Piala Dunia 2018
Laga Perempat Final Brasil vs Belgia Disebut Final Kepagian
LAGA perempat final Piala Dunia 2018 antara Brasil melawan Belgia layak disebut sebagai final kepagian.
TRIBUNKALTIM.CO - LAGA perempat final Piala Dunia 2018 antara Brasil melawan Belgia layak disebut sebagai final kepagian. Sama-sama memiliki materi yang terbilang 'mewah', duel di Kazan Arena pada Sabtu (7/7) dini hari nanti seakan menjadi pertandingan yang terjadi terlalu dini.
"Melihat materi pemain, kedua tim seharusnya tidak bertemu di babak perempat final. Kami seharusnya berjumpa mereka minimal di babak semifinal," kata pemain belakang Belgia, Vincent Kompany.
Di antara kontestan Piala Dunia kali ini, tak bisa dimungkiri Belgia adalah salah satu yang memiliki materi yang sangat mewah. Dari bawah mistar hingga ke lini depan, mereka memiliki pemain berstatus bintang. Di bawah mistar gawang mereka memiliki Thibaut Courtois.
Di depannya ada Kompany, Jan Vertonghen, dan Alderweireld sebagai trio di lini pertahanan. Sementara di tengah, nama-nama sepert Kevin De Bruyne, Eden Hazard, Dries Mertens, Axel Witsel, hingga Marouane Fellaini siap memasok umpan matang untuk Romelu Lukaku.
Baca: HASIL AKHIR: Timnas U-19 Indonesia Libas Filipina 4-1, Comeback di Penghujung Laga
Dengan sumber daya yang mereka miliki sekarang, lebih dari memadai bagi Belgia untuk bisa merajai dunia. Skuat mereka saat ini bahkan dilabeli generasi emas karena mayoritas pemainnya merupakan tulang punggung klub-klub top Eropa.
"Istilah generasi emas sebenarnya bukan berasal dari para pemain. Kami juga tidak terlalu peduli istilah tersebut. Namun, laga melawan Brasil akan menentukan buat kami. Ada semacam level yang harus kami capai, dan kami hanya bisa mencapainya jika mampu mengalahkan Brasil," kata Kompany seperti dilansir oleh Reuters.
Kompany benar. Dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Piala Dunia 2014, Belgia sebenarnya sudah memiliki skuat mewah. Namun meski diperkuat pemain-pemain bertalenta, mereka sulit berprestasi. Empat tahun lalu mereka takluk di tangan Argentina pada babak perempat final Piala Dunia 2014. Dua tahun berselang pada Piala Eropa 2016, Belgia terhenti di babak serupa karena kalah dari Wales.
Piala Dunia 2018 adalah puncak periode emas Kevin De Bruyne dan kawan-kawan. Dengan rata-rata usia belum mencapai 30 tahun, bisa jadi pada Piala Dunia empat tahun mendatang di Qatar, hanya Romelu Lukaku dan Yannick Carasco yang tetap menghuni skuat Setan Merah. Artinya, inilah kesempatan terakhir bagi generasi emas Belgia untuk membuat sejarah. Sekarang, atau tidak sama sekali.
Baca: Kalah 1-4 dari PSS Sleman, Wanderley Junior Mundur dari Pelatih Persiba Balikpapan
Belgia sebelumnya sudah melewati tes mental saat mampu mengejar defisit dua gol dengan mencetak tiga gol balasan ke gawang Jepang dalam interval 25 menit. Namun, tak dimungkiri, skema dan gaya bermain mereka bisa menjadi santapan empuk agresivitas Brasil.
Kompany sendiri menyatakan ia dan rekan-rekannya sekarang sudah lebih berpengalaman dan kuat secara mental dibanding empat tahun lalu. Pengalaman ini tak lepas dari kematangan para pemainnya meraih prestasi di klub dan menjalani turnamen internasional.
"Dulu ada semacam pemikiran bahwa kami akan kalah sebelum bertanding apabila menghadapi Brasil. Situasi sekarang berbeda. Kami memiliki keyakinan untuk mengalahkan Brasil. Tak terlintas sedikit pun di pikiran kami terkait skenario kekalahan dari Brasil," ucap Kompany.
Tim Samba sendiri jelas adalah favorit. Tidak seperti Jerman, Spanyol, atau Argentina yang gagal menunjukkan grafik performa menanjak, Brasil justru makin hari makin kuat dan konsisten. Setelah ditahan Swiss 1-1, Selecao tak pernah kebobolan pada tiga laga kemudian yang berujung kemenangan 2-0 atas Kosta Rika, Serbia, dan Meksiko.
Baca: Jelang Laga Lawan Barito Putra, Pelatih Mitra Kukar Minta Pemainnya Disiplin
Laju impresif Brasil itu tentunya tak bisa dipisahkan dari sentuhan Adenor Leonardo Bacchi alias Tite. Sebagai juru taktik, dia mampu meredam ego pemain bintang Brasil, membentuk senyawa tim yang kuat, mengksploitasi kemampuan individu pemain Brasil yang di atas rata-rata, dan membangun organisasi pertahanan disiplin sekaligus tangguh.
Efek Tite yang dijuluki "Profesor" ini terwujud dalam statistik mentereng. Dari 25 laga yang sudah dijalani di bawah kendali Tite, Brasil menorehkan 20 kali kemenangan, 4 imbang, dan hanya 1 kalah, yakni dalam partai persahabatan kontra Argentina dengan skor 0-1 pada 2017 lalu.
Baca: Partai Komunis dan Pejabat Gereja Rancang Kudeta Duterte
Catatan impresif lainnya adalah pertahanan Selecao yang terbilang meyakinkan. Dari 25 laga tersebut, Brasil hanya kebobolan 6 gol dan mencatat 19 kali tak kebobolan. Brasil juga tak pernah kebobolan lebih dari satu kali dalam sebuah pertandingan. (tribunnews/dod)