Kisah di Balik Garis Imajiner Merapi hingga Laut Selatan, Konon Ini Gunung Penyeimbang Pulau Jawa
Garis imajiner, Yogyakarta juga memiliki sumbu filosofis yakni Tugu, Keraton dan Panggung Krapyak, yang dihubungkan secara nyata berupa jalan.
TRIBUNKALTIM.CO - Garis imajiner, Yogyakarta juga memiliki sumbu filosofis yakni Tugu, Keraton dan Panggung Krapyak, yang dihubungkan secara nyata berupa jalan.
Sumbu filosofis itu melambangkan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan alam.
Seperti dikutip dari laman etd.repository.ugm.ac.id, Panggung Krapyak ke utara hingga Kraton melambangkan sejak bayi dari lahir, beranjak dewasa, berumah tangga hingga melahirkan anak.
Sedangkan dari Tugu ke Kraton melambangkan perjalanan manusia kembali ke Sang Pencipta.
Tugu Golong Gilig dan Panggung Krapyak juga merupakan simbol Lingga dan Yoni yang melambangkan kesuburan.
Baca: Inilah 7 Konglomerat Pembayar Pajak Terbesar di Indonesia, Ada yang Setor hingga Rp 5,4 Triliun
Baca: Barcelona Singkirkan Chelsea, Lionel Messi Sukses Cetak Gol ke-100 di Liga Champions
Baca: Mantan Istri Caisar, Indadari Dikabarkan Menikah Lagi, Begini Kata Lucky Hakim
Dari kesemuanya itu, Keraton Yogyakarta menjadi pusatnya.
Keraton Yogyakarta dianggap suci karena diapit enam sungai secara simetris yaitu sungai Code, Gajah Wong, Opak Winongo, Bedhog dan sungai Progo.
Ada pula Gunung Merapi dan Pantai Selatan yang menjadi ujung garis imajiner, dengan Keraton berada tepat di tengah-tengah keduanya.
Jauh hari sebelum kasultanan ini berdiri, Sri Sultan Hamengku Buwono I telah memikirkan konsep penataan kota yang demikian unik.
Gunung Merapi, pasak penyeimbang Pulau Jawa Konon dahulu kala, Pulau Jawa tidak seimbang seperti sekarang.

Melainkan miring ke sebelah barat. Ini karena di ujung barat, terdapat banyak gunung, sementara di bagian tengah dan timur tidak ada.
Lucas Sasongko Triyoga dalam bukunya yang berjudul Manusia Jawa dan Gunung Merapi menyebutkan bahwa untuk menyeimbangkan pulau jawa itulah, Dewa Krincingwesi kemudian memerintahkan untuk memindahkan Gunung Jamurdwipa di barat Pulau Jawa, ke tengah pulau jawa, tempat sekarang berdirinya Gunung Merapi.