Breaking News

Bertemu Langsung, Walikota Bontang Curhat ke Presiden Jokowi, Ini Isi Curhatan Neni

Dialog Presiden Joko Widodo dengan Walikota se Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI)

Editor: Sumarsono
IST
SALAMI PRESIDEN - Presiden Joko Widodo menyalami Walikota Bontang Neni Moerniaeni usai menghadiri silaturahmi dan dialog APEKSI di Istana Bogor, Senin (23/7) 

TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG - Dialog Presiden Joko Widodo dengan Walikota se Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) berlangsung mulus. Walikota Bontang Neni Moerniaeni yang tercatat sebagai pengurus inti APEKSI tak menyiakan kesempatan langka tersebut.

DI hadapan Presiden RI Jokowi, Neni dengan lugas menyampaikan sejumlah isu strategis yang dihadapi Pemerintah Kota Bontang. Di antaranya, masalah tenaga kerja asing (TKA), bagi hasil sumber daya alam hingga urusan pendidikan.

Walikota Neni Moerniaeni menuju Istana Bogor bersama puluhan Walikota se-Indonesia yang tergabung dalam APEKSI, Senin (23/7). Para Walikota ini dijadwalkan mengikuti silaturahmi dan dialog langsung dengan Presiden RI Jokowi di Istana Bogor.

Baca: TGB Mengundurkan Diri sebagai Kader Partai Demokrat

Protokoler Pasukan Pengamanan Presiden (Paspamres) ketat soal jadwal undangan. Tamu Presiden harus berada di Istana selang dua jam sebelum silaturahmi dimulai.

Walikota Neni ikut dalam rombongan tersebut. Tak lama, mereka menghadap dengan Presiden Jokowi. Mantan Gubernur DKI itu tersenyum kepada seluruh tamu undangan seraya membuka pidatonya.

Presiden memberikan kesempatan masing-masing daerah menyampaikan aspirasinya terkait persoalan di daerah. Kesempatan langka tersebut dimanfaatkan baik Walikota Neni. Mantan Anggota DPR RI dengan lugas membeberkan lima isu strategis yang kepada Presiden Jokowi.

Kelima isu tersebut, soal TKA di salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) di Teluk Kadere Bontang Lestari. Kepada Presiden, Neni mengapresiasi proyek ini dibangun di Bontang, namun, dia meminta agar pemerintah pusat lebih selektif terhadap terhadap TKA yang dipekerjakan.

Baca: John Tembaki Warga saat Beribadah, Satu Orang Tewas

"Saya minta agar Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja menyeleksi hanya tenaga kerja asing yang memiliki keahlian yang didatangkan," ujar Walikota Neni kepada Presiden Jokowi.

Menurut Neni, TKA sejatinya memberikan manfaat kepada tenaga kerja lokal. Mereka diharapkan bisa melakukan transfer ilmu dan keahlian kepada tenaga kerja setempat, agar keahlian para tenaga kerja Indonesia semakin meningkat.

Isu kedua yang disampaikan Neni, terkait pembangunan Kilang Refinery Pertamina. Persiapan lahan bagi kilang saat ini terganjal Raperda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang tak kunjung rampung. Salah satu penyebabnya, lantaran pihak Pupuk Kaltim meminta agar sebagian Hutan Wanatirta dialihfungsikan sebagai areal pemukiman dan perkantoran.

Pemkot Bontang menolak. Sebab, keberadaan hutan Wanatirta merupakan hal penting di tengah kota Industri. Selain sebagai daerah resapan. Hutan seluas 315 hektare ini berguna untuk menjaga ekosistem dan iklim setempat. "Pak Wakil Sekretaris Negara langsung menelepon Direktur Utama Pupuk Kaltim terkait rencana itu," ungkap Neni.

Selanjutnya, Neni menyampaikan isu terkait daerah pengolah. Bencana industri di Kota Bontang sangat tinggi. Konsekuensi ini tak berimbang dengan kontribusi Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima. Selama ini, DBH dinikmati cukup besar oleh daerah penghasil. Padahal resiko yang juga dialami oleh daerah pengolah.

Baca: Undang 6 Ketua Umum Parpol Makan Malam di Istana, Ini Menu Khusus yang Disajikan Jokowi

Dalam kesempatan ini, Walikota Neni juga mengusulkan agar UU Nomor 33/2004 tentang DBH migas untuk porsi daerah pengolah segera direvisi. Isu lainnya, meminta agar kewenangan atas daerah yang dialihkan ke provinsi kembali ditinjau ulang.

Misalnya, kewenangan urusan perairan. Beleid yang tertuang pada UU 23/2014 Tentang Pemda pengawasan untuk teritori 0 sampai 14 mil dialihkan ke pemerintah provinsi.

Hal ini berimbas, terhadap pelayanan masyarakat khususnya nelayan. Mereka yang memiliki kapal 5 Grosston harus ke Pemprov untuk mengurus izin. Padahal sebelumnya, mereka cukup mendatangi dinas terkait di kabupaten/kota.

Kewenangan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) yang menjadi urusan Pemprov juga dikeluhkan. Pasalnya, masalah pendidikan menjadi program prioritas pemerintah setempat. Hanya saja, rantai koordinasi semakin panjang, belum lagi jarak tempuh dari Kota Bontang ke Provinsi Kaltim cukup jauh. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved