Mengapa Pendiri WhatsApp Ajak Netizen Hapus Facebook?

Skandal ini mendapat perhatian banyak pihak, salah satunya mantan pendiri WhatsApp yang menyerukan ajakan "menghapus Facebook".

Android Authority
Ilustrasi - Facebook 

TRIBUNKALTIM.CO -- Facebook tengah dilanda badai krisis kepercayaan setelah 50 juta data akun penggunanya dinyatakan bocor ke pihak yang tidak berhak.

Skandal ini mendapat perhatian banyak pihak, salah satunya mantan pendiri WhatsApp yang menyerukan ajakan "menghapus Facebook".

Melalui akun Twitter-nya, Brian Acton menuliskan tagar #DeleteFacebook (hapus Facebook).

Kemudian tagar tersebut dibicarakan dan di-retweet oleh lebih dari 1.800 pengguna Twitter.

Baca: Polemik Luhut Vs Amien Rais, Ini yang Diungkapkan SBY soal Kinerja Pemerintah

Brian Acton adalah salah satu pendiri WhatsApp yang bekerja bersama Jan Koum mengembangkan aplikasi ini.

Brian sempat bekerja selama kurang lebih empat tahun setelah WhatsApp diakuisisi oleh Facebook.

Ia kemudian meninggalkan Facebook dan mendirikan aplikasi pesan instan melalui Signal Foundation sekitar enam bulan lalu.

Dilansir KompasTekno dari Cnet, Rabu (21/3/2018), pria yang dikenal telah lama berkecimpung di bidang enkripsi dan privasi data ini tidak menjelaskan secara rinci alasannya menuliskan tagar tersebut.

Meski sangat jelas, tagar ini berhubungan dengan skandal bocornya 50 juta data pengguna Facebook.

Publik memang tengah menyoroti masalah keamanan data pengguna Facebook.

Baca: Dianggap Lebih Bagus dari Tomb Raider Versi Jolie, Segini Keuntungan yang Diraih Film Tersebut

Pasalnya keamanan privasi ini selalu menjadi isu yang hangat dan terus digembar-gemborkan di era serba digital ini.

Beberapa hari lalu terungkap ada sebanyak 50 juta data personal pengguna Facebook dicuri dan disimpan oleh firma analisis data, Cambridge Analytica. Bukan cuma itu, data pengguna Facebook juga ada dalam arsip Strategic Communications Laboratories (SCL).

Keduanya adalah perusahaan yang saling berafiliasi. Dikutip dari Bloomberg, pendiri Facebook Mark Zuckerberg mengatakan Cambridge Analytica mendapat data tersebut melalui pengembang aplikasi pihak ketiga.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved