewajiban untuk memperoleh izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan bagi penegak hukum dalam melakukan proses hukum terhadap anggota legislatif.
Baca juga:
Menit Bermain Menurun, Gelandang Madrid Langsung Diincar Klub Besar dari Tiga Liga Berbeda
Putu Gede Layangkan Sindiran Pedas di Instagram, untuk Siapa?
Bakal Ada Piala Dunia Tandingan, Italia dan Belanda Diundang jadi Peserta
Ronaldo Putuskan Tak Perpanjang Kontrak dengan Real Madrid, Ini Alasannya
6 Kandidat Kuat Pengganti Gianluigi Buffon di Timnas Italia, Salah Satunya Keturunan Indonesia
Argentina Vs Nigeria, Sergio Aguero Dilarikan ke Rumah Sakit
Dalam ruang lingkup pokok perkara sebagaimana yang tercantum dalam putusan MK, aturan tersebut tidak berlaku apabila anggota DPR tertangkap tangan, disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam hukuman mati atau pidana seumur hidup, atau pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara, dan disangka melakukan pidana khusus.
Putusan yang dikeluarkan Mahkamah itu merupakan putusan ultrapetita karena tidak ada dalam petitum pemohon.
Alih-alih dapat izin dari MKD, Mahkamah berpendapat pemeriksaan anggota Dewan harus ada izin dari Presiden.